3

"kau yang mengatur semua ini.?"
Gulsen sudah terisak sebelum Chase menjawab sebab dia sudah tau jawabanya.

"Tonio memanggil mereka bertiga naik, bertemu Denganku."

Tonio adalah asisten Chase, orang kepercayaannya.
Pria itu bahkan lebih dingin dari Chase.
Gulsen yakin wajah Tonio tidak akan berkedut sedikitpun meskipun dia mencicang tubuh manusia.

"ini pertama kalinya Mereka bicara secara langsung padaku, wajar mereka merasa cemas dan takut tapi begitu Tonia menjelaskan apa yang harus mereka lakukan dan setelahnya mereka akan mendapatkan bonus yang banyak, mereka langsung tersenyum lebar.
Tidak butuh dua kali ajakan untuk membuat mereka mau Melakukan apa yang Tonio katakan."

"Kau.. kau.. teman-temanku.."
Gulsen terbata-bata.

"Teman.?!" Chase mengulangi dengan nada jijik.
"Mereka tanpa ragu menghubungi di depanku, saat itu juga bergantian membujukmu untuk setuju dengan ide mereka.
Mereka tertawa, berpelukan gembira seperti merayakan kemenangan, saat akhirnya kau setuju.
Aku memberi mereka amplop, beri alamat dan kode sandi apartemen ini"

"Untuk apa, kenapa sejauh ini. Apa salahku padamu.?"
Gulse meraih kain jendela.
"Aku minta maaf. Aku minta maaf atas namaku dan Ansel jika kami pernah menyakitimu."

"Ibuku dirawat di rumah sakit jiwa, kapan saja dia bisa mati karena kanker yang dideritanya.
Tapi mereka semua tidak peduli.
Ayah dan ibu tiriku tertawa setiap kali membahas pernikahan kalian."

Mata Gulsen yang bulat indah, berkilau seperti batu permata, Airmata berlinang, mengalir dipipi chubby yang pucat pasi.
"Kau CEO Âme group, kau adalah Maharaja.
Mereka semua berada di bawahmu, apalagi sekarang.?"
Gulsen menelan ludah.
"Andai saja aku tau tentang ibumu, aku pasti akan bicara pada Ansel.
Kami bisa menunggu."

"Menunggu apa, menunggunya mati.?"

Gulsen salah bicara.!
Orang yang terlalu memakai logika, tanpa perasaan seperti chase biasanya tidak akan mempan dibujuk.
Pria ini gila sama seperti ibunya.!?
"Kau sudah mengalahkan Ansel. Dia tidak akan bisa sehebatmu.
Aku tau Ansel.! dia tidak punya ambisi sepertimu.
Dia sudah puas dengan apa yang dia miliki sekarang.!"

"Tapi aku tidak puas melihat apa yang dimilikinya sekarang.
Karena itu aku harus memberinya pelajaran."
Chase berteriak, hingga helaian rambutnya yang selalu disisir lurus ke belakang jatuh menjuntai ke depan wajahnya yang tampan.
Seketika emosi Chase hilang, ketenagan kembali berhasil dikuasainya.
"Adikku yang manja tidak pernah tau apa itu perjuangan, derita dan rasa sakit.
Kedua orangtuanya tidak pernah membiarkannya jatuh dan terluka.
Dia mendapatkan semuanya tanpa perlu berjuang.!"

"Tuan Vafor Elgrand memberimu kedudukan sebagai CEO, artinya dia juga sangat mencintaimu"
Gulsen terus terdesak Mundur, bokong nya sampai gepeng karena menekan tembok.
"Mereka pasti mencintaimu tapi dalam hubungan saudara, si adik selalu dimanjakan kan."

