9. Tempat Bercerita

"Hei, kalian lihat Fiona?" tanya Seri yang tiba-tiba menghampiri segerombolan pelayan yang sedang bersih-bersih di area belakang kastil. Sebagian dari mereka mengangkat bahu pertanda tidak tahu. Sebagian lagi bahkan tidak menggubris sama sekali.

"Tadi kudengar dia dipanggil oleh Tuan Lucas ke kamarnya," sahut seorang pelayan, yang langsung membuat para gadis lain berbisik-bisik.

"Apa memang benar ya, Tuan dan Fiona memiliki hubungan terlarang?" tanya salah satu dari mereka.

"Ssttt, jangan keras-keras! Yang kudengar memang begitu! Bahkan akhir-akhir ini, aku sering berpapasan dengan Fiona di pagi hari, dari arah kamar Tuan!"

"Bukankah dia memang pelayan yang dibawa oleh Tuan Lucas untuk bekerja di sini? Wajar kalau dia memang lebih dekat dengan majikan kita itu!"

"Aku tahu, tapi ini terlalu mencurigakan!"

"Hei-hei! Jangan bergosip yang bukan-bukan, ya!" potong Seri. "Atau akan kulaporkan kalian semua ke Nyonya Besar!" Seri meninggikan nada suara. Yang lainnya langsung terkesiap dan mengatupkan mulut.

"Seri, sebaiknya kau juga jangan terlalu dekat dengan Fiona. Kau bisa kecipratan rumor yang tidak baik kalau terus bersamanya!" peringat yang lain.

Seri memang dikenal sebagai gadis yang suka bergaul, tak terkecuali dengan Fiona. Saat beristirahat, ia sering menyapa semua pekerja yang ada. Dan di antara semua orang yang Seri kenal, Fiona yang paling pendiam dan tenang menanggapinya. Sikap Seri yang ingin mengobrol dengan siapa saja membuatnya sering dicap sebagai tukang ikut campur masalah orang lain. Akan tetapi, ia tak pernah mendapat perlakuan itu dari Fiona. Apa yang Seri lakukan selalu bisa membuat Fiona tersenyum manis tanpa mengatakan kalau dirinya adalah pengganggu.

Namun, hari ini ada yang berbeda dari penglihatan Seri. Fiona yang biasanya ramah senyum berubah jadi sedikit kaku. Ia tak lagi bersenandung seperti biasa saat bekerja. Malah gadis itu cenderung menghindar bila bertemu Seri. Seperti bukan Fiona yang biasanya.

Kenapa dia aneh sekali hari ini, ya? tanya Seri dalam hati, sembari bersiap-siap untuk pergi ke pasar, membeli bahan-bahan makanan yang tadi dihabiskan oleh Lucas.

***

Sementara itu, di sebuah kamar mewah, Fiona sedang berjuang agar bisa menyelamatkan diri dari cengkeraman tangan gemuk Lucas. Pemuda gemuk itu menarik kedua pergelangan tangan Fiona, lalu menahannya di dinding hingga Fiona tidak dapat berkutik. Lagi-lagi, Lucas memaksakan ciumannya pada Fiona.

"Tuan, hentikan! Di luar masih terang! Nanti ada yang curiga kalau aku terlalu lama berada di kamar ini---"

"Diam!! Kau berani melawanku, hah!" Tangan Lucas telah menggapai kerah gaun Fiona yang dikancing dan menariknya kuat-kuat. Susah payah, gadis itu menahannya. "Nanti ada yang tahu kalau hubungan kita adalah majikan dan budak!"

"Sudah kubilang, jangan berani membantahku!" teriak Lucas tepat di depan wajah Fiona. Tak ada satu pun pengawal yang berjaga di luar pintu kamar. Lucas memang selalu mengusir mereka bila hendak memanggil Fiona, agar bila ada suara-suara mencurigakan dari dalam, tidak ada yang mendengar. Dengan begitu, Fiona pun tidak bisa meminta bantuan pada siapa pun saat ini.

