9~ Pelabuhan Berbeda
Bismillah...
Allah dulu
Allah lagi
Allah terus
Jangan lupa Al-Qurannya dibaca dulu yukk🥰🥰
Oh iya bantu cek typo ya..
Happy reading...
_____________________________________
Pada akhirnya perasaan yang sama berhak memilih pelabuhan berbeda
~Mutawakkil Alallah~
Terakhir kali berbincang dengan Alal dan akhirnya aku memutuskan melepaskan, kata-katanya tak pernah terlupakan. Saat itu acara perpisahan sekaligus merayakan kelulusan kami, seluruh kelas 3 yang sudah diterima di universitas impian masing-masing.
Acara telah usai, hanya tersisa beberapa panitia kala itu, juga aku dan Alal yg tak mereka sadari keberadaannya. Tentu saja tidak tahu karena kami berada di lantai 3 sekolah sedang acara dilaksanakan di Aula lantai dasar.
"Kanaya, aku harus pergi, jauh. Aku harus meraih impianku, impian ammah dan mungkin akan menyusun takdirku di sana," serunya lembut tapi aku mulai tersayat.
"Kita tidak pernah saling terikat sebelumnya, tapi perasaan kita mulai tertaut. Dan mulai hari ini, mari kita selesaikan dan kembali tidak terikat seperti awal kita kenal.
"Aku tidak tahu kepastian kepergianku, yang jelas aku akan lama. Aku tidak ingin mengikatmu dalam waktu yang aku sendiri tidak tahu sampai kapan.
"Hati kita mungkin saling tertaut, Nay. Tapi aku tidak mau egois dan memilih mengikatmu tanpa kejelasan.
"Jika takdirmu memang aku, percayalah, akan ada jalan suatu saat bagaimana aku bisa sampai kepadamu lagi."
Begitulah cara Alal meninggalkan. Meski sakit dia tahu caranya pamit. dan akhirnya kami memang tidak ditakdirkan, iya, kan Al? kamu gak ada kabar dan aku telah menemukan pelabuhanku.
"Kanaya."
Aku terkesiap. Mas Alyas tiba-tiba berada di hadapanku dengan baju koko yang masih melekat rapi. Dia sudah pulang. Seketika aku merasa bersalah padanya karena masih mengingat Alal. Aku sudah selesai dan perasaanku juga selesai. Tapi yang namanya kenangan sampai kapan pun tak akan pernah selesai.
"Maaf, Mas."
Aku tertunduk setelah berkata begitu. Subuh sudah berlalu sekitar setengah jam tapi mukena masih melekat di tubuhku bahkan aku masih belum beranjak dari sajadahku.
"Maaf untuk?" Tanyanya. Aku tak berani menatapnya meski tangan besarnya merengkuh tangan kecilku yang tertutup mukena. Meski begitu tetap saja getaran itu sampai di dada.
"Nay, semalam kamu sudah meminta maaf. Saya telah Ridho dan memeafkanmu. Meski saya tidak tahu sumber masalahnya dimana," ucapnya begitu panjang. Tidak seperti biasanya. Aku diam, dia pun sama.
"Saya punya agenda pagi yang insyaAllah bermanfaat," tambahnya setelah aku cukup lama diam.
Kuberanikan membuka muka. "Apa, mas?"
"Kita kaji kitab bareng-bareng."
"Tapi Naya gk bisa ngaji kitab."
"Kamu cukup dengarkan penjelasanku saja, mau?"
Aku mengangguk sebagai tanda mau meski aku tidak mengerti, kitab apa yang dia maksud.
Mas Alyas beranjak menyusuri lemari buku yang dia beli setelah kami kembali ke rumah abi. Setelah dia menemukan kitab yang dicarinya, ia berbalik tapi tidak menuju ke arahku, melainkan memilih meletakkan punggungnya di sofa.
"Sini, Nay, kita belajar di sofa."
Aku beranjak mengikuti kemuannya. Dalam hati aku bersyukur banget mas Alyas mulai banyak mengajakku bicara, apalagi mengajakku belajar.
Oh Allah nikmat-Mu yang mana lagi yang aku dustakan.
Aku duduk di sampingnya dengan jarak sekitar dua jengkal. Mas Alyas sendiri mulai membuka kitabnya tanpa melirikku sekilas pun.
Buku yang dipegangnya tipis dan bersampul hijau dengan bingkai merah sambil menjelaskan bahwa kitab itu namanya kitab Uqud, dibacanya secara lengkap Uqudulujain. kitab ini menerangkan tentang etika berumah tangga, katanya, yang dikarang oleh Imam Nawawi Al Bantani.
"Di sini kita akan belajar hak-hak suami istri, apa hak aku atas kamu, apa hak-hak kamu atasku," katanya tapi tidak memperhatikanku sama sekali.
Aku hanya menggerakkan kepala dengan antusias, lebih lagi wajah mas Alyas yang mendukung untuk dinikmati. oh, Allah, apakah selalu sekeren ini ketika mas Alyas serius. Ada untungnya juga mas Alyas tidak menatapku, aku bisa menatapnya tanpa henti, tanpa perlu salting ditatap balik.
"Gak perlu menatapku seperti itu."
