86. Alasan
"Apa maksudmu, aku yang harus bertanggung jawab?" Renata terperangah mendengar perintah Fiona. Padahal sedari tadi ia sudah diam saja. Kenapa jadi aku yang malah terlibat di sini?
Tentu saja, Fiona punya maksud dibalik perintahnya itu. Namun, ia tak mengungkapkannya. "Cara apa pun bisa kau pakai, asalkan kau bisa membujuknya," tunjuk Fiona pada Collin, "agar membuat alat sihir pemercepat tanaman itu untuk kita."
"Fiona!" Collin ikut terkejut mendengar perintah gadis itu. "Jangan bilang kau berniat untuk ... ." Collin mendelik tajam pada Fiona. Ia bisa menebak apa yang gadis itu inginkan. Fiona pun hanya tersenyum simpul penuh makna.
Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, Fiona beranjak dari kursi. "Aku harus segera pulang."
"Hei! Bagaimana denganku! Apa yang harus kulakukan?!" tanya Renata panik. Ia tak mau ditinggal sendiri di sini bersama penyihir galak seperti Collin.
Fiona tak mau ambil pusing, dan menjawab sekenanya. "Sudah kubilang, apa pun cara yang kau pakai, bebas. Yang jelas aku mau dalam satu bulan, alat sihir itu sudah siap."
"Kau mau ke mana? Jangan tinggalkan aku sendiri! Kau bahkan mau membawa kereta kudanya!" protes Renata beruntun, sembari mengekori Fiona yang telah keluar dari rumah Collin.
Fiona mendelik pada gadis itu. "Collin tadi benar, tidak baik kalau kau meremehkan tempat ini. Karena itu berarti kau menciptakan jarak antara dirimu dan rakyat biasa. Sedangkan, dari petani dan peternak seperti mereka inilah kita bisa mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuka bisnis kuliner di kota.
Maka dari itu, tinggallah di desa ini sementara, bantu dia untuk mengurangi kesibukannya. Sementara itu, aku akan kembali ke Hamich untuk bicara pada Tuan Alex dan Lucas, barangkali mereka memiliki solusi soal alasan yang diperlukan ini."
"H-Hei!!" Renata masih tak terima. Apa maksudnya, aku harus membantu mengurangi kesibukan si tukang sapi itu??
Akan tetapi, Fiona seolah tak mendengar. Gadis itu melenggang langsung menuju kereta kuda dan pergi bersama dua pengawal.
"Nanti aku pulang bagaimana!!" teriak Renata dari arah pintu.
"Jangan pulang kalau belum semuanya beres!" jawab Fiona enteng. Ia berpaling pada kusir yang telah menjemputnya. "Pak, apa di desa ini ada penginapan yang bagus?"
"Oh, ada, tetapi tidak semewah kalau untuk bangsawan," jawab si kusir. Fiona berbalik pada Renata. "Nah, ada penginapan rupanya. Kau bisa tinggal di sana."
Tentu saja tak terdengar oleh Fiona yang telah menaiki kabin dan pergi, meninggalkan hanya dua pengawal saja bersama Renata. Gadis itu bersungut-sungut. Ia terpaksa kembali masuk ke rumah Collin.
"Kalau begitu, urusanku di sini selesai. Sana pulang," perintah Collin.
Renata terkejut, pemuda itu baru saja berani mengusirnya. "Apa maksudmu! Kau tidak dengar kalau Fiona sudah menjebakku di sini bersamamu?!"
"Itu urusanmu. Sudah, aku masih banyak pekerjaan lain." Collin jelas tak mau terlibat dalam permainan Fiona. Ia tahu, Fiona berusaha mendekatkannya pada Renata. Meski ia sendiri yang menuliskan karakter si protagonis tersebut dalam webtoon-nya, tetapi apa yang terjadi di dunia ini sudah sangat berbeda. Ia tak bisa menganggap Renata adalah semata-semata tokoh dalam cerita saja.
Sifat Renata yang tidak mau kalah itu menyingkirkan gengsinya. Ia segera berlari dan menahan lengan Collin yang hendak kembali ke kandang melalui pintu belakang. "Tunggu! Jangan pergi begitu saja!"
Collin mendengkus kasar. "Mau apa lagi? Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Seluruh alat yang akan dibuat menggunakan laboratorium serikat penyihir harus melalui persetujuan Grand Magus. Beliau tidak akan setuju, dan ini semua karena County Baxshire!"
"Kenapa memangnya dengan wilayah keluargaku?" Renata balik bertanya.
"Kalau aku membuat alat tersebut untuk wilayah gersang, masih masuk akal. Tapi, county ini sudah sangat subur. Aku tidak bisa memakai alasan itu!"
Renata melepaskan pegangannya pada lengan Collin. Ia termenung sejenak. Collin menghela napas panjang. "Lagi pula. Pekerjaanku mengurus ternak di sini sudah sangat banyak. Ibuku tidak bisa melakukan segalanya sendirian lagi."
"Kau mengatakan kalau ibumu ini wanita tua?!" Kepala Layla menyembul dari balik pintu dapur. Collin langsung menyanggah, "Bukan begitu! Aku hanya ingin membantu!"
"Jangan berlaku kasar pada perempuan!" omel Layla, lalu menjitak kepala putranya itu.
Collin hanya bisa meringis dan balik mengomel, "Aku tidak kasar!"
Akan tetapi, Layla tidak menggubris. Ia berpaling pada Renata yang masih merutuki nasibnya harus tinggal di desa kecil seperti ini. Layla menunduk di hadapan Renata. "Maafkan putraku. Dia memang anak nakal, tapi hatinya sungguh baik."
"Ah, tidak apa-apa," ucap Renata.
"Tadi, saya mendengar percakapan kalian samar-samar. Apakah Anda sungguh ingin tinggal di desa ini?" tanya Layla. Tatapan matanya memancarkan kebaikan pada Renata. Gadis itu langsung teringat akan ibunya sendiri.
"Aku tidak tahu ... ." Renata benar-benar bingung. Ia ingin pulang saja. Namun, itu berarti dia akan melanggar perjanjian kontrak sihir.
Layla mendelik pada Collin. "Apa kau tidak bisa meluangkan waktu sedikit saja? Ibumu ini masih kuat mengurus peternakan ini sendirian!"
"Jangan bohong! Aku mendengar dari tetangga kau sakit pinggang saat memerah susu kemarin!"
"Itu hanya kebetulan saja! Lihat, aku masih kuat!"
"Tetap tidak boleh!"
"Keras kepala sekali, sih! Persis Ayahmu!"
Setelah berteriak seperti itu, Layla membekap mulutnya sendiri. Collin tahu, bahwa dalam cerita pun, Layla akan merahasiakan keberadaan ayah dari si tokoh Collin, yang seorang raja. Namun, pemuda itu sengaja pura-pura tidak tahu.
"Ah, lupakan! Pokoknya, kau harus membantu Nona Renata. Jangan buat malu keluarga ini di hadapan putri mendiang Tuan Basset!"
"Ah ... Tolong jangan bertengkar karena diriku ... ." Renata akhirnya buka suara. Wajah galak Layla berubah melembut kembali.
"Tidak apa, Nona. Kami memang berutang budi pada ayahmu. Beliau sangat baik sekali pada kami. Sudah sewajarnya kami semua di sini melayani sepenuh hati," ucap Layla seraya tersenyum.
Leon Basset memang berasal dari kalangan rakyat biasa. Renata masih dapat mengingat semasa ia balita, ketika dulu untuk mandi saja ibunya harus menimba sendiri.
Sudah lama waktu berlalu. Ayahnya berkontribusi besar atas penyucian hutan dari energi sihir hitam di Baxshire, hingga Duke Foxton menghadiahkan wilayah tersebut padanya. Kenangan Renata saat menjalani hidup susah telah lama dikuburnya dalam hati dalam-dalam.
Kini, melihat wilayah Alswein, Renata seperti disadarkan, bahwa memang ia juga berasal dari sebuah desa dulunya.
"Izinkan aku membantumu," cetus Renata tiba-tiba. Tentu saja, Collin jadi terperangah. "Kau yakin?"
"Supaya kesibukanmu berkurang, sementara Fiona mencarikan alasan yang pas untuk Grand Magus. Setelahnya, kau bisa segera pergi ke serikat penyihir dan membuat alatnya. Dengan membantumu, aku juga jadi bisa tahu produk hasil olahan ternak yang berkualitas," sahut Renata.
Collin memandangi gadis di hadapannya itu. Sedetik kemudian, ia tertawa meremehkan. "Memangnya kau bisa? Nanti pakaianmu bisa rusak!"
"Kalau belum dicoba ya mana tahu!" seru Renata kesal. Layla pun mendukung. "Baiklah, kalau memang itu keinginan Nona, saya bisa membantu menyiapkan baju ganti yang bisa dipakai kotor-kotoran di kandang."
"Bu! Jangan dibantu!" cegah Collin. Namun lagi-lagi kepalanya dapat jitak. Layla mengomel, "Jangan membantah! Kau harus mengajari Nona supaya ia cepat bisa!"
Sekarang malah Collin yang harus terjebak dengan gadis itu. Sebenarnya ia juga menyalahkan dirinya sendiri, menulis karakter Layla yang cerewet pada putranya seperti tadi.
Collin mendecak sembari menatap Renata jengkel. "Ya sudah, cepat ganti bajumu! Aku tidak punya banyak waktu!!"
Renata segera memasuki salah satu kamar yang ditunjuk oleh Layla, sementara wanita tua tersebut kembali ke dapur. Sempit dengan perabotan seadanya, berbeda sekali dengan miliknya yang ada di Kastel Dunhill. Ia sempat termenung sesaat. Renata pernah tidur di kamar seperti itu.
"Hoi, cepat!" teriak Collin dari luar. Renata mulai gusar juga dengan sikap lelaki itu. "Iya, sabar!"
Renata keluar dari pintu belakang dengan penampilan yang sangat berbeda. Tubuhnya kini terbalut tunik longgar yang dipasangkan korset di bagian luar, bukan gaun mahal berbahan sutra seperti biasanya. Meski begitu, kecantikan tak luntur dari wajah gadis itu. Begitu ia pergi ke kandang yang terletak di belakang rumah, dua orang pegawai pria yang bekerja untuk Collin langsung terpana.
"Bos ... apa mataku tidak salah lihat? Ada bidadari di kandang kita ... ," ucap salah satu dari mereka.
"Huh? Apa, sih?" Collin yang sedang sibuk menyikat badan sapi langsung menoleh ke belakang dan melihat Renata berdiri di sana.
***
Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top