60. Serikat Pencanang
"Apa maksudmu, meminta Fiona yang datang ke sana?!" Lucas beranjak dari kursi dan menunjuk-nunjuk saking geramnya. Matanya mengilat menatap si utusan.
"Ta-tapi, Tuan, sebagai pemilik usaha yang berasal dari kalangan bukan bangsawan, maka Nona Fiona berkewajiban menghadap petinggi serikat pencanang---"
"Usaha Fiona bergerak di bawah naungan bisnis Foxton!" hardik Lucas. "Aku sendiri yang mendaftarkannya pada serikat dagang. Segala yang Fiona lakukan terkait jasa konsultasinya, merupakan bagian dari bisnis yang kumiliki. Seharusnya, kalian yang datang ke kastel!"
Lucas menggebrak meja sekali lagi, membuat si utusan terlonjak dan bergidik ngeri. Meski sudah terlihat ketakutan begitu, Lucas masih saja tampak sangar.
"Sampaikan pada atasanmu, bila ada masalah, temui kami di kastel Abbott, sesuai tanggal dan jam yang tertera dalam surat itu!"
"Ba-ba-baik, Tuan! Saya izin pamit terlebih dahulu!" Setelahnya, si utusan lari tunggang langgang keluar dari restoran.
Napas Lucas masih menderu sepeninggal si utusan serikat pencanang. Kemudian, ia mengempaskan dirinya ke kursi dan memejamkan mata. Mulutnya mendesah napas panjang.
Fiona termangu di tempat. Sejak tadi, ia tak bicara apa pun, terlalu terkejut atas sikap Lucas barusan. Ia berpaling ke arah pemuda itu dengan tatapan tak percaya.
Saat Lucas membuka mata kembali, ia heran melihat Fiona yang bingung menatapnya. "Kenapa?"
"Oh, tidak ada apa-apa. Hanya saja ... Anda sudah jauh berubah, Tuan," jawab Fiona.
"Maksudmu?"
"Sebelumnya, Anda lebih memilih diam dan menutup telinga bila terjadi konflik. Yang barusan tadi ... tidak seperti itu."
Lucas mengamati wajah Fiona sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "Aku hanya tidak ingin kau diperlakukan tidak adil oleh orang lain."
"Tapi, di masyarakat kita ini memang ada sistem strata, bukan? Aku memang rakyat biasa. Para petinggi serikat, dari serikat apa pun itu, adalah orang yang dihormati setara bangsawan." tanya Fiona balik.
"Aku tahu. Kau benar. Dan aku tidak bisa berbuat apa pun mengenai hal itu." Lucas mengangguk lemah. Tatapan matanya menerawang ke langit-langit, sebelum akhirnya berpaling pada Fiona yang berdiri di sebelahnya. "Tapi setidaknya, aku ingin melakukan sesuatu untukmu."
Kedua pipi Fiona merona. Ia menunduk seraya tersenyum. "Terima kasih, Tuan."
Lucas tertawa kecil. "Sudahlah. Sebaiknya kau pikirkan, mengenai alasan mengapa serikat pencanang sampai memberi surat panggilan seperti itu. Apakah usaha jasa konsultasimu bersinggungan dengan bisnis mereka?"
"Entahlah, Tuan." Fiona tampak berpikir sejenak, berusaha mengingat-ingat. "Mungkinkah dari caraku yang menyarankan para pedagang untuk beriklan menggunakan selebaran, telah membuat para pencanang merugi?"
***
Keesokan harinya, Fiona mendatangi kastel Abbott pada pagi hari. Sudah sekian bulan Fiona tidak berkunjung ke kastel semenjak pindah. Hingga Brie, si kepala pelayan, takjub melihat penampilan Fiona yang baru saat gadis itu menginjakkan kaki di lobi utama.
"Fiona!" Brie merangkul sejenak mantan bawahannya tersebut, lalu mengamat-amati gadis di hadapannya itu. Fiona mengenakan merah muda dengan sentuhan border ungu, senada dengan warna rambut.
"Inikah dirimu? Kau sudah sangat berubah! Kini terlihat seperti seorang nona bangsawan!"
"Anda bisa saja, Bu!"
Fiona tertawa. Atasan yang dulu pernah ia anggap galak, telah melunak sejak Fiona berhasil mengubah kehidupan Lucas. Fiona tak menyadari, bahwa begitu berarti tindakannya tersebut terhadap Brie, yang sudah lama menganggap Lucas layaknya putra sendiri.
"Oh, aku ada buah tangan untukmu dan para pekerja wanita di sini. Tolong bagikan, ya, Bu." Fiona menyerahkan keranjang tangan yang terbuat dari rotan. Isinya adalah tiga lusin botol parfum kecil dengan aroma yang berbeda-beda.