"Sungguh tuan putri yang tak tau apa itu persaingan antar saudara." Chase terus mengejek.
Apa yang aku dapatkan sekarang adalah karena kegigihanku.
Aku melawan semua orang, memanjat ke atas mengorbankan semuanya, tidak ada yang berarti selain ambisiku.
Bukan Vafor yang memberikan padaku, aku menerima semua ini karena Aku layak mendapatnya.
Aku pemilik dari setengah saham, tidak ada yang lebih berkuasa dibandingkan aku.
Aku menyerang disaat yang tepat sehingga tak ada jalan bagi mereka selain menyerahkan tahta padaku.!"

"Jadj seharusnya kau sudah puas.!"
Gulsen ikut menjerit.
"Apa lagi yang kau inginkan.!"

"Ketidak bahagiaan.!"

"Apa.?"

"Keluarga Legrand tidak boleh bahagia.!"
Chase makin mendekat.
"Mereka semua harus membayar setiap tetes darah, Airmata dan keringat yang aku keluarkan.
Mereka semua... Mereka sebelum mati harus tau apa itu malu dan gagal.!"

"Berhenti jangan mendekat. Jangan mendekat.!"
Gulsen membuka jendela lebar-lebar, angin dingin langsung berhembus disertai hujan dan suara halilintar yang membuatnya terperanjat.
"Aku akan loncat. Aku akan loncat."
Gulsen berteriak, mencoba memanjat ke jendela, mengeluarkan bahunya ke atas yang langsung disambutnya hujan yang membasahinya.
saat kilat dan petir menyambar Gulsen melompat mundur masih kedua tangannya tetap memegang bingkai jendela.

"Kau ingin melompat.?"
Lakukanlah.!"
Ada kilatan di mata yang berwarna hazel, seperti pijar matahari.
"Aku belum pernah melihat orang bunuh diri di hadapanku."

"Aku tidak akan membiarkanmu melakukan apa yang kau pikirkan., Aku tau apa yang kau inginkan.
Aku lebih baik mati."
Gulse terengah, Melihat ke bawah pada mobil yang terparkir yang hanya sebesar mobil mainan saat dilihat dari atas sini.

"Kalau begitu melompatlah. Aku tidak akan mendekatimu, aku tidak akan mencegahmu.
Ini lebih baik lagi."
Chase melipat tangannya di dadanya yang indah, menikmati kepanikan Gulsen yang mulai basah karena hujan yang masuk lewat jendela.
"Apa lagi yang kau pikirkan, cepatlah.!"
Chase membentak, seakan tidak mau melihat Gulsen terus membuang waktu.

"Kenapa.. kenapa harus aku.?"
Gulsen terisak.

"Karena kau sumber kebahagiaan mereka.
Bagi Ansel kau adalah segalanya dan bagi mereka Ansel adalah segalanya.!"

Terlalu dingin, terlalu tenang, hingga membuat Gulsen gemetar.
"Sudah berapa lama. Sudah berapa lama..."
Lirih Gulsen yang tak berani mati tapi tau apa yang akan dihadapinya setelah ini.
"Kau.. kau merencanakan ini.?"

"Dari pertama kali aku bertemu denganmu.
Tapi aku terus menunggu melihat perkembangan hubunganmu dan Ansel.
Kalau saja kau tidak menerima lamaranya, kau tidak akan terkena kutukan yang kuberikan pada keluarganya Legrand.!"

Gulsen menggeleng.
"Tidak aku mohon tidak.!"
Dia melihat ke luar jendela, kilat menyambar membuatnya takut, bayangan tubuhnya tergelak di aspal di bawah sana membuat nyalinya ciut.
Chase makin mendekat, dia tinggal mengulurkan tangan untuk meraih Gulsen.
"Tidak.! Tidak.!"
Gulsen berteriak sekuat tenaganya, berharap ada yang mendengar dan datang menolongnya meski hujan badai membuat suaranya mustahil terdengar bahkan oleh orang yang tinggal di sebelah.!

"Jika kau melawan, kau akan kesakitan.
Tidak ada gunanya melawan, apa yang aku rencanakan, semuanya akan terlaksana dengan sempurna."
Dalam satu tarikan, wajah Gulsen terhempas ke dada Chase yang langsung mengukungnya tidak membiarkan Gulsen lepas.

