DUA-KEINARRA'S LIFE
Sambil nunggu cerita ini direvisi, jika berkenan, yuk baca cerita baru aku. Judulnya Loading.
Dua
"Liat tuh, masuk ke kantin aja gandengan. Couple goals banget." Keinarra langsung mengikuti arah pandang Alish, ternyata pasangan baru netas itu yang dibicarakan.
"Itu mah lebay," tukas Keinarra sambil mengaduk minumannya, setelah keluar dari ruang ekskul modelling, Keinarra langsung ke kantin.
Efigenia terkekeh, Keinarra ini sangat cocok jadi tukang julid.
"Alah, bilang aja kalau lo iri. Secara kan Fagan itu terkenal, tajir, ganteng juga."
Keinarra menopang wajahnya di satu tangan sambil menatap Efigenia dengan remeh
"Terkenal? Gue juga. Tajir? Gue juga. Ganteng? Muka biasa aja lo bilang ganteng, rendah amat selera lo," sinisnya.
"Udah deh, ngapain juga bahas cowok orang. Sampai bertengkar lagi," lerai Daneen.
Keinarra melihat pasangan itu, Fagan menarik kursi untuk Zuyyin lalu entah apa yang mereka bicarakan sehingga Fagan mengacak-acak rambut Zuyyin. Keinarra seketika mual melihat itu. Dia bukannya cemburu, gadis itu hanya tidak suka dengan hal-hal yang menurutnya alay seperti itu.
"Gue mau pindah ekskul deh, gue mau ikut modelling. Manatau dapat yang kaya Fagan."
Ucapan Efigenia membuat Keinarra tertarik, dia bisa mencari tau info lebih lanjut tentang Zuyyin untuk postingannya.
"Gue setuju, gue juga mau pindah ekskul," sambar Keinarra.
"Hah? Serius? Jujur deh, lo cemburu kan?" tuduh Alish. Keinarra ini orang yang tidak mau ribet, bukannya jadi model itu ribet, ya?
"Iya, jujur aja deh. Kita-kita doang ini," paksa Daneen.
"Aelah, ngapain juga? Gue cuma pengen. Emangnya salah?" tanya Keinarra kesal.
Daneen, Efigenia dan Alish tidak menjawab, karena jika mereka menjawab maka Keinarra akan semakin kesal.
🌺🌺🌺
Suara ribut dari halaman rumahnya membuat Keinarra segera memarkirkan mobilnya dan langsung turun untuk melihat kejadian apa lagi.
"Kenapa, sih?" tanyanya bingung. Hastanta---ayah Keinarra---memegang dua buah koper yang sangat besar. Sedangkan Kyoya menangis sambil menahan salah satu tangan ayahnya.
"Keinarra, umur kamu sudah bisa memahami semua ini, kan? Tolong beri pengertian kepada adik kamu." Keinarra paham. Sangat paham.
Tanpa aba-aba, Keinarra menarik tangan Kyoya hingga pegangannya terlepas. Keinarra marah melihat Kyoya seperti itu, apa sih yang dipikirkan adiknya ini?
"Nggak usah dihalangi!" bentak Keinarra.
Kyoya masih menangis dan berusaha untuk kembali menahan tangan Hastanta, tentu saja Keinarra tidak membiarkan hal itu.
"Keinarra, Kyoya. Apapun yang terjadi, Papa akan tetap sayang sama kalian, kalian berdua anak Pa---"
"Papa pergi aja sekarang, nggak perlu pikirin Kyoya, dia urusan aku," potong Keinarra. Kesal juga dengan papanya ini, sudah dibantu tetapi mengulur waktu.
"Makasih ya, sayang," ucap Hastanta tulus.
"Asal Papa jangan lupa kirimin uang untuk aku, akan lebih baik jika Papa ngasih lebih dari biasanya. Uang Papa juga udah cukup untuk aku, kehadiran Papa nggak perlu!"
Hastanta terdiam, ucapan Keinarra sangat melukai hatinya. Bagaimana pun juga, Keinarra adalah putrinya, tetapi anaknya itu malah bicara seolah-olah kehadirannya tidak diinginkan.
"Kakak apa-apaan sih?"
"Diem lo!"
"Cepat pergi, Pa!"
Hastanta langsung meletakkan kopernya di bagasi lalu masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi, sebelum menekan gas, Hastanta melihat ke arah dua anak gadisnya yang menampilkan raut wajah berbeda. Kyoya menangis dan memohon untuk tidak pergi, sedangkan Keinarra dengan pandangan tidak peduli.
