84. Ekspektasi
Siang hari, Alex dan Lucas telah berjanji untuk mengantar Fiona dan Renata mengunjungi lahan yang akan ditanami pepohonan kluwek di desa yang tak jauh dari Hamich. Sesampainya di lokasi, Fiona telah melihat bahwa beberapa karyawan telah diperintahkan untuk menanam benih yang dibawa dari Warwick. Selain itu, gudang penyimpanan juga dibangun di sana. Ada aliran sungai pula yang bisa dimanfaatkan untuk pencucian kluwek.
"Bagaimana? Kau menyukai tempat ini?" tanya Lucas. Fiona mengangguk seraya tersenyum. "Semuanya sudah sesuai."
Renata menunjuk satu lubang di tanah. "Benih ini akan tumbuh dan siap berbuah dalam 15 tahun, benar?" tanya Renata, sembari memperhatikan para pekerja.
"Benar. Wah, rupanya kau benar-benar menyerap seluruh pelajaran yang kuberikan!" seru Fiona. Renata mendelik gusar pada gadis itu. "Tentu saja!"
Lucas terkejut mendengar pernyataan Renata dan Fiona di sebelahnya. "15 tahun! Bukankah itu terlalu lama!"
Alex pun menimpali. "Benar. Berarti selama 15 tahun, persediaan biji pangium yang akan dibutuhkan kedai dan restoran harus dipasok dari Warwick terlebih dahulu. Mungkin kita bisa mengaturnya setiap sebulan sekali."
"Aku setuju," sahut Lucas. "Nanti kita akan bicarakan selengkapnya saat pulang."
Semua orang yang ada di sana setuju, kecuali Fiona. Ia hanya diam saja. Bila biji kluwek harus dikirim dari Warwick, maka akan mengeluarkan biaya tambahan untuk perjalanannya.
Kalau hanya sementara, tidak masalah. Tapi, selama 15 tahun? Tidak, tidak! Aku harus mencari cara agar pohon-pohon ini bisa tumbuh cepat.
Tiba-tiba, satu ide terlintas dalam benak Fiona.
Kalau pakai sihir, bisa tidak ya?
***
"Fiona, kita mau ke mana?" tanya Renata pada Fiona di dalam kabin kereta kuda. Matanya mengedarkan pandangan ke luar jendela, saat kendaraan tersebut melintasi sawah-sawah yang ada di luar kota Hamich. Para petani tampak bekerja giat, mengenakan topi jerami lebar di kepala demi melindungi diri dari panasnya matahari yang menyengat saat tengah hari seperti ini.
"Nanti kau juga akan tahu. Kita akan menemui seseorang yang tinggal di desa dekat sini," jawab Fiona.
Renata menoleh ke arah Fiona, menatapnya bingung. "Kau punya kenalan yang tinggal di sekitar Hamich?"
"Ya, begitulah."
Setelah meninjau lokasi kebun, Fiona meminta izin pada Lucas untuk pergi ke suatu tempat bersama Renata. Fiona yakin akan bisa menemukan cara untuk mempercepat tumbuhnya benih kluwek yang ditanam.
Lucas tentu saja heran, terlebih lagi yang ia tahu, Fiona tidak pernah ke Hamich. Saat Lucas menawarkan diri untuk menemani, Fiona menolak. "Sebaiknya kau tetap bersama Tuan Alex untuk meninjau pasar dan menentukan pilihan untuk bahan-bahan masak yang berkualitas. Biar aku pergi bersama Renata saja."
"Siapa?" tanya Renata lagi, penasaran. Fiona malah balas hanya dengan senyuman, membuat Renata jengkel. "Kau main rahasia-rahasiaan denganku!"
Jodohmu, ucap Fiona dalam hati, tetapi ia tak jadi ungkapkan. "Nanti kau juga akan tahu."
Fiona membuka tutup ventilasi antara kabin dan kusir dan memberi instruksi, "Pak, ke desa Alswein, ya!"
"Baik, Nona!"
Dua jam perjalanan dari Hamich ke Alswein, persis seperti yang dikatakan Collin sebelumnya. Sesampainya di sana, Fiona dan Renata dibuat takjub oleh hamparan rerumputan yang luas di sekitar wilayah luar desa.
Berbagai hewan ternak seperti sapi dan kambing tengah merumput di sana. Lenguh dan embik terdengar bersahutan. Tak jauh dari sana, terlihat aliran air sungai yang jernih sebagai sumber kehidupan bagi penduduk desa.
"Ini ... ." Renata sempat bingung. Kepalanya melongok keluar jendela kabin. Seiring langkah kaki kuda yang terus berjalan mendekat memasuki desa, Renata membaca nama desa yang terukir di atas papan gapura kayu. "Desa Alswein ...?"
"Iya, temanku tinggal di sini," sahut Fiona.
"Oh, menakjubkan sekali. Kau bisa punya teman yang tinggal sejauh ini. Aku saja jarang kemari!" celetuk Renata. "Duh, bau!!" keluh Renata. Alswein memang dikenal karena peternakannya. Jadi, tak heran bila ada bau kotoran sapi merasuki rongga hidung begitu memasuki wilayah desa.
"Temanku ini pernah kau temui juga, kok!" sahut Fiona. Renata malah makin bingung. "Siapa?"
Fiona tak lagi menjawab. Ia memberi instruksi sekali lagi pada kusir untuk menanyakan nama tertentu pada warga sekitar. "Pak, tanyakan pada orang-orang yang lewat rumahnya Collin."