Hingga akhirnya, satu kancing teratas kerah gadis itu terlepas, dan Fiona kehilangan kesabaran. Diangkatnya sebelah kaki tinggi-tinggi, lalu dengan kecepatan tinggi dientakkannya ke lantai, tepat di atas punggung kaki Lucas.

"Aghh!!"

Seketika itu juga Lucas mundur sembari melompat-lompat sebelah kaki. Ia meringis perih, tentu saja. Fiona menginjak kaki pemuda itu sangat keras sampai tumitnya sendiri sebenarnya merasa ngilu. Meski begitu, Fiona tak berhenti sampai di sana. Gadis itu menghampiri Lucas, meraih kerah kemejanya, lalu menampar kuat-kuat. Sesuatu yang tidak akan mungkin dilakukan oleh Fiona Nayesa yang asli.

"Hei! beraninya kau--- aduh!!" Belum sempat Lucas marah, Fiona sudah menampar lagi, kali ini pipi yang satu lagi. Bolak-balik, sampai Lucas tidak punya kesempatan bicara sama sekali.

"Aku sudah cukup stress tinggal di dunia yang serba tidak nyaman ini, terpaksa bekerja sebagai pelayan, dan sekarang harus tersiksa begini?! Sialan! Sialan!" Fiona menampar Lucas secara membabi buta. Ia sudah lupa kalau dirinya hanya seorang budak.

"Tu-tunggu! Tunggu! Sudah cukup!" Sekarang malah Lucas yang memohon-mohon untuk berhenti. Akan tetap, Fiona masih mencerocos.

"Kau ini, dasar majikan bodoh! Kalau sedang tertekan jangan dilampiaskan ke makanan atau orang lain! Cerita saja! Jangan dipendam sendirian! Aku bisa mendengarkan, tapi jangan lampiaskan padaku, sialan!"

Fiona menurunkan tangan, sembari menatap majikannya. Ia sendiri megap-megap, kelelahan hanya karena menampar begitu. Pipi Lucas yang tembam membuatnya harus mengeluarkan tenaga ekstra agar tamparannya dapat menyakiti pemuda tersebut.

"Aku sudah tidak peduli lagi, Tuan ingin membeberkan statusku pada semua orang atau tidak. Aku tidak mau jadi pelampiasan nafsumu lagi, titik!" Fiona mengambil keputusan. Ditantangnya balik sang majikan. Namun, tak seperti tadi, Lucas tidak balas membentaknya.

Lucas sendiri termangu, berusaha mencerna apa yang budaknya katakan barusan. Lelaki itu berbalik dan berjalan perlahan, lalu duduk di tepi ranjang. Ia menelungkupkan wajahnya dalam kedua tangan.

Apa dia menangis lagi? tanya Fiona dalam hati. Ia jadi iba. Gadis itu menghampiri Lucas, lalu duduk di sebelahnya. "Tuan, tidak baik memendam masalah sendirian begitu. Kan ada aku. Aku bisa mendengarkan. Aku tidak akan sok tahu memberi pendapat, kalau Tuan tidak menginginkannya. Yang penting, Tuan bercerita saja ... ."

Fiona mengusap-usap punggung lebar Lucas, agar pemuda itu tenang. Fiona paham rasanya tak punya teman bercerita. Sejak neneknya tiada, Fiona tidak punya teman yang mendengarkan keluh kesahnya soal pekerjaan. Padahal, neneknya belum tentu mengerti apa yang ia bicarakan, tetapi Fiona memang hanya ingin didengarkan. Begitu beliau tiada, Fiona jadi sering menangis sendirian.

Fiona melihat, Lucas jadi banyak makan karena tidak punya tempat pelampiasan. Begitu pun alasan adanya Nayesa yang lelaki itu beli sebagai budak. Fiona yakin, Lucas hanya ingin ada teman di dekatnya.