Memang berat meninggalkan anak-anaknya, tetapi keputusannya sudah bulat. Lagipula Keinarra tidak peduli dengan Kepergiannya, dan Keinarra pasti bisa memberi pengertian kepada Kyoya.
Baru saja Hastanta menghidupkan mesin mobil, Keinarra menarik tangan Kyoya dengan paksa menuju ke dalam rumah.
"Papa!"
"Bisa diem nggak, sih?" bentak Keinarra setelah mereka masuk ke dalam rumah, sudah dipastikan kalau Hastanta sudah pergi.
"Kakak apa-apaan sih? Kenapa biarin papa pergi?" Kyoya balik berteriak, ia masih tidak terima dengan Keinarra yang membiarkan papanya pergi.
"Lo seharusnya sadar, kalau papa nggak mau tinggal di sini, nggak usah dipaksa! Kalau papa memang bisa ngasih kasih sayang, terima! Kalau papa cuma bisa ngasih uang, terima! Nggak usah serakah!"
Kyoya yang sudah tidak kuat langsung jatuh terduduk, kenapa Keinarra tidak mengerti perasaannya?
"Aku nggak mau uang papa, aku cuma mau kasih sayang papa!"
"Oh, gitu? Lo pikir papa mau ngasihnya, ha?"
Kyoya tidak menjawab membuat Keinarra semakin kesal, ini adiknya sudah sadar atau belum? Kenapa Kyoya cengeng sekali?
"Lo ngerti nggak?" bentak Keinarra lagi. Kini kesabaran Keinarra sudah habis, di sekolah ada masalah dan di rumahnya juga ada masalah. Kapan Keinarra bisa tenang?
"Keinarra, kenapa teriak-teriak?" tanya Asih---Mama Keinarra---yang baru datang karena mendengar suara Keinarra yang memenuhi rumah ini.
"Mama pikir aja sendiri." Keinarra langsung naik ke lantai dua lalu memasuki kamarnya setelah membanting pintu dengan keras.
Keinarra menghempaskan tubuhnya di tempat tidur tanpa melepas sepatu ataupun seragam, rasanya untuk bergerak saja dia tidak mampu. Otaknya masih mengingat kejadian yang baru saja terjadi, papanya itu pasti akan pergi ke calon keluarga barunya. Keinarra bukannya tidak peduli, tetapi dia tidak mau ribet seperti Kyoya, menangis dan berteriak, memangnya Hastanta akan peduli? Kan, tidak! Menghabiskan tenaga saja!
Kirimkan uang ke rekening aku, sebagai balasan karena aku udah nolongin Papa tadi!
Setelah mengirimkan pesan itu Keinarra melempar ponselnya pelan, tentu tidak kuat, bisa-bisa ponselnya malah jatuh dan berakhir mengenaskan.
Keinarra bukannya benar-benar ingin meminta uang, toh uang kiriman bulan ini masih banyak. Dia hanya ingin membuktikan kepada Hastanta kalau Keinarra tidak lemah, dia mampu hidup tanpa Hastanta. Lain halnya dengan Kyoya, Keinarra yakin kalau adiknya itu pasti sedang menangis seakan tidak punya alasan untuk hidup lagi.
🌺🌺🌺
Keinarra mendengus ketika mendengar suara ketukan pintu, siapa yang mengganggu tidurnya? Cewek itu langsung duduk dan seketika tersadar kalau dia belum mengganti baju. Jangankan mengganti baju, sepatu saja belum terlepas.
Keinarra membuka sepatunya dengan asal lalu melempar sepasang sepatu itu ke tempat yang berlawanan, tidak lupa dengan kaos kaki yang ia lempar ke jendela agar nyangkut. Berhasil. Setelah itu baru Keinarra membuka pintu.
"Kenapa, Ma?"
Asih menatap Keinarra dari atas ke bawah terus ke atas lagi, bukankah ini setelan anaknya pergi sekolah tadi? Kenapa masih dipakai? Hanya sepatu dan kaos kaki saja yang sudah tidak melekat.
"Kamu belum ganti baju?"
Keinarra menghela nafas, bukankah jawabannya sudah jelas? Kenapa masih bertanya, sih?
"Pertanyaan Mama nggak penting," tukasnya.
"Ada apa? Mama mau pergi? Ya pergi aja," ucap Keinarra cuek.
"Nak, Mama emang mau pergi. Tapi cuma sebentar, tolong kasih pengertian ke Kyoya, ya," pinta Asih yang langsung diiyakan Keinarra.
"Ma," panggil Keinarra ketika Asih sudah berbalik.
"Nggak pulang juga nggak apa-apa."
🌺🌺🌺
Rabu, 3 Maret 2021
Revisi: Jum'at, 13 Desember 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top