42. Sindiran

Keesokan harinya, pekarangan kastel Dunhill tampak ramai dengan kereta-kereta kuda. Berbagai lambang keluarga bangsawan terpatri di bagian pintu kabin. Para tuan dan nyonya kaum elite mulai berdatangan untuk menghadiri pesta.

Pelayan-pelayan sibuk menyediakan kamar bagi para tamu. Di dekat kastel Dunhill terdapat penginapan mewah milik keluarga Basset, yang memang diperuntukkan sebagai tempat tinggal sementara bagi tamu-tamu penting. Mereka yang memiliki gelar di atas Count Basset juga dapat memilih untuk menempati kamar-kamar yang masih kosong yang ada di kastel Dunhill.

Alfred memilih agar keluarganya dapat menginap di kastel Dunhill. Keluarga Foxton merupakan yang paling cepat sampai dibanding bangsawan-bangsawan lain. Alfred memang selalu disiplin soal waktu. Baginya, lebih baik datang awal ketimbang terlambat.

Sementara keluarga-keluarga lain baru datang keesokan harinya. Alex sibuk menyambut tamu satu per satu. Mereka yang menyadari kehadiran Duke Alfred Foxton di sekitar kastel Dunhill memberikan salam penghormatan.

"Salam, Yang Terhormat Duke dan Duchess Foxton," sapa para bangsawan tersebut. Alfred menganggukkan kepala.

"Apakah Anda hanya datang berdua saja, Tuan dan Nyonya?" tanya mereka, melihat tidak adanya kehadiran dua putra Foxton di sana.

"Putra-putraku sedang berada di dapur," jawab Sofia. Tentunya, hal ini membuat tamu-tamu lainnya bingung. "Di dapur, Nyonya?"

"Mereka berdua sedang memasak," sahut Alfred enteng, menimbulkan keheranan dari semua tamu yang lain.

***

"Kak, ini cukup diaduk-aduk saja?" tanya Linden. Peluh bercucuran di dahi, terