88. Jalan Kembali

Sementara itu, di Kota Warwick.

"Tuan Muda, kuda Anda sudah siap," ucap si penjaga kandang, sembari menggiring kuda Linden keluar kandang.

"Baiklah. Terima kasih." Linden memeriksa kembali apa saja yang perlu ia bawa ke luar kota, bersama dengan dua prajurit bawahannya.

Pagi ini, Linden mendapat tugas baru dari Duke Foxton untuk pergi ke Kota Zwicc di County Baxshire. Selain serikat penyihir, di kota tersebut juga dibangun Kuil Agung, tempat orang-orang yang memiliki energi sihir mengabdikan dirinya bukan untuk menciptakan peralatan atau bergabung dalam pasukan khusus di serikat penyihir, melainkan untuk melayani Dewa. Mereka disebut sebagai pendeta dan tinggal di kompleks kuil.

Para pendeta memfokuskan energi sihirnya untuk doa dan penyucian. Mereka berlatih dan mediasi, hingga konon dapat menjadi perantara antara Dewa dan rakyat.

Tiap kota di Kerajaan Navarre memiliki kuil, tetapi tidak sebesar Kuil Agung yang ada di Zwicc. Di kota-kota biasa, pendeta hanya melayani doa dan pengumpulan donasi, sementara di kota sihir tersebut, pendeta bisa melayani jasa yang lebih luas. Penobatan seorang bangsawan, misalnya.

Untuk alasan itulah, Duke Foxton meminta Linden mendatangi tempat tersuci di Kerajaan Navarre tersebut.

"Pergilah ke Zwicc, dan minta Kepala Pendeta untuk menyiapkan acara penobatan yang akan diadakan satu bulan lagi," ucap Alfred di malam sebelumnya.

"Penobatan apa?" tanya Linden tak mengerti. Alfred malah menatap putra bungsunya dengan bingung.

"Tentu saja penobatan kakakmu untuk menggantikan posisiku! Kurasa, ini waktu yang pas, sebelum Lucas makin sibuk dengan cabang-cabang bisnisnya di masa depan."

***

"Mana? Tidak keluar apa pun!" seru Fiona yang mulai tidak sabar. Lima menit sudah dirinya menunggu benih yang ditembakkan sihir oleh Collin tumbuh besar. Kenyataannya, tak terjadi apa-apa yang menakjubkan.

"Sabar! Aku sudah melakukan percobaan di serikat sebelumnya, dan selalu berhasil. Tapi, memang kecepatan reaksinya beda-beda. Tunggulah sebentar lagi!" omel Collin.

Baru saja ia berkata seperti itu, gundukan tanah yang telah ia tembakkan sihir pemercepat tanaman langsung bergerak. Seolah ada yang ingin menerobos secara cepat dari dalam. Collin spontan berteriak, "Lihat itu!"

Fiona yang tadinya sempat tak percaya, menoleh ke arah yang ditunjuk Collin. Benar saja, hanya dalam hitungan beberapa detik, benih yang tadinya sama sekali tidak terlihat apa pun telah tumbuh menjadi bibit, yang seharusnya memakan waktu berbulan-bulan. 

Fiona serasa menonton sebuah video time-lapse yang sering ada di sebuah platform berbagi video di internet. Bibit

 Kemudian mulai muncul batang, dan makin tinggi, terus tinggi menjulang ke langit. Waktu 15 tahun benar-benar dipangkas hanya dalam lima menit saja berkat alat ciptaan Collin. Bibit yang tadinya hanya seukuran 40 sentimeter pun telah tumbuh setinggi 15 meter sekarang.

Saat di puncak tertinggi pohon kluwek dapat tumbuh, akhirnya sihir Collin berhenti secara otomatis. Fiona masih menatap takjub, sementara Collin membusungkan dada dengan angkuh.

"Nah, lihat, kan! Aku ini hebat!" seru Collin. 

"Ya, ya. Kau benar." Fiona mengamat-amati bagian puncak pohon. Lalu, ia mengernyit. "Tapi kenapa tidak berbuah?"

"Protes saja dari tadi!" gerutu Collin. "Kan yang diminta adalah pemercepat tumbuhnya tanaman. Jadi, aku hanya membuat tanamannya dewasa saja. Selanjutnya, berbuah atau tidak itu di luar kuasa alat ini."

"Oh, kukira sekalian!" 

"Kalau sudah dewasa seperti ini, pasti akan berbuah dalam waktu dekat. Tunggu saja."

"Hmm, baiklah ... ." Fiona mengangguk-angguk. "Kalau begitu, langsung saja selanjutnya!"

"Oke, ada berapa lagi?"

"Masih sekitar dua ribu bibit lagi."

"HAH?!"

***

Waktu terus bergulir, hingga dua jam berlalu di kala Fiona menemani Collin untuk menembakkan sihir pada benih-benih di lahan yang tersisa. Fiona tak lagi penasaran menunggu hasil jadinya, karena tidak lagi ada kendala yang berarti. Setelah sihir dilancarkan dari alat Collin, bibit langsung tumbuh menjulang menjadi pohon dewasa setinggi kisaran sepuluh sampai 15 meter.

Fiona dan Collin mulai dari sisi lahan yang terjauh dari gudang yang ada di sebelah 

Supaya tidak memakan waktu terlalu banyak, Collin hanya menghabiskan waktu sekitar sepuluh detik untuk menembakkan sihir pada gundukan tanah berisi benih. Setelah sepuluh detik, ia langsung beralih pada benih berikutnya. Di lahan kluwek ini ada sekitar dua ribu benih. Selama dua jam penuh tanpa istirahat, Collin telah menembakkan sihir dari alatnya sebanyak 720 benih kluwek.

