78. Bebas Bersyarat

"Baiklah. Dengan ini, akan saya bacakan isi perjanjian bebas bersyarat untuk Nona Renata Basset.

Tertanda, pihak pertama adalah Lucas Foxton dan Fiona Nayesa, dan pihak kedua adalah Renata Basset dan Alex Basset.

Satu, pihak kedua akan bekerja di bawah pihak pertama secara patuh dalam menyebar cabang bisnis kuliner milik pihak pertama di berbagai kota, khususnya Kota Hamich. Kemudian, pihak pertama akan membayar gaji pihak kedua dengan nominal sesuai yang disepakati.

Dua, pihak kedua bersedia mematuhi apa saja yang dikehendaki pihak pertama demi tercapainya kesuksesan bisnis pihak pertama.

Tiga, setelah menyetujui isi perjanjian, maka pihak pertama akan membebaskan pihak kedua dari segala tuntutan yang ada, dan akan menjalankan skenario yang direncanakan agar pihak kedua tidak dikucilkan dari masyarakat.

Segala yang tertulis dalam perjanjian ini akan disepakati bersama, dan ditandatangani secara sadar tanpa paksaan."

Dengan lantang, Alan membacakan isi surat perjanjian. Tentu saja setelah usai, Renata langsung memberontak, tak mau melakukannya.

"Kalian memintaku bekerja di restoran?!" tanya Renata tak habis pikir. Awalnya dia ingin restoran itu hancur dengan memisahkan Lucas dan Fiona. Namun, kini Fiona justru yang mengusulkan agar Renata bekerja untuknya.

"Benar. Lebih tepatnya, kami akan membuka cabang di Kota Hamich!" sahut Fiona antusias. "Aku tahu, kota kalian terkenal dengan camilan kue keringnya yang khas. Camilan tersebut akan kami hadirkan sebagai makanan pembuka di restoran rawon kami!"

Fiona tersenyum lebar. Hal itu mengundang kerutan dahi pada Lucas, Alex, dan Renata.

"Jadi, maksudmu membebaskan Renata adalah karena ingin membuka cabang baru?" tanya Lucas mengonfirmasi.

"Tepat! Terlebih lagi, Nona Renata adalah seseorang yang pandai mempengaruhi orang-orang sekitarnya. Dia adalah sang Putri Terpilih terakhir! Pamornya akan abadi. Kenapa tidak kita manfaatkan saja sekalian! Nona Renata Basset adalah kandidat yang sangat pas di bidang pemasaran! Hahaha!"

Tawa licik Fiona menggaung di ruangan yang tak begitu luas tersebut. Lucas menepuk jidat, lalu menatap Alex, berharap pemakluman. "Fiona memang seperti ini. Kepalanya penuh dengan rencana bisnis, jadi ... ."

"Tak apa, selama itu bisa membuat adikku bebas. Lagi pula, perjanjiannya tidak memberatkan. Renata juga bisa belajar banyak hal apabila bekerja dengan kalian."

Renata sendiri mendelik tajam pada Fiona, lalu mendengkus. "Jadi ini sebabnya kau sampai membuat surat perjanjian dengan kontrak sihir? Agar aku tak bisa melawan, begitu?"

"Pintar sekali!" Fiona bertepuk tangan kecil. "Kalau sudah paham, mari tandatangani suratnya!"

"Kau pikir aku akan menuruti begitu saja, hah! Jangan dikira aku akan---"

"Ehem!" Alex memotong protes Renata.

Fiona langsung tertawa melihatnya. "Anda pikir, atas tujuan apa saya mengundang Tuan Alex juga ke perjanjian ini?" Fiona berpaling pada Alex. "Nah, Tuan, dipersilahkan untuk menasihati adik Anda."

Alex mencengkeram kedua bahu Renata dan menatap tajam. "Pikirkan kesehatan Ibu. Dia sakit keras karena dirimu!"

Renata tak dapat berkelit lagi. Tak ada jalan lain baginya untuk cepat bebas selain menuruti permintaan Fiona dan Lucas.

Maka, kesepakatan akhirnya terjalin. Kontrak sihir pun resmi disahkan, dengan tandatangan dari empat orang yang bersangkutan. Usai tandatangan, Alex merasa lega. Lucas hanya menurut saja keinginan Fiona yang tertawa puas. Sementara itu, Renata bersungut-sungut.

"Oh ya, selanjutnya, aku ingin bicara empat mata dengan Nona Renata." Fiona memberi isyarat pada Lucas untuk mengajak Alex dan Alan keluar dari ruangan.

Tinggallah Fiona dan Renata berdua saja. Fiona mengambil kursi dan duduk di seberang sang Putri Terpilih yang tak mau menatapnya langsung.

"Sekarang, kita akan bicara empat mata sebagai sesama perempuan. Ada hal yang ingin saya tanyakan pada Anda," ucap Fiona langsung pada intinya.

Renata hanya melirik sekilas, lalu kembali memalingkan pandangan seraya bersedekap. Ia hanya diam saja.

Fiona pun melanjutkan bertanya, "Apa tujuan Anda melakukan semua itu pada saya dan Tuan Lucas?"

Ditanya seperti itu, Renata hanya diam saja. Fiona kembali bertanya, "Apakah Anda benar-benar mencintai Tuan Lucas, sampai tak ingin melihatnya bersama dengan perempuan lain?"

Lama Renata tak menjawab. Ia tampak termenung. Fiona pun tak masalah menunggu berapa lama pun jawaban yang akan gadis itu berikan. Fiona hanya ingin memastikan, kalau ia tak sedang melukai siapa pun dengan perasaannya terhadap Lucas.