Lucas tiba-tiba menoleh ke arah Fiona. Tangannya yang sedang mengusap punggung Lucas pun berhenti di udara. Pemuda itu mencengkeram kedua bahu Fiona erat-erat, membuat gadis itu terbelalak. "Anda jangan macam-macam lagi, ya! Kalau tidak, aku akan---"

"Lusa, ikutlah denganku ke lahan yang kubeli di desa sebelah," ucap Lucas tiba-tiba. Fiona sampai terheran-heran. "Eh?"

"Kau tidak perlu mengerjakan tugas pelayan apa pun. Bersiaplah di lobi jam enam pagi. Apa kau punya sepatu bot?"

Fiona menggeleng. Lucas berpikir sejenak, lalu berkata, "Baiklah, akan kuminta pengawal menyediakannya. Sekarang, pergilah."

"Hah? Aku boleh pergi? Benar-benar boleh?" Fiona tak percaya. Setelah semua tindakanku yang kurang ajar barusan, aku masih boleh hidup? Tanpa kena hukuman apa pun?

Lucas mengangguk. "Lusa pagi jangan sampai terlambat."

***

"Fiona, kau ke mana saja tadi?" Suara Seri terdengar melengking, membelah koridor asrama pelayan saat Fiona sedang mengangkut sebaskom air ke kamarnya di lantai tiga. Fiona mengutuk dunia tanpa listrik ini. Ia menoleh sebal ke arah Seri.

"Apa di sini tidak ada tangga ajaib yang bisa kugunakan untuk sampai ke lantai tiga! Tangga yang bisa bergerak sendiri begitu!" keluh Fiona.

Seri mengerutkan dahi. "Mana mungkin mereka mau memasang tangga ajaib di asrama pelayan. Harganya kan sangat mahal!"

"Loh, tangga ajaib benar ada?" Fiona jadi bingung sendiri, padahal tadi dia asal bicara saja.

"Kau tidak tahu? Saat ini tangga ajaib hanya ada Kuil Agung saja. Peralatan berteknologi sihir masih sangat jarang. Orang-orang yang memiliki energi sihir yang bisa menjadi pengrajin juga hanya segelintir saat ini. Tapi aku yakin, di masa depan pasti barang-barang itu akan bisa dipakai oleh masyarakat luas!" terang Seri.

Fiona sampai menganga. Ia tak ingat dalam webtoon "Lady Renata" ada unsur sihirnya. Lebih heran lagi, ketika Seri yang biasanya terkesan main-main saja dalam pekerjaannya ternyata tahu banyak hal. "Kau hebat juga," komentar Fiona.

Seri tersenyum lebar dan berkata, "Tentu saja! Oh ya, tadi itu kau ke mana saja?"

Fiona menghela napas. Padahal tadi dia sengaja mengalihkan topik pembicaraan agar Seri tidak bertanya lagi. Fiona tersenyum sekenanya, lalu bergegas pergi masuk kamar 303.

"Tadi ada tugas penting dari Tuan Lucas untuk membersihkan kamarnya. Ada yang terlewat. Sudah ya, dah!"

"Lho, hei, aku masih ingin mengobrol---" Tanpa menunggu Seri selesai bicara, Fiona sudah menutup pintu.

Hari ini amat sangat melelahkan. Maaf ya, Seri, aku bahkan tidak punya tenaga untuk mencari-cari alasan untuk berbohong padamu!

Fiona meletakkan baskom air yang dibawanya ke atas meja, lalu menyiapkan kain putih bersih terbuat dari katun untuk mengelap tubuhnya. Gadis itu mendengkus kasar.

Biasanya aku berendam di bath tub setelah pulang kantor, dan bersantai ria. Sekarang, jangankan bath tub, bak mandi saja tidak ada. Hanya ada sebaskom air ini saja!

Fiona menggebrak meja saking sebalnya. Tangannya malah jadi kesakitan sendiri sekarang. Sudah sebal, sakit pula.

***

Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top