"Sampai kapan aku harus begini!!" Raut wajah Collin mulai gusar. Dua jam penuh ia tidak istirahat sama sekali. Kedua matanya mendelik tajam pada Fiona yang cekikikan di sebelahnya.

"Kalau dua jam sudah dapat 720, berarti sekitar empat jam lagi akan selesai," sahut Fiona. Pernyataan gadis itu membuat Collin terbelalak. Lalu, ia menyodorkan alat sihirnya langsung ke kedua tangan Fiona.

"Eh, apa---"

"Kau yang lanjutkan!"

"Lho, katanya tidak boleh kalau bukan kau sendiri?"

"Aku kan, masih di sini. Akan kuawasi." 

Collin segera mengarahkan Fiona bagaimana cara memegang pistol sihirnya dengan benar, dan bagaimana cara menembakkannya. Fiona hanya mengangguk-angguk mendengarkan instruksi si penyihir itu. Saat dicoba, Fiona tak mengalami kendala sama sekali.  

"Oh ya, bagaimana kabar ibumu? Baik-baik saja?" Fiona membuka percakapan selagi mereka berjalan bersisian. Collin mengawasi Fiona dengan kedua tangan di belakang kepala. "Iya, baik."

"Syukurlah. Kalau Renata? Bagaimana kabar hubunganmu dengannya?" tanya gadis itu lagi, seraya kedua matanya fokus pada gundukan-gundukan tanah di hadapannya. Tentu saja yang Fiona ingin tanyakan sebenarnya adalah hal itu. Ia menahan diri untuk tidak langsung mencari tahu sejak tadi.

Namun, Collin tak terdengar menjawab sepatah kata pun. Saat Fiona melirik ke sebelah, terlihat olehnya pemuda tersebut sedang menutupi wajahnya sebelah tangan. Ada rona merah yang terbit di sana, dan Collin berusaha menyembunyikannya.

Fiona memainkan bola matanya, melihat Collin seraya bertanya untuk menggoda pemuda itu. "Wah, terjadi sesuatu, ya?"

"Berisik! Sudah kuduga, kamu merencanakan sesuatu sejak awal!" omel Collin lagi. Wajahnya begitu memerah sampai telinga. Fiona sampai terbahak-bahak dibuatnya.

"Memang ya, bagaimanapun jalan alur ceritanya berubah, meski dengan cara yang berbeda, tapi tetap terjadi!" Fiona mengambil kesimpulan.

Seketika itu juga, terdengar Collin mengambil napas panjang. "Tidak semudah itu. Aku tidak bisa berpasangan semudah itu dengannya."

Fiona terkejut sampai menoleh pada pemuda di sebelahnya. "Kenapa?"

Collin menatap gadis di hadapannya itu lekat-lekat, seraya mengutarakan, "Aku tidak sesempurna ini di kehidupan sebelumnya."

"Maksudnya?"

"Aku tidak pernah pandai terhadap wanita. Aku juga tidak mampu mengurus diriku sendiri. Hidupku hanya diisi dengan bekerja saja. Sampai tutup usia pun, aku tidak memiliki pasangan sekali pun. Kurasa, Renata tidak akan bisa menerima masa laluku, andai dia tahu yang sebenarnya."

Perkataan Collin membuat Fiona tertegun. Hanya suara tembakan sihir yang terdengar menemani setelahnya. Mata Fiona menerawang pada kenangan-kenangan yang telah ia jalani bersama Lucas.

"Apa jangan-jangan, Lucas tidak akan menerimaku, kalau ia tahu yang sebenarnya?" gumam Fiona. 

"Hei, itu tadi kan ceritaku. Kasusmu bisa saja berbeda. Jangan berkecil hati begitu!" seru Collin. "Kalau kamu, aku yakin akan baik-baik saja."

"Kamu sendiri saja pesimis!" celetuk Fiona. "Apa yang membuatmu yakin kalau Renata tidak akan menerimamu?"

"Hmm, entahlah. Aku merasa tidak percaya diri. Lagi pula, perbedaan usiaku jauh di atas gadis itu," ujar Collin.

Fiona mengernyit. "Memangnya berapa usiamu sebelumnya? Usiaku 24 sebelum ke dunia ini."

"Usiaku ... 37 ... ."

Seketika itu juga, pistol sihir buatan Collin langsung jatuh. Fiona terlalu terkejut sampai tak bisa mengendalikan tangannya. Ia berteriak sendiri ketika suara pistol sihir tersebut membentur tanah.

"Hei, jangan dibanting begitu! Nanti rusak!" omel Collin lagi. Fiona langsung memungut kembali benda tersebut. "Ma-maaf, Om!"

"Jangan panggil aku begitu! Lagi pula, usia kita hanya terpaut 13 tahun!" Collin makin marah sambil bersungut-sungut. Fiona tergelak melihat reaksi Collin. Ia hanya ingin menggoda pemuda itu saja dengan memanggilnya "Om".

"Kau sendiri yang jadi berkecil hati karena usiamu!" Fiona mengomel balik. "Lagi pula, percuma saja kita memikirkan kehidupan sebelumnya. Tidak ada jalan untuk kembali, bukan? Lebih baik, jalani saja peran kita yang sekarang, di dunia ini."

Namun, raut wajah Collin menunjukkan kalau ia tak sependapat. Ia tampak berpikir sejenak. Fiona jadi penasaran dibuatnya. "Apa? Ada yang salah dengan ucapanku?"

"Kalau dibilang tidak ada jalan untuk kembali ke dunia sebelumnya, aku tidak yakin. Tapi, aku tahu, siapa yang bisa kita tanyakan informasi mengenai hal tersebut."

***

Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top