Aku gelagapan mengalihkan pandangan. tak lama aku bingung, gimana aku belajarnya kalau tidak melihat gurunya. Dengan hati yang tetap berdebar, aku beranikan diri menatap mas Alyas lagi.
"Kalo gak lihat mas Alyas gimana belajarnya? mas Alyas kan gurunya."
Tidak ada jawaban lagi darinya untuk menyanggah. dia hanya terus menatap kitabnya sambil menjelaskan prolognya.
Sekitar pukul enam lebih aku keluar kamar dan mulai menyapu, Mas Alyas pun turut membantu. Bagian mana lagi nikmat Tuhan yang tidak kusukuri? aku speechless. Allah, bagaimana aku tidak jatuh cinta pada makhluk ciptaan-Mu ini.
Tiba-tiba pelajaran tadi kembali melintas dalam ingatanku. Seorang suami wajib bertanggung jawab terhadap istrinya, baik secara moral atau material. Menggaulinya dengan cara yang baik dan layak, juga penuh kasih sayang.
Beberapa waktu kemudian aku melihat Amih telah rapi, katanya mau pergi ke pasar, stok bahan-bahan masakan di kulkas sudah habis. Tapi Abi tidak juga datang dari masjid, yang mengantar Amih ke pasar juga Abi karena aku sendiri kurang paham daerah sini.
"Abi kok lama, ya ke masjid," gerutu Amih.
"Biar Alyas yang antar, Mi."
Hatiku kembali dibuat meleleh sama sikapnya yang peka, lembut, peduli, familyman banget. Amih tidak dibiarkan menenteng tas pasarnya sendiri, Mas Alyas yang ambil alih.
Ya Allah terimakasih, sudah dijodohkan dengan mahluk sempurna meski aku jauh dari kata sempurna. Ya, aku tahu tidak ada manusia sempurna lagi setelah perginya Rasulullah, tapi untuk ukuran manusia sepertiku, Mas Alyas benar-benar laki-laki sempurna yang aku temui. bahkan mungkin Alal kalah.
Ah, Alal lagi, kan. Seharusnya aku tak perlu membandingkan keduanya, mereka hebat dengan versinya masing-masing.
Lal, aku sudah menemukan bahagiaku, aku tidak akan terluka lagi karenamu. Terimakasih untuk pengalaman jatuh cintanya. Kamu juga harus berbahagia, ya, raih impian, cita-cita, dan cintamu. Bahagialah. Kamu tetap punya lembaran cerita di hidupku, tak akan pernah kurobek dan kubuang.
Kling.
Notif postingan instagram dari seorang teman. Hanya dua teman yang aku aktifkan notifnya, Ranatha dan Alal. Akhir-akhir ini keduanya jarang posting. Akhirnya aku memilih untuk melihat siapa yang posting dan berniat menonaktifkan notif postingan Alal. Kami sudah selesai.
Sebuah video langit cerah dan sayap pesawat yang dia posting dengan lagu pergi tak meninggalkan milik Ikhsan dan ditambah caption Pada akhirnya perasaan yang sama berhak memilih pelabuhan berbeda.
Ada yang redamnya belum selesai di sana, sakitnya mungkin harus dipaksa usai, lukanya dipaksa kering. Tapi bukankah ini pilihannya sejak awal?
Kuangkat kepala, menatap langit cerah pagi ini dan menatap bayang-bayang Mas Alyas dan Amih yang berlalu tadi. Tak lama kemudian Abi datang dari belakang rumah.
"Kok, Abi?"
"Abi dari masjid sana yang kata Alyas baru. Abi ketemu teman-teman lama dan berbincang banyak sama tetangga karena akan ada program rutinan."
"Program apa, bi?"
"Program kajian tiap malam jumat sama malam selasa. Ternyata Alyas memang terkenal di daerah ini."
"Hihi, udah kaya artis saja, Bi."
"Tapi benar sayang, Alyas itu menantu terbaik Abi. Gak salah deh abi milih."
Selanjutnya abi bercerita panjang kali lebar bagaimana sopannya mas Alyas, manusia yang pedulinya besar, ramah sama semua orang dan disukai anak kecil.
Ah, bagaimana aku tidak semakin jatuh cinta. Abi saja bercerita penuh bangga dan bahagia, apalagi aku? Yang akan menemaninya beribadah sampai akhir hayat nanti.
"Eh, Abi ada janji antar Amih ke pasar?"
"Astaghfirullah, abi lupa."
Dan berikutnya Abi kelimpungan segera masuk ke rumah. Keluar-keluar udah siap tapi kebingungan.
"Amih mana, Nand?"
"Sudah diantar mas Alyas tadi."
"Ah, kamu gak bilang, abi udah buru-buru siap-siap. Emang menantu abi terbaik." Abi memilih duduk di kursi depan dan aku mulai menyatukan sampah-sampah untuk dibuang.
"Gak perlu berlebihan, Abi."
"Oh, iya kamu gak mau lanjut S2?"
Pertanyaan abi menghilang bersama angin. Aku memilih berlalu tanpa menjawabnya. Maaf, Bi. Naya masih bingung.
_________________________
Mau update kapan lagi ya? Xixixi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top