1
"Chase... Maksudku tuan legrand Ada apa?" tanya Gulsen yang mulai dihinggapi rasa takut.
"Ansel baik-baik saja bukan?" tanyanya yang mulai berkaca-kaca karena aneh sekali tiba-tiba keluarga dari calon suaminya mengetuk pintu apartemen yang disewakan oleh temannya untuk semala agar mereka bisa berpesta sepuasnya.
Chase yang masih berdiri di depan pintu terlihat tersenyum. tapi senyum itu tidak sampai ke mata laki-laki itu yang terkenal tidak ramah.
"Bagaimana dia bisa baik-baik saja kalau besok dia akan menikah dengamu" sindir chase yang takkan melewatkan sedetikpun kesempatan untuk menghina Gulsen.
Gulsen menghela napas, merapikan Jubah kamarnya dan bersedekap.
"Kalau begitu, ada apa kau kemari?" ketusnya menantang mata Chase yang menyipit karena kesal mendengar nada suaranya.
"Selain jadi calon kakak iparmu, aku juga bosmu. Kau berkerja di perusahaanku."
Chase menjawab ketus.
"Tapi aku hanya resepsionis di lantai dasar sedangkan kau berkerja di puncak gedung.
Kerjaku tidak berkaitan langsung denganmu."
Gulsen berkerut kening, makin merapatkan jubah kamarnya.
Harusnya dia berpakaian dulu sebelum membuka pintu, tapi dia pikir itu teman-teman yang harusnya sudah datang merayakan malam terakhir keperawanan Gulsen.
Lucu sekali mereka sampai berpikir ke sana.
"Apalagi aku masih dalam masa cuti."
Tapi kenapa Chase bisa tau tempat ini.
Dia bahkan tidak memberi tau Ansel.
Ini hanya antar sesama wanita saja.
Berpesta memanggil penari pria, minum dan bersenang-senang sebelum terikat dengan penikahan seumur hidup.
Awalnya Gulsen sendiri menolak ide ini tapi ketiga temannya itu terus membujuknya.
Lagipula keluarga Gulsen tidak keberatan, mereka bukan orang kolot yang berpikir untuk memingit calon pengantin hanya karena takut dengan kata pamali.
Chase mengangkat selembar map untuk diperlihatkan pada Gulsen.
"Apa ini?" tanya Gulsen yang mulai kesal karena dari bulan lalu ada saja berbagai dokumen dan perjanjian yang harus ditanganinya hanya karena dia menikah dengan salah satu putra orang kaya.
Dia bukan gold digger.
Keluarganya masih hidup layak, bahkan papanya adalah direktur pemasaran di Âme group yang menaungi beberapa Mall besar.
Harusnya Chase dan keluarga Legrand tau itu, sebenarnya secara tak langsung mereka sedang nenghina Gulsen dan keluarganya.
"Ansel memintaku mengantarnya padamu. Dia mau kau menanda tanganinya sekarang juga dan memintaku membawanya kembali."
"Apa lagi ini.?"
Gulsen mengambil map tapi Chase menahannya agak bingung kenapa Chase Legrand yang terkenal sibuk masih punya waktu melakukan ini.
"Apa lagi.?" Ketusnya nenarik paksa Map tersebut.
"Hanya karena kau akan menikah dengan adik tiriku, bukan berarti kau boleh kurang ajar denganku."
Kecam Chase.
"Ansel bisa jadi terlalu memanjakanmu tapi kau tetap harus ingat, aku adalah CEO Âme group, aku masih pemegang tampuk tertinggi."
Gulsen menghela napas.
Chase tidak pernah menyembunyikan ketidak sukaannya pada Gulsen bahkan semenjak pertama kalinya Ansel memperkenal mereka dimasa berkuliah dulu.
Sampai sekarang alasan ketidaksukaan Chase padanya masih menjadi misteri.
"Tuan Legrand, ini bukan tentang perusahaan, ini Masalah pernikahan. Tolong bedakan.
Ini urusan keluarga bukan urusan bisnis."
"Kau bersama siapa.?
Chase mengabaikan Gulsen, tidak peduli dengan kata-kata Gulsen barusan yang jelas terganggu akan kehadirannya
Chase mengintip kedalam apartemen yang terdiri dari satu kamar, dari balik bahu Gulsen yang langsung mundur karena Chase terlalu dekat.
"Kenapa kau tidak berada di rumahmu padahal besok sore kau akan menikah.?"
Gulsen yakin Chase mulai berpikir buruk tentangnya.
Laki-laki sombong dan kasar ini selalu menyimpulkan yang terburuk darinya meski semua itu tidak pernah berdasar.
Lagipula kenapa Chase peduli, semua orang tau bagaimana buruknya hubungan Chase dan Ansel.
Derita Ansel adalah kebahagiaan Chase begitu juga sebaliknya meski Ansel yang berkedudukan dibawah Chase tidak berani terang-terangan.
Apa sekarang pria ini sedang berperan jadi kakak yang baik, untuk apa.?
"Tidak ada siapa-siapa di dalam. Teman-temanku menyewakan apartemen ini untuk kami berpesta, hanya para wanita.
Kalau tidak ada lagi yang ingin kau berikan pergilah."
"Berpesta.?"
Kenapa satu kata itu terdengar buruk di bibir Chase dan membuat Gulsen jadi malu.
"Ya pesta. Tidak ada yang salah kan jika teman-temanku ingin menghabiskan waktu bersenang-senang denganku.