Brie mengintip sedikit isi keranjang, seraya berkata, "Wah, mereka pasti akan sangat kegirangan. Terima kasih banyak! Tapi, bukankah ini sangat mahal!"
"Tidak, Bu. Aku mendapatkan potongan besar. Pemilik tokonya menggunakan jasa konsultasiku untuk memasarkan produknya. Jadi, ia sangat berterima kasih padaku, hehe!"
Fiona tersenyum ceria. Brie menatap gadis itu lekat-lekat. Entah sejak kapan, wanita tua itu merasa kalau ada yang berbeda dari diri Fiona. Yang ada di hadapannya saat ini adalah seorang gadis cerdas yang telah dikenal oleh para bangsawan. Padahal dulu, Fiona adalah orang yang sangat pendiam dan selalu tampak ketakutan.
Brie mengusap kepala Fiona sesaat. "Kau memang gadis yang cerdas. Jangan biarkan ada orang lain menginjakmu, meski kau berasal dari kalangan rakyat biasa."
Tiba-tiba, Brie memberikan nasihat yang tak terduga. Kedua mata Fiona balik memandangnya dengan penuh haru. Kata-kata itulah yang ingin ia dengar saat ini. "Tentu, Bu Brie. Terima kasih banyak."
"Fiona."
Tak jauh dari tempat Fiona berdiri, Lucas memanggil. Pemuda itu baru saja muncul dari balik koridor. Setelah berpamitan dengan Brie, Fiona menghampiri Lucas dan berjalan bersisian dengannya.
"Kau yakin, mereka mau datang?" tanya Fiona ragu.
Lucas tersenyum. "Aku yakin sekali. Ayo, kita akan menerima mereka di ruang tamu."
Brie menatap kepergian Fiona dan Lucas ke arah ruang tamu yang terletak di ujung koridor. Keduanya saling mengobrol dan bercanda bersama. Sesaat kemudian, wanita tua itu tersenyum.
"Pasangan yang serasi."
***
Tepat di waktu yang telah dijanjikan, perwakilan dari serikat pencanang hadir di kastel Abbott. Ketua serikat bernama Viscount William dan wakilnya adalah Sir Cedric. Keduanya mengenakan jas berwarna hitam dan cokelat masing-masing.
Raut wajah William dan Cedric menegang, kala utusan yang mereka kirimkan untuk Fiona Nayesa rupanya berbalik arah, memanggil mereka untuk datang ke kastel Abbott. Tanpa menyelidiki terlebih dahulu, mereka tak mengerti sebelumnya bahwa ada nama Foxton di balik usaha konsultasi Fiona.
Mereka pikir, bahwa Duke Alfred yang langsung menangani bisnis yang si utusan bicarakan. Mereka sudah bersiap-siap hendak menunduk serendah-rendahnya bila sang Duke yang harus dihadapi. Rupanya, lagi-lagi mereka salah.
Cedric berbisik pada rekannya, William. "Bukankah dia adalah Lucas Foxton yang tidak bisa apa-apa itu?"
Suara Cedric berbisik masih bisa terdengar meski telah berusaha dipelankan. William berusaha menahan tawa. "Iya. Dia adalah Tuan Muda yang dulu gemuk itu. Serikat kita beberapa kali pernah mengumumkan berita tak pantas tentangnya."
Yang ada di hadapannya tetaplah anggota keluarga pemimpin wilayah, meskipun rumor yang terdengar memang memalukan. Namun, William dan Cedric mulai memandang Lucas dan Fiona tak sehormat seperti sebelum datang ke kastel.
Lucas menyadari bahwa ia sedang dibicarakan. Berdasarkan pengalaman hidupnya, bisik-bisik seperti itu, pasti ada yang tidak beres.
"Tidak bisakah kalian menunjukkan kesopanan selama di kastel ini?"
Fiona tiba-tiba membuka mulutnya. Ia juga gusar. William, Cedric, bahkan Lucas sekalipun berpaling pada gadis itu.
"Tidakkah kalian tahu, bahwa Lucas Foxton adalah calon penerus Duke Foxton yang sah? Berani sekali kalian menghina Tuan Muda!"
Tentu saja, William dan Cedric tahu hal itu. Namun tadinya mereka berpikir kalau Lucas bisa diremehkan seperti dulu.
Namun, Lucas menunjukkan sebaliknya. Ia tertawa sinis pada kedua perwakilan serikat.
"Biarkan saja tindakan mereka, Fiona. Nanti bila tiba saatnya, aku sendiri yang akan memberikan ganjaran setimpal pada mereka. Termasuk, seluruh keturunan yang mereka miliki."
***
Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby sampai TAMAT hanya Rp. 1000/bab! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top