75. Sang Webtoonist
"Fi, kamu suka baca webtoon, gak?"
"Suka, Mbak Dea. Emangnya kenapa?"
"Ini komikus yang aku suka, namanya Arsen. Dia bikin webtoon lagi, judulnya Lady Renata."
"Komikus? Oh, maksudnya webtoonist, kan?"
"Sama aja! Nih, coba baca yang ini, judulnya Lady Renata! Biasanya, si Arsen ini bikin webtoon bertema petualangan, tapi kali ini dia menulis cerita cinta!"
"Ih, beda! Ilmu untuk gambar komik, manga, sama webtoon itu beda-beda!"
"Ya-ya terserahlah!"
Sepintas, Fiona teringat akan percakapannya dengan atasan di kantornya, Dea, sewaktu masih tinggal di kehidupan sebelumnya. Mereka berdua sama-sama memiliki hobi membaca webtoon, dan terkadang saling berbagi judul favorit masing-masing. Namun, nama pengarangnya tidak pernah Fiona ingat. Baginya, selama alur ceritanya menarik dan gambarnya masih layak dipandang, Fiona akan melahap apa pun webtoon yang ada di beranda platform.
Fiona termangu. Ia menatap Collin yang ada di hadapannya tak percaya. "Ka-kamu ... webtoonist Lady Renata? Yang mengarang semua cerita ini?"
Collin mengangguk seraya mengembuskan napas panjang. Fiona kembali bertanya, "Tapi ... ini kan, cerita cinta? Sedangkan kamu laki-laki di kehidupan sebelumnya, kan?"
"Menurutmu, laki-laki enggak bisa menulis cerita cinta?" Collin balas bertanya sambil tertawa. "Memang sih, Lady Renata adalah proyek pertamaku di genre romansa, dari sudut pandang perempuan pula. Saat itu, aku memang sedang eksperimen aja di genre cinta-cintaan!"
"Jadi, tindakanmu yang menolongku di persidangan tadi adalah karena ingin menyelamatkanku dari alur ceritamu?"
Fiona ikut bersandar di balkon, berusaha mencerna berbagai hal yang terjadi selama ini. Semuanya terungkap di hadapannya begitu cepat. Dalam sekejap ia telah bebas dari kejahatan perbudakan, dan kini langsung berhadapan dengan pengarang dunia barunya itu sendiri.
"Ya, begitulah. Setelah menyadari kalau ternyata tokoh figuran budak Nayesa sudah dirasuki oleh orang dari bumi sama sepertiku, aku langsung bertindak cepat," terang Collin. "Aku membuka aura sihir dalam tubuhku yang selama ini kusembunyikan, agar aku bisa bekerja di serikat penyihir. Cuma di tempat ini, aku bisa mendapatkan bahan-bahan yang kuperlukan untuk membuat mesin manipulasi memori."
"Hmm ... . " Fiona mengangguk-angguk paham. Sesaat kemudian, ia jadi merasa bersalah. "Jadi, kamu terpaksa mengubah hidupmu juga karena aku, ya?"
Collin tersenyum. "Tidak masalah. Lagi pula, ternyata memang lebih menarik seperti ini, saat kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan."
"Jadi, kamu akan melanjutkan hidup sebagai penyihir?" tanya Fiona lagi. Collin menggeleng kecil. "Dan peternak. Aku harus meneruskan usaha milik orang tua Collin yang asli."
"Lalu, bagaimana dengan Renata? Apa kau tetap akan bersama dengannya, seperti dalam cerita?"
Ditanya begitu, Collin mengangkat kedua bahunya, pertanda tak tahu. "Entahlah. Setelah semuanya berubah seperti ini, mungkin aku akan menjalaninya secara alami saja. Lagi pula, Renata yang sekarang juga sudah berubah. Jadi lebih menyebalkan!"
Spontan, Fiona menepuk pundak Collin keras. "Hei, itu kan, protagonis ciptaanmu!"
"Memang sih, tapi aku juga tidak menyangka dia bisa sampai seperti itu! Rasanya kesal juga, saat tahu kalau aku sendiri yang menciptakannya!"