"... tidak juga," jawab Renata pada akhirnya. Fiona mengernyit. "Apa maksud Anda?'

"Aku tidak pernah gagal mendapatkan apa yang aku mau. Sejak kecil, aku diajari untuk berambisi meningkatkan derajat keluarga, mendapatkan segala yang kuinginkan agar tak diremehkan oleh orang lain." Renata memandang lurus ke meja, matanya menerawang. "Jadi, saat Lucas menolak perjodohannya denganku, kurasa aku hanya penasaran karenanya."

"Itu berarti, Anda tidak merasa sakit hati, saat mengetahui ia tidak membalas cintamu?" tanya Fiona lagi.

Renata menggeleng sembari menatap Fiona. "Ternyata tidak. Perasaanku biasa saja saat ia bersamamu. Rupanya, aku tidak begitu peduli. Entahlah. Aku juga bingung. Mungkin selama ini aku hanya penasaran saja, karena ini pertama kalinya aku ditolak seseorang."

"Jadi, Anda akan merasa penasaran dengan seseorang kalau ditolak?"

"Berkaca dari kejadian ini, sepertinya begitu. Rasa ingin berusaha lebih baik di mata orang tersebut jadi naik berkali-kali lipat kalau ia menolakku."

Renata menelungkupkan kepala di atas meja, di antara kedua lengannya. "Tapi, memangnya siapa yang akan menolakku? Bukan bermaksud sombong, tapi kau tahu siapa aku. Semua laki-laki lajang di kerajaan ini memujaku. Hanya Lucas yang tidak. Jadi wajar, bukan, kalau aku jadi penasaran terhadapnya?"

"Anda benar. Hmm ... ." Tiba-tiba, Fiona teringat sesuatu. Ia pun langsung tersenyum ceria. "Jangan khawatir, Anda hanya belum berjumpa dengan yang tepat. Sebentar lagi pasti akan bertemu!"

"Maksudmu, dari kerajaan lain?" Renata tertawa terkekeh. "Kak Alex memang berencana menjodohkanku dengan Pangeran lajang dari negara benua lain---"

"Bukan!" potong Fiona cepat. "Orangnya tinggal di kerajaan ini juga!"

"Hah? Siapa maksudmu?" Renata jadi bingung sendiri terhadap pernyataan Fiona.

Namun, Fiona hanya tersenyum-senyum saja. "Ada. Nanti pasti kalian bertemu. Tunggu saja." Sebuah nama terlintas dalam pikiran Fiona, tetapi ia sengaja tak mengungkapkan.

"Baiklah. Meski aku tak mengerti yang kau pikirkan. Tapi, tak ada salahnya juga menunggu, sambil belajar bekerja denganmu," ujar Renata. "Jadi, kapan aku bisa mulai bekerja?"

"Wah, Anda bersemangat sekali! Saya sangat menyukainya!" Fiona tertawa ceria. "Setelah bebas dari sini, Anda bisa beristirahat sejenak selama satu minggu. Setelahnya, Anda akan---"

"Bicara informal saja. Strata tidak lagi penting di sini," potong Renata. "Lagi pula, sebentar lagi kau akan menjadi atasanku. Panggil aku Renata saja."

"Baiklah, um ... Renata." ralat Fiona. "Setelah mengurus segalanya, kau bisa mulai bekerja setelah seminggu beristirahat. Nanti akan kuajari dasar-dasar manajerial di restoran, sembari mencari tempat yang layak di Hamich."

"Oke. Langsung saja pun tak apa, tak perlu menunggu seminggu."

"Oh, kukira kau akan menjelaskan segalanya pada para ladies teman-temanmu terlebih dahulu, kalau kasus ini hanya salah paham?"

Renata mengibas sebelah tangan. "Tidak penting. Mereka bukanlah benar-benar temanku. Lihat saja, tidak ada yang berkunjung kemari satu pun! Tidak ada yang berusaha percaya padaku, meski memang benar aku sudah memfitnah, sih."

"Hmm." Fiona berpikir sejenak. "Sebaiknya tetap temui para ladies itu dan jelaskan pada mereka. Ingat, kau akan menjadi garda terdepan bisnis Tuan Lucas. Menjalin hubungan baik dengan para calon konsumer itu penting!"

"Hei! Apa dalam kepalamu hanya bisnis dan bisnis saja?!" tukas Renata.

Fiona langsung membalas. "Memangnya kau sendiri tidak? Isi kepalamu itu pasti hanya untuk memanipulasi orang saja!"

Keduanya terdiam beberapa saat. Sedetik kemudian, mereka tergelak. Tertawa terbahak-bahak sampai menitikkan air mata. Seolah ada beban berat yang baru saja terangkat dalam benak Renata. Citra diri yang selama ini ia jaga sepenuh hati di depan para ladies yang mengaguminya, luntur seketika di hadapan Fiona.

"Yah, setidaknya kau berbeda dengan para ladies itu. Denganmu, aku bisa bebas menjadi diriku sendiri, tanpa harus takut dihakimi." Renata mengusap air mata tawa yang sempat menetes di ujung mata.

Fiona pun tersenyum, dan merasa lega pula. Inilah Renata yang selama ini ia tahu dari webtoon. Memang ambisius, tetapi masih memiliki hati yang baik dan tidak menghakimi perbedaan strata orang lain.

Fiona mengulurkan satu kelingking di hadapan Renata. "Teman?"

Renata mengernyit. Sesaat kemudian, ia tersenyum miring, lalu menyambut kelingking Fiona dengan miliknya.

"Iya. Teman."

***

Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top