52. Biasa Saja
"Desa yang di sana itu? Untuk apa kita ke sana, Tuan?" tanya Fiona lagi. Gadis itu jadi penasaran. Fiona tak pernah ingat, bahwa berkunjung ke sebuah desa adalah kegiatan yang Lucas lakukan saat senggang, seperti katanya sebelum berangkat tadi.
Apa kegiatan ini ada dalam cerita webtoon aslinya? batin Fiona bingung. Namun, gadis itu tak mengutarakannya. Ia menurut saja saat Lucas mulai memasuki wilayah desa, lalu memelankan laju kuda. Saat melewati gapura, Fiona melihat nama desa yang terukir pada papan yang menempel di atas, yakni Glossop.
"Nanti kau akan tahu. Ayo, kita sudah sampai."
Lucas turun dari pelana, kemudian membantu Fiona turun setelahnya. Tanah desa yang cokelat dan lembap membuat pijakan Fiona sedikit tenggelam, mencetak jejak-jejak kaki. Beruntung ia saat ini sedang mengenakan sepatu bersol tebal. Sementara Lucas telah mengenakan sepatu bot sejak awal.
Area desa yang didatangi Lucas dan Fiona ini lumayan kecil. Hanya terdiri dari 35 bangunan. Sebagian besar berupa rumah-rumah kayu satu tingkat yang diatur melingkar, mengelilingi satu sumur di tengah-tengah. Jelas sekali ini tidak layak disebut sebagai tempat seorang bangsawan menghabiskan waktu senggangnya.
Lucas menurunkan dua karung putih yang sedari tadi menjuntai di dekat ekor kuda. Diletakkan kedua karung tersebut di atas tanah, kemudian pemuda itu membuka tali pengikatnya. Setelah melebarkan mulut karung, ia meminta Fiona menjaga karung tersebut agar tetap berdiri di sebelah si kuda.
"Ini apa, Tuan?" tanya Fiona dengan dahi berkerut. Ia melongok ke dalam karung. Terdapat kantung-kantung kecil terbuat dari kain di sana, saling bertumpuk satu sama lain.
Lucas tersenyum, sembari mengambil dua kantung kain dari karung tersebut. "Itu roti dan beberapa lembar uang. Kita akan bagikan satu rumah masing-masing satu kantung."
Fiona terperangah mendengar penjelasan majikannya. "Ini ... donasi? Sejak kapan Tuan melakukannya?"
"Sejak dulu. Tapi, setelah Ayah membatasi finansialku, aku menghentikan kegiatan ini. Sekarang, semuanya sudah kembali normal. Jadi, aku ingin melakukannya lagi."
Lucas menjelaskan sembari tersenyum dari balik tudungnya. Fiona makin terperangah dengan penjelasan Lucas. Ini donasi sungguhan? Seingatku, tidak ada kegiatan donasi semacam ini di cerita aslinya, terlebih lagi dilakukan oleh si antagonis Lucas!
Lucas memulai donasi. Ia mendatangi gubuk-gubuk di sana, mengetuk pintu mereka satu per satu. Fiona menduga, dengan bertudung dan pakai cadar seperti itu, warga akan ketakutan atau curiga setelah melihat Lucas. Namun kenyataannya, begitu pintu terbuka, kedatangan Lucas disambut antusias.
"Paman berkuda hitam sudah datang! Paman berkuda hitam datang lagi! Ibu!!" teriak seorang anak kecil kegirangan melihat kehadiran Lucas, dan langsung memanggil orang tuanya. Sang ibu pun turut bersuka cita.
"Tuan Luc, terima kasih banyak! Lama sekali kau tidak datang kemari, Nak! Kau tampak kurusan!" Kali ini, seorang nenek tua yang menyambut Lucas.
"Tanpa berdonasi pun, kehadiran Anda akan selalu diterima di sini, Tuan Luc!"