Fiona tergelak. Rasanya sudah lama sekali, ia bisa menemukan orang yang benar-benar satu frekuensi, tanpa ia harus menahan diri bertingkah selayaknya rakyat bisa. Di hadapan Collin, ia jadi benar-benar merasa setara, seperti di dunia sebelumnya yang tanpa aturan kasta yang mengikat.
Collin berpaling pada Fiona dan berkata, "Yah, seperti itu saja ceritaku. Sekarang giliranmu! Bagaimana kamu bisa kepikiran untuk membuat rawon di dunia ini?"
"Oh, ceritanya panjang sekali!" sahut Fiona antusias. "Jadi begini ... ."
***
Selang beberapa hari setelahnya, para anggota pasukan pengawas Provinsi Racian mendatangi kediaman Basset di Kota Warwick, dipimpin langsung oleh Linden sendiri. Betapa terkejutnya Alex, ketika ia membuka pintu rumahnya dan mendapati prajurit-prajurit berseragam lengkap di sana.
"Ada apa ini? Tuan Linden, selamat datang! Anda tidak mengabari saya terlebih dahulu bila hendak kemari!" Alex berusaha menyembunyikan keterkejutannya, sekaligus diliputi rasa penasaran.
Linden mengangkat sebelah tangannya, menolak Alex yang hendak menjamunya. "Saya di sini hendak menjalankan tugas."
Seorang prajurit memberikan secarik kertas pada Alex. Sang tuan rumah membacanya, yakni berupa surat penangkapan terhadap Renata Basset.
"Lady Basset kami tangkap, atas fitnah yang dilakukan terhadap anggota keluarga pemimpin wilayah Racian, Lucas Foxton, mengenai kasus kejahatan perbudakan," ucap Linden tegas.
"APA?!" Spontan, Alex menjerit tak percaya. Linden tak berusaha menjelaskan apa-apa lagi. Ia segera memberi perintah pada anggotanya, "Geledah seluruh ruangan! Cari Lady Basset dan bukti-bukti lain yang bisa ditemukan terkait kasus ini."
"Tu-tunggu! Tunggu! Ini pasti ada kesalahpahaman!" Alex berusaha menahan tindakan Linden. "Adikku tidak mungkin melakukannya! Bukankah persidangan Tuan Lucas terjadi kemarin? Renata selalu bersama denganku di rumah sejak seminggu terakhir!"
Mendengar hal itu, Linden tersenyum menyeringai. "Tentu, Tuan Alex. Itu karena Nona Renata secara tidak langsung meminta orang lain, yakni Lady Fransiska Haggins, untuk menggantikan posisinya dalam melayangkan gugatan ke pengadilan."
"Tidak mungkin! Adikku pasti difitnah oleh putri keluarga Haggins tersebut. Pasti!" Alex masih saja bersikeras.
Namun, Linden tak begitu peduli. Ia malah menunjuk pada Renata yang saat ini terlihat sedang digiring paksa, untuk turun oleh dua orang prajurit dari lantai atas rumahnya. "Bagaimana kalau Anda tanyakan langsung saja padanya?"
"Lepaskan!!" Renata memasuki lobi, dan terdengar meronta hendak membebaskan diri dari penangkapan.
Secepat kilat, Alex berlari ke arah gadis itu dan mencengkeram pundaknya. "Renata! Apa yang sebenarnya sudah kau lakukan! Jawab aku!"
"Aku tidak tahu apa-apa! Mereka semua ini pasti bersekongkol untuk memfitnahku!" jerit Renata. Alex makin kebingungan, "Tapi, mereka bilang kalau kau---"
Kalimat Alex terhenti, ketika ia melihat adiknya bersedekap, lalu memalingkan muka karena tak mau menatap matanya. Pemuda itu mengerti sekarang. Renata telah mengeluarkan bentuk pertahanannya, saat ketahuan melakukan sesuatu yang dilarang. Terakhir kali Renata bersedekap dan memalingkan muka seperti ini adalah sewaktu adiknya itu menyewa jasa dari serikat informan.
