[7] Penentuan Tanggal
Akhirnya seluruh siswa kelas tiga SMA Garuda bisa bernafas lega. Pasalnya selama empat hari belakangan ini, mereka tengah berperang untuk meraih predikat "LULUS" dari sekolahnya.
"Sumpah, gue lega, lega banget karena kita udah ujian. Tapi disisi lain, gue juga deg-degan sama hasilnya nanti. Huhuuu..." curhat Hesty –salah satu teman sekelas Raisa.
"Yoi, sama. Gue juga ambigu banget sama perasaan gue saat ini. Antara seneng dan deg-degan gila. Tapi ya... gimana kalo kita refreshing aja dulu. Gila banget. Otak gue panas banget rasanya." Usul Jihan yang kemudian dibalas dengan anggukan teman-temanku yang lain.
Oh, jangan lupakan Raisa. Setelah ini, sebenarnya Raisa sangat sangat ingin ikut refreshing bersama teman-temannya. Tapi, ya. Kalian tahulah, masih ada urusan yang lain menunggu untuk Raisa selesaikan. Pernikahannya. Ya. Di saat teman-temannya sedang sibuk mengurus acara refreshingnya, Raisa malah akan disibukkan dengan acara pernikahannya dengan Fairis.
Anu, boleh nggak sih aku ngilang dulu aja gitu dari permukaan bumi? Aku bener-bener belum siap!
***
Sepulang sekolah, Raisa langsung masuk ke kamar dan merebahkan dirinya di atas kasur. Hari ini tubuh Raisa terasa lelah. Berperang selama empat hari ini benar-benar menguras tenaga. Baru saja ingin memejamkan mata, tiba-tiba Mbak Ratih dan April yang berada dalam gendongannya memasuki kamar Raisa. Raisa terkesiap.
"Mbak kebiasaan deh, kalo mau masuk ke kamar Icha tuh ketok pintu dulu!"
Ratih mendengus dan kemudian menoyor kepala adiknya itu. Raisa mengusap jidatnya pelan dan menatap Ratih dengan kesal. Ia kemudian mengambil April yang ada dalam gendongan kakaknya. Ia mendudukkan April dalam pangkuannya kemudian menggigit pelan pipi gembul keponakannya itu.
"Ada apa Mbak kesini?" tanyanya tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah mungil April.
"Oh ehem... itu. Bentar malam lo harus ikut ke acara makan malam di rumah Fairis."
Raisa mengernyitkan jidatnya. "Acara? Dalam rangka?"
"Dalam rangka nentuin tanggal nikah lo lah. Masa acara kelulusan lo."
Raisa menegang mendengar ucapan kakaknya itu. Secepat itukah?. Pasalnya otaknya masih panas-panas UN, dan sekarang ia harus membahas soal pernikahannya.
"Nggak bisa nanti aja apa Mbak bahasnya? Icha masih capek nih abis UN. Masa udah mau bahas nikah aja. Otakku masih panas nih Mbak, panaaasss!"
"Ya gue kan nggak bilang bahas sekarang, tapi entar malam. Lagian lo ada waktu untuk istirahat beberapa jam."
"Ya serah lu dah Mbak." Raisa kemudian menyerahkan April pada kakaknya dan menjatuhkan tubuhnya kembali di atas kasur.
"Inget loh dek. Ntar jam 7 malam lu harus udah siap. Kakak nggak mau tau!"
"Heemm... sono dah. Pengen istirahat nih."
Ratih menggeleng pelan melihat tingkah adik bungsunya itu. Ia kemudian memperbaiki gendongan April dan berjalan keluar dari kamar Raisa.
***
Tepat pukul tujuh lebih limabelas menit, Raisa sudah berada di ruang makan milik keluarga Fairis. Ia menyuapkan makanannya dalam diam. Sementara Ratih, Mas Rendra –suami mbak Ratih, bang Reza, Ayah dan Ibu sudah berceloteh ria dengan keluarga Fairis. Bukan maksud cuek terhadap calon mertuanya, tapi dia benar-benar bingung mau bahas soal apa kepada mereka.
"Ehem... Icha, sibuk bener mikirin Fairis. Bentar juga dateng kok."
Raisa mencibir mendengar ucapan Reza yang terkesan menggodanya.
"Oh, Nak Raisa santai aja ya, bentar lagi Fairis pasti da..."
"Assalamualaikum..."
Semua mata teralihkan pada sosok Fairis yang sudah berdiri di samping Raisa.
"Waalaikumsalam..." ucap mereka serentak.
"Udah lama ya? Maaf ya semuanya, tadi Fairis abis nemenin Nathan ke perpustakaan kota."
"Nggak pa-pa nak Fairis, yuk langsung aja gabung sama kami." ujar Ayah Raisa.
"Nggak pa-pa kan kalo aku duduknya di samping kamu... Raisa?"
Raisa yang di tanya tiba-tiba seperti itu malah gelagapan. Semua orang tertawa melihat tingkah lucu Raisa. Sementara Raisa mencak-mencak tidak terima di tertawai, apalagi keluarga Fairis juga ikut tertawa melihat tingkahnya, oh! Jangan lupa, Fairis juga ikutan tersenyum, bukan tersenyum mengejek seperti kak Reza, tapi senyuman yang... duh! Senyuman manis nan lembut. Meleleh aku bang, meleleeeeh!
"Umm... nggak pa-pa kok, kak"
"Ehem! Daripada ngetawain anak kamu, Den. Mending kita bahas soal acara akad nikahnya. Mumpung kita udah lengkap ini."
Denis yang notabene adalah ayah dari Raisa kemudian mengangguk mempersilahkan.
"Jadi, Fairis dan Raisa. Kapan menurut kalian akad nikahnya bisa dilaksanakan?" ucap Rasyid dengan tatapan yang menyiratkan keseriusan.
Sementara Raisa sudah mencibir di dalam hati karena jantungnya yang tidak bisa ia kendalikan sejak Fairis duduk di sampingnya, belum lagi mendapat tatapan serius dari calon mertuanya itu semakin membuat jantungnya berdegup dengan tidak karuan.
"Terserah Raisa saja..."
"Terserah Kak Fairis aja..."
Keluarga Fairis maupun Raisa tersenyum geli melihat tingkah dua anak muda itu.
"Jadi?" tanya Denis dengan tatapan yang menggoda kepada putrinya. Raisa hanya mengerucutkan bibirnya melihat ekspresi menyebalkan dari ayahnya.
"Aku terserah Raisa aja, om."
"Ehh... nak Fairis, jangan panggil om, panggil Ayah aja, ya. Sama Ibu juga. Biasain gitu..." Ucap Denis masih dengan wajah menggodanya.
"Eh, jangan saya deh kak. Kakak aja yang nentuin."
Raisa merutuki dirinya sendiri ketika Fairis malah menatapnya lekat-lekat seolah mengatakan apakah ia yakin menyerahkan keputusannya pada Fairis. Raisa tersenyum tipis membiarkan Fairis memutuskan semuanya, termasuk menentukan tanggal akad nikahnya.
"Ehem... umm kalo menurut Fairis sih, mungkin dua bulan setelah ini. Lagian kan insyaAllah bulan ini Fairis juga akan meneliti, dan Raisa juga udah UN. Jadi, yaa gitu... biar penelitian aku lancar, setelah itu baru deh akadnya. Gimana, Raisa?"
Raisa yang mendengar tutur halus Fairis kemudian terkesiap ketika Fairis memanggilnya. "E-eh? Umm.. i-iya, Icha eh- Raisa setuju sih, kak."
"Tanggalnya biar kami yang tentuin, ya." Ucap Sasa antusias
Fairis tersenyum menanggapi keantusiasan calon mertuanya itu, sementara Raisa sudah mencibir. Ratih dan Reza yang melihat tingkah adiknya itu malah tertawa geli.
"Gimana kalo tanggal 7 Juni aja, Bu? Itu kan pas ultahnya Raisa.." usul Rendra. Raisa mendelik ke arah kakak iparnya itu.
Tunggu aja lu, mas Rendra! Gua cincang dah ntar, biar kak Ratih merana. Batin Raisa
Semuanya tampak berfikir mengenai usul Rendra.
"Abi setuju sih..."
"Kalo gitu aku juga setuju..." kali ini Ayah Raisa yang menyahut
Sementara Sasa, Ratih, Reza dan Nisa mengangguk menyetujui.
***
Banyak yang nanya, apakah KH udah bisa dipesan?
jawabannya, belum.
karena sekarang masih proses penerbitan.
Tenang aja, kalian bakalan aku kabari di lapak ini. dan tentunya di IG aku (@windyharuno_stories) :)
Love,
Windy Haruno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top