Pemuda itu hanya tersenyum, sembari sesekali memberi alasan untuk ketidakhadirannya selama berbulan-bulan. "Kebetulan sekali aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Maafkan aku, baru bisa singgah lagi sekarang."
Fiona hanya bertugas memegangi karung di sebelah kuda, sambil terus bertanya-tanya dalam hati. Semua adegan ini benar-benar tidak ada dalam alur cerita sebenarnya. Terlebih lagi, sebagian besar warga lokal menyambut kedatangan Lucas. Itu berarti, Lucas sering datang kemari dan melakukan kegiatan donasi seperti ini.
"Fiona, apa masih ada kantung roti yang tersisa dalam karung?"
Lucas menghampiri Fiona, begitu selesai berbincang dengan para warga sejenak. Gadis itu mengintip ke dalam karung, lalu menggeleng. "Sudah habis semuanya, Tuan."
"Syukurlah. Semua sudah kebagian."
Lucas mengedarkan pandangan sejenak ke sekelilingnya. Senja telah tiba, menampilkan sinar matahari kemerahan mendekati garis horizon. Lucas berpaling pada Fiona, yang termangu menatapnya.
"Ada apa? Dari tadi sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu?" tanya Lucas, seraya meneliti wajah gadis di hadapannya.
"Ah tidak ada apa-apa. Saya hanya tak menyangka kalau Anda sering berdonasi seperti ini," terang Fiona.
Lucas tertawa kecil. "Tidak selalu. Kalau sedang luang saja."
"Tapi, semua warga tampak mengenali Anda dengan baik. Meskipun aku menyadari, sepertinya tak ada satu pun dari mereka yang tahu kalau Anda adalah Lucas Foxton."
"Ya, aku memperkenalkan diri sebagai Luc. Nama Lucas Foxton dari dulu sudah ... ya, kau tahu."
"Tidak baik?" tanya Fiona berusaha menebak. Lucas mengangguk pelan. "Dengan mengenakan pakaian rakyat biasa serta tudung inilah, aku seolah mendapat identitas baru. Tak ada yang merasa sungkan padaku, tak ada pula yang menjauhiku."
"Oh ... ." Fiona membulatkan mulutnya.
Lucas tersenyum pada Fiona seraya bertanya, "Kau menyukai tempat ini?"
Dahu Fiona mengernyit. "Maksud Anda, desa ini?"
Lucas mengangguk. Fiona pun langsung menjawab tanpa berpikir. "Hmm, ya, seperti desa kebanyakan. Biasa saja. Tapi jelas di sini berbeda dengan di kota. Lingkungannya masih asri dan sunyi. Aku suka ketenangannya."
"Begitu? Biasa saja, menurutmu?" tanya Lucas kembali, hendak memastikan. Nadanya seolah memancing, tetapi, Fiona tak mengerti maksudnya.
"Iya, begitu saja, Tuan. Memangnya, ada apa?"
"Ah ... Tidak ada apa-apa ... ." Lucas hanya menanggapi pelan. Fiona makin tak mengerti. Namun, belum sempat bertanya lebih jauh, Lucas sudah mengajaknya untuk pulang.
"Hari sudah makin senja. Ayo, kita kembali."
Lucas membantu Fiona naik kembali ke atas kuda, dan ia pun mengikuti setelahnya. Kuda hitam besar miliknya keluar dari wilayah desa, lalu menyusuri jalan yang tadi dilaluinya saat pergi.
Dalam perjalanan pulang, Lucas berusaha menyembunyikan rasa kecewanya terhadap jawaban Fiona. Desa tadi adalah tempat pertama kali ia dan Fiona bertemu.
Lucas menerawang sejenak pertemuan singkat mereka terdahulu, tiga tahun lalu. Fiona adalah salah satu gadis lugu miskin, yang juga menerima bantuan Lucas saat pemuda itu berdonasi. Lucas tertarik pada Fiona saat pandangan pertama, tetapi ia tidak berani mendekat.