"Jangan bilang ... kalau ini ada hubungannya dengan informan yang kau sewa jasanya itu ...?" Alex bertanya perlahan-lahan. Ia masih berusaha menyangkal bahwa adiknya tak mungkin melakukan sesuatu yang akan mencoreng nama Basset yang selama ini susah payah dibangun oleh ayahnya.
Namun, Renata masih bersedekap. Ia kerap tak mau membalas tatapan Alex dan malah makin mengelak. "Apaan, sih, Kak! Su-sudah kukatakan kalau aku---"
Satu bunyi tamparan keras memenuhi ruangan, mendarat di pipi mulus Renata. Alex akhirnya hilang kesabaran dan naik pitam.
"Kakak!! Kenapa kau menamparku!!" jerit Renata histeris. Namun, bukannya menjelaskan, Alex melepaskan satu tamparan lagi di pipi adiknya itu.
"Berkali-kali ... berkali-kali aku memperingatkanmu agar berhati-hati atas segala tindakan yang kau buat ... TAPI APA INI!! Kau benar-benar merusak harga diri keluarga kita!!"
"Ka-kakak ... maaf ... a-aku ... ."
Renata yang merengek tidak lagi dapat membuat hati Alex luluh. Pemuda itu tak lagi peduli pada apa yang akan terjadi. Pikirannya benar-benar kosong saat ini. Segala perjuangan yang ayahnya lakukan dulu, dan kini diteruskan olehnya, kini semua sia-sia, jatuh hanya dalam waktu yang singkat.
Alex mengempaskan kedua tangan Renata dari lengannya. Gadis itu masih berusaha membujuk kakaknya, tetapi pemuda itu tak menggubris sedikit pun. Ia bahkan menunjuk ke arah pintu luar, meminta para anggota pasukan pengawas untuk segera membawa Renata.
"Bawa dia pergi dari sini, aku sudah tak sudi lagi melihatnya."
"Baik, Tuan Alex," ucap Linden, lalu berpaling pada timnya. "Ayo kita pergi dari sini."
"Kak Alex! Maafkan aku! Tolong, aku! Aku tidak mau dipenjara! Kakak!!" Renata berteriak sekuat tenaga, tetapi suaranya tak lagi terdengar di telinga Alex. Gadis itu meronta-ronta sekuat tenaga bahkan meski sudah waktunya memasuki kabin kereta kuda pasukan pengawas.
"Ada apa ini? Apa yang terjadi?" Vedia Basset yang baru saja datang dari kegiatan berjalan-jalan di kota tampak terkejut, melihat putrinya sudah digiring oleh pasukan provinsi Racian. "Putriku! Kenapa ini!!"
"Ibu, tolong Bu! Bujuk Kak Alex agar ia mau membebaskanku!" Renata menangis di depan ibunya, tetapi tak bisa berlama-lama. Linden memerintahkan anggotanya untuk segera membawa Renata apa pun yang terjadi.
"Iya, iya, nanti Ibu bujuk kakakmu. Tenanglah!!"
Sepeninggal pasukan khusus dari kediaman Basset, Vedia segera berlari ke lobi. Wanita tua itu mencari putra sulungnya, yang berhasil ia temukan di ruang tamu. Tampak Alex di sana sedang duduk termangu di sofa sendirian, membenamkan wajah dengan dua telapak tangan. Pikirannya kacau sekali saat ini, hingga ia tak bisa mendengar bahwa ibunya kerap memanggilnya sedari tadi.
"Alex! Jelaskan pada ibu, apa yang sebenarnya terjadi!!" tuntut Vedia.
Akan tetapi, Alex tak menggubrisnya. Pemuda itu menengadah, menatap ibunya, menunjukkan air mata yang menetes amat perlahan dari pelupuk mata.
"Aku tidak bisa menjaga dan mendidik Renata dengan baik, Bu ... Aku tidak bisa jadi seperti Ayah ... ."
Secara singkat, Alex menceritakan duduk perkara yang tengah dialami Renata, sejauh yang ia tahu. Seketika itu pula, lutut Vedia lemas tak berdaya, hingga beliau jatuh pingsan di lantai.
"Ibu!!"
***
Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top