"Aku mohon lepaskan aku. Aku berjanji aku akan pergi, tidak akan menikah dengan Ansel. Aku akan menghilang dari kalian semua."
Suaranya teredam dada Ansel yang keras.

Ansel merapikan rambut Gulsen, menyelipkan ke balik telinganya.
"Kau tidak boleh pergi."
Dia menekan bibirnya ke puncak kepala Gulsen.
"Aku tidak akan melepaskan buruanku. Aku akan mengikatmu selamanya denganku.
Ansel harus melihatmu, keluarga Legrand harus merasakan amarah dan kebencian yang tidak bisa mereka salurkan."
Jemari Chase menyusuri leher dan bahu Gulsen, menurunkan jubah hingga ke lengan Gulsen.
Saat kaki Gulsen tidak sanggup menahan tubuhnya, Chase menekan Gulsen ke jendela menahannya di sana.
"Kau akan menjadi api yang membakar mereka.
Kau akan jadi duri dalam daging, memberi rasa sakit setiap hari."

Kata-kata Chase membuat Gulsen panik.
Ditambah lagi gerakan jemari Chase yang dengan cepat menarik  gesper celananya, mengikat kedua pergelangan tangan Gulsen ke belakan punggung wanita itu yang coba berontak tapi sia-sia saja.

"Kau hanya punya dua jalan, mati atau menjadi milikku."
Desis Chase menekan badannya ke Gulsen saat jemarinya menurunkan resleting celananya lalu menjatuhkan celananya begitu saja dihadapan Gulsen yang melotot ngeri.
Chase mengeluarkan kakinya dari sepatu mengkilap yang dipakainya, keluar dari onggokan celananya.

Gulsen memakai sisa tenaganya, mencoba memberontak dari kukungan dan himpitan Chase yang masih menekannya ke dinding.
Chase merespon dengan membuka jubah yang Gulsen pakai, mengantung di pergelangannya yang terikat, mempertontonkan tubuh Gulsen yang polos.
Wajah Gulsen panas, tubuhnya gemetar hebat.
Dia kembali melawan seperti kesetanan, tak perduli kalau tangannya yang terikat akan patah.
Gulsen berteriak meminta tolong, menyebut nama Ansel berulang kali. Memanggil siapa saja yang dikenalnya.
Gulse terjatuh terduduk di lantai, bokong telanjangnya menyentuh marmer yang dingin, basah oleh air hujan yang masuk.

Chase menelanjangi dirinya, melepas celana dalam dan kau kakinya, menggoyangkan bahunya, menjatuhkan kemejanya begitu saja.
Mata Gulsen tepat berada di hadapan kelamin Chase yang besar, tegak dalam mode siap tempur.

Perut Gulsen mual.
Dia terengah dan menggeleng.
"Lemparkan saja aku ke bawah."
Pintanya saat Chase memegang kepalanya, merapikan rambutnya yang berantakan.

"Melompatlah sendiri, jika kau tidak bisa melakukannya maka diamlah."
Desisnya menunduk mencengkram dagu Gulsen, memaksa bibir Gulsen terbuka.
Airmata Gulsen membanjir tapi Chase hanya menatapnya dingin saat memaksa Gulsen menerima penisnya.

Gulsen mengeleparr melawan, terpikir olehnya untuk mengigit kejantanan Chase sampai putus tapi pria itu pasti sudah tau karena itulah dia terus mencengkram rahang Gulsen saat kejantanannya memperkosa mulut Gulsen.
Chase mengerang panjang, menembakan spermanya yang hangat, kental serta melimpah.
Chase segera menarik kejantanannya, membekap mulut dan hidung Gulsen hingga Wanita itu tidak punya pilihan selain menelan spermanya.