Jadi pergilah, hanya ada malam ini. Besok statusku sudah berbeda."
Mata Chase masih terus memperhatikannya bagian dalam apartemen di balik punggung Gulsen.
"Aku tidak akan pergi sebelum kau menandatangani apa yang ada di dalam map itu.!"
Gulsen merapikan rambut dan jubahnya.
"Baiklah, mana penanya.!"
Chase meraba jas nya lalu menggeleng.
"Seperti nya aku meninggalkan di mobil. Aku parkir cukup jauh, bukan di lantai dasar gedung ini."
Gulsen menghela napas, kesabarannya mulai menipis, dia tidak mau Maya, Rini dan Luna melihat Chase, mereka pasti akan membahasnya sepanjang malam dan merusak kesenangannya.
Kenapa semua wanita di kantor terlalu berlebih menilai Chase Legrand.!
"Aku tidak tau kenapa kau tidak mencari di dalam.?"
Chase menunjuk ke dalam dengan dagunya.
"Di dalam tas mu atau di mana."
Gulsen bahkan tidak tau apartemen ini wujud jika bukan karena ketiga temannya yang rasanya sudah sangat terlambat.
"Kenapa tidak pergi saja, suruh orangmu naik dan mengantarnya padaku dengan pena sekali."
Wajah Chase kaku.
"Cari ke dalam, temukan apapun.
Aku tidak punya waktu main-main denganmu."
Setiap hari dijam kerja Gulsen melihat, bertemu dengan Chase karena dia bekerja di lantai dasar di mana orang yang akan keluar masuk gedung harus melewati tempatnya, dia tau bagaimana Chase Legrand bekerja, tanpa senyum dan persahabatan.
Chase tidak pernah menyapa atau memperlakukannya istimewa meski dia adalah pacar Ansel.
Jika ditotal masa perkenalan mereka hampir tujuh tahun.
Awalnya yang dia tau Chase adalah kakak tiri dari Ansel yang saat itu hanya menjadi teman dekat satu angkatan.
Lalu kemudian saat Chase diangkat menjadi CEO Âme group maka pria itu dikenalnya pula sebagai bos dari papa.
Ketika dia lulus dan papa menawarkan perkejaan kosong di kantornya sebagai resepsionis, Gulsen yang bosan langsung menerimanya tidak ambil pusing dengan bisikan dibelakangnya yang menyebutkan sebagai produk Nepo, awalnya dia hanya mengusir kebosanan, tidak tau mau kerja atau Melakukan apa selulus kuliah tapi lama-lama dia nyaman dan menyukai pekerjaannya jadi tentu saja Sekarang Chase dikenalnya sebagai bos dan besok akan jadi kakak iparnya jika dia resmi menjadi istri Ansel setelah pacaran setahun belakangan ini.
"Apa yang kau pikirkan.?"
Chase merusak lamunan Gulsen.
"Aku tidak punya banyak waktu menunggumu."
Gulsen yang kesal berbalik masuk ke dalam, berniat mencari tasnya siapa tau dia menyimpan pena atau apa saja yang bisa dipakainya menandatangani perjanjian Entah apa yang Chase bawa.
Dia berbalik saat mendengar bunyi pintu di tutup, melihat Chase yang sudah berada di dalam apartemen jenis studio ini.
"Ambilkan minum, aku haus."
Chase tanpa rasa malu atau bersalah melewati Gulsen yang terpaku mendongak melihatnya saat melintas.
Gulse merapikan jubah kamarnya, menyesal karena dia tergesa-gesa datang sendirian, seharusnya dia menunggu yang lain tapi mereka malah mendesak menyuruhnya menunggu, karena mereka pulang terlambat malam ini, sebab harus mengurus izin cuti supaya bisa seharian di acara besok.
Dia sudah melihat isi lemari es, di dalam ada minuman dan banyak makanan dan buah seperti yang Luna katakan.
Jadi dia segera kesana mengambil gelas dan menuangkan isinya lalu segera menyusul Chase yang sedang duduk memegang Hp nya.
"Minumlah." Dia membungkuk meletakkan gelas.
Tatapan Chase terarah pada kelepak jubah yang tersingkap, memperlihatkan belahan dada Gulsen yang segera berdiri memegang leher jubahnya, merah padam karena malu dan risih.
Sedingin apapun, setenang apapun atau semengerikan apapun, laki-laki tetap lah laki-laki.
Chase dengan tenang mengambil gelasnya, memperhatikan paha Gulsen yang tak terlindung oleh jubah kamar yang sebenarnya bukan miliknya. Sudah tersedia di sini jadi karena pakaiannya basah terkena hujan, tanpa berpikir dia mandi dan memakai jubah itu sembari menunggu Rini yang berjanji akan segera datang membawakan baju ganti untuknya.
"Chase, maksudku tuan Legrand.."
"Sejujurnya aku lebih suka mendengarmu memanggilku Chase.
Gulsen segera berbalik.
"Aku akan mencari pena."
Dia bergegas meninggalkan Chase, masuk ke dalam kamar.
Sekali lagi dia mendengar suara pintu yang di tutup, Gulsen berbalik menelan ludah merasakan firasat buruk.
"Apa yang kau lakukan.?"
Cicitnya meremas, merapatkan jubah kamarnya hingga membentuk lekuk tubuhnya.
Jika tadi dia tidak ingin teman-temannya datang dan bertemu dengan Chase Legrand maka sekarang dia berdoa memohon agar mereka segera datang.
***************************
(23072023) PYK
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top