Kusir pun menuruti. Tak lama, ia diberi arahan oleh seorang pria untuk pergi ke arah timur desa. Dari jendela kabin, Fiona dapat melihat kalau Alswein lebih padat penduduknya ketimbang desa yang pernah disinggahinya bersama Lucas untuk donasi dulu.
Gadis itu baru menyadari bahwa desa yang ia datangi dulu itu bernama sama seperti desa asal Nayesa, saat di persidangannya kemarin di kota Remfast. Selama ini, Fiona tak pernah mengetahui nama desa si tokoh budak. Yang ia tahu, Nayesa berasal dari desa sebelum akhirnya pindah ke kastel Foxton. Nama desanya tak pernah diungkap secara jelas.
Lalu, apa maksud Lucas mengajakku ke desa Glossop untuk berdonasi, lalu menanyakan tanggapanku waktu itu? Jangan-jangan ... ia curiga kalau aku bukan Nayesa yang sebenarnya?
Tidak mungkin, kan? Dia tidak akan tahu apa pun mengenai hal itu. Hanya Collin yang tahu identitas asliku di dunia ini.
"Nona, sudah sampai!" Panggilan si kusir membuyarkan lamunan Fiona. Kereta kuda pun berhenti di depan sebuah rumah sederhana, dengan kandang sapi besar di sebelahnya. Seorang prajurit yang mengawal perjalanan turun dari kudanya, lalu membukakan pintu kabin. Ia membantu Fiona untuk turun. Seorang prajurit lagi membantu Renata turun dari pintu di sisi yang berlawanan.
Tak lama bagi Fiona untuk menemukan Collin, karena pemuda itu ada di kandang, sedang memandikan salah satu sapinya menggunakan ember air dan sikat. Si penyihir itu tampak berbeda. Ia mengenakan tunik sederhana layaknya rakyat biasa, bukan jubah penyihir. Fiona langsung memanggilnya.
"Hei!" Collin buru-buru mencuci tangannya dan menghampiri Fiona. "Apa kabar? Ternyata kamu jadi kemari?"
"Iya. Seperti yang kubilang sebelumnya, aku ingin mengajakmu bekerja sama," jawab Fiona. "Oh, sebelum itu, aku ingin memperkenalkanmu dulu pada seseorang."
"Siapa?" tanya Collin. Rasa penasarannya menguap ketika kereta kuda yang dinaiki Fiona mulai pergi, dan memperlihatkan Renata yang baru saja turun dari sisi berlawanan. Renata berusaha beradaptasi pada jalanan tanah pedesaan yang cokelat sedikit lembap. Seperti biasa, wajahnya memandang jijik pada tanah yang menempel di sepatunya.
"Apa kita harus turun tangan langsung ke peternakan seperti ini, Fiona?" keluh Renata. "Duh, sepatuku ... ."
Seorang pengawal sigap mengelap sepatu Renata agar bersih kembali. Gadis itu cuek, membuka payungnya yang berwarna senada dengan gaun yang ia kenakan. Kemudian, ia memandangi sekitarnya sembari mengernyit.
"Temanmu tinggal di tempat yang seperti ini?" tanya Renata. Ia masih tidak menyadari bahwa teman Fiona sekaligus pemilik peternakan ada di hadapannya.
"Seperti ini apa maksudmu?" tanya Collin sengit. Wajahnya menunjukkan tidak suka pada lady berambut hitam di hadapannya.
Renata tersentak mendengar nada bicara pemuda di hadapannya. Namun, ia tak menggubris. "Oh, kau temannya Fiona. Tunggu, sepertinya aku pernah melihat wajahmu. Di mana, ya?"
Fiona segera berinisiatif memperkenalkan keduanya. "Dia adalah Collin. Kau pasti mengingatnya saat sidang kemarin. Dia adalah penyihir yang membantuku mengumpulkan bukti-bukti."
Renata menerawang sejenak, lalu mengangguk-angguk. "Oh, kau penyihir yang kemarin. Untuk apa dia ada di desa seperti ini?" tanya Renata lagi. Karena sepengetahuannya, penyihir harusnya hidup nyaman di kota Zwicc, bukan kotor-kotoran di desa kecil seperti Alswein. Penyihir di Kerajaan Navarre setara gelar bangsawan Baron, bukan rakyat jelata.
"Selain penyihir, dia juga peternak," jawab Fiona. "Ayo, kalian saling berjabat tangan."
Renata menyodorkan tangannya pada Collin. Renata berekspektasi bahwa Collin akan mencium punggung tangannya, sebagaimana yang dilakukan pada seorang pemuda terhadap putri bangsawan. Atau setidaknya, menjabat, seperti yang Lucas pernah lakukan dulu saat pertama kali bertemu.
Kedua mata Fiona jelas berbinar-binar. Ia menanti-nantikan adegan jabat tangan perkenalan antara Renata dan Collin sejak lama, seperti yang tergambar dalam webtoon. Fiona berharap, hubungan Renata dan Collin bisa makin dekat setelah berkenalan.
Namun, pemuda itu mematahkan ekspektasi Renata dan Fiona sekaligus. Alih-alih menjabat tangan, Collin malah menepis kasar tangan sang Putri Terpilih tersebut, sambil berteriak marah.
"Apa maksud perkataanmu tadi yang menghina tempat tinggalku, hah!!"
***
Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top