Chase menarik tangannya, mundur selangkah menunduk melihat Gulsen yang tersungkur muntah-muntah, kejang sambil meratap marah.
Dia berlutut meraih bahu Gulsen, memaksa Gulsen yang terengah, merah padam melihatnya penuh kebencian.
Jempol Chase mengusap kasar bibir Gulsen yang belepotan ludah dan sperma.
"Ingatlah apa yang terjadi padamu, semuanya karenamu.
Wanita manja sepertimu tidak akan pernah mengerti, apa itu menghalalkan segala cara untuk merasakan sedikit kebahagiaan.!"
Dia berdiri dengan kasar menarik Gulsen ikut sama, lalu menyeret dan melempar perempuan itu ke atas kasur.

Gulsen menjerit, wajahnya membentur bantal, dia segera berbalik berusaha turun dari atas kasur.
Chase datang dengan langkah pelan, matanya seperti harimau yang sedang mengamati mangsanya.
"Lucu sekali melihatmu berjuang seperti ini.
Kenapa kalian harus mati-matian hanya disaat seperti ini.?"
Tidak ada senyum atau ekspresi yang berubah di wajah Chase yang tampan itu.!
Chase berdiri tepat di sebelah ranjang.
Gulsen langsung diam mematung, matanya nyaris melompat dari rongganya, napasnya tertahan lalu seketika menjerit saat Chase meraih dan menarik kakinya melewati batas ranjang.

"Ya tuhan.! Chase aku mohon hentikan. Hentikan.!"
Gulsen berteriak mencoba menendang tapi itu salah karena kakinya jadi terbuka dan Chase masuk diantaranya, menahan paha Gulsen, melingkarkan tungkai Gulsen ke pinggulnya yang ramping.

"Setelah ini kau bahkan tidak bisa mencoba membantah kenyataan bahwa kau milikku.
Ansel Legrand akan tau bahwa wanitanya tidur denganku, menjadi milikku."
ucap Chase sedikit mengangkat pinggul Gulsen, mensejajarkan posisi alat reproduksi mereka.

"Tidaaaak...!!!"
Percuma saja Gulsen menjerit sampai tenggorokan sakit karena saat itu juga Chase menghujam tanpa ampun masuk dan menerobos kedalam kewanitaannya.

Chase menambah tekanan saat merasakan penghalang di dalam sana, mendengar bunyi sobekan samar sebelum Gulsen menjerit dengan mata yang berputar hingga yang terlihat hanya putihnya saja.

Tubuh Gulsen kaku seperti kayu, bibirnya tidak berhenti menjerit berteriak memohon agar pria yang seharusnya jadi kakak iparnya itu berhenti.
Sakit di kewanitaannya tak tertahankan rasanya terbakar dan tubuhnya seperti terbelah, tak sanggup menampung kejantanan Chase yang bergerak kasar tidak beraturan, hanya fokus pada puncak yang ingin dicapainya.

Deru nafas Chase dan erangan nikmatnya menghujam jantung Gulsen seperti panas beracun yang ditembakkan dengan terencana.
Gulsen meraung melihat dada Chase yang jadi mimpi kaum hawa, pada wajah yang meringis dan mata seperti es yang menyala.

"Keluar. Keluar. Pergi.!"
Gulsen makin histeris saat gerakan Chase makin cepat dalam dan kasar.
Dengan sisa tenaga dia berusaha menarik pinggulnya yang dicengkeram kuat oleh jemari Chase.
Gulsen tak tahu berapa lama dia terus menjerit, yang dia tahu lama kelamaan dia mulai tenggelam oleh kegelapan yang berat yang menghimpit Dadanya menenggelamkannya dalam ketidaksadaran.

Meski tahu kalau Gulsen pingsan, Chase tidak berhenti dia terus mendaki hingga ke Puncak.
Menghentak makin jauh membenamkan seluruh kejantanan yang siap meletak, tubuhnya kaku mengejang, dia mendongak menatap plafon putih bersih, bibirnya mengeluarkan lenguhan panjang ketika benihnya tumpah di dalam tubuh Gulsen yang tak berdaya.

***************************
(24072023) PYK

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top