Tepat di suatu siang, Lucas tertekan setelah menerima omelan hebat dari Duke Foxton yang kecewa karena kalah dalam kontes berpedang di ibu kota. Lucas mendatangi desa ini dengan mantel bertudung dan cadar yang sama. Ia melihat Fiona tengah dipukuli oleh ayahnya yang pemabuk.
Dari warga sekitar, Lucas mengetahui kalau ibu Fiona baru saja tiada karena sakit keras, dan Otto Nayesa dikejar-kejar oleh penagih utang akibat hobi berjudinya. Malam itu, Otto berniat menjadikan Fiona sebagai istri muda dari seorang pedagang tua yang bersedia melunasi utangnya. Sebelum hal itu sempat terjadi, Lucas pun mendatangi diam-diam ayah Nayesa, kali ini sebagai Lucas Foxton, bukan sebagai Luc. Kemudian, ia membeli Fiona dengan harga lebih mahal dibanding yang dijanjikan oleh si pedagang.
Lucas menganggap dirinya telah menyelamatkan Fiona, sekaligus mendapatkan gadis yang ia inginkan. Suatu pencapaian tersendiri bagi Lucas, mengingat dulu ia masih bertubuh gemuk dan dicap tidak berguna hingga tak ada satu pun gadis yang ingin mendekat.
Fiona berhasil Lucas miliki. Keadaannya yang terus-menerus dalam stres membuat pemuda itu selalu melampiaskannya pada gadis lugu itu. Sampai akhirnya, Fiona tak ingin melayaninya lagi, hingga sekarang ini.
Lucas menyadari bahwa kepribadian Fiona berubah, seolah ada dua gadis berbeda. Maka dari itu, demi membuktikannya pada Linden juga, Lucas mengajak Fiona, dengan alasan berdonasi pada warga desa.
Lucas ingin Fiona mengenakan mantel dan cadar yang sama dengannya, agar para warga lokal tak mengenali diri gadis itu, terlebih lagi bila bertemu dengan ayahnya. Ia tidak ingin Fiona jadi berpura-pura mengenal mereka saat ada yang menyapa.
Lucas berharap agar Fiona sendiri yang mengenali para warga, mengingat jumlah keluarga yang tinggal di desa ini tidaklah banyak. Jadi, seharusnya para warganya saling mengenal. Seharusnya, Fiona dapat mengenali mereka, meski ayah gadis itu tidak ikut hadir tadi. Lucas berharap seperti itu agar ia tak harus melaporkan kejanggalan Fiona pada Linden.
Namun, sepertinya Fiona tak mengenali siapa pun yang hadir di hadapan Lucas tadi. Gadis itu hanya diam saja, memperhatikan Lucas membagi-bagikan makanan. Ekspresinya datar sepanjang kegiatan donasi, seolah Fiona sedang berada di tempat yang belum pernah ia datangi sebelumnya.
Pemuda itu berharap, ada kesan yang ditinggalkan desa ini pada gadis itu. Terlebih lagi, ini adalah tempat tinggalnya dulu. Meski yang teringat hanya kenangan buruk tentang ayahnya sekali pun, semestinya Fiona bisa memberi tanggapan yang berbeda, bukan sekadar "biasa saja".
Lucas makin erat menggenggam tangan Fiona yang melingkar di pinggangnya. Ia benar-benar berharap, semua info dari Linden itu salah. Namun kenyataannya, Fiona bisa makin dicurigai bila seperti ini.
Mungkinkah, kau tidak ingat kalau yang tadi itu adalah Desa Glossop, tempatmu berasal, Fiona?
Oh Dewa, apa yang harus kulakukan? Siapa pun gadis yang ada di belakangku saat ini, aku tidak ingin kehilangan dia ... .
***
Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby sampai TAMAT hanya Rp. 1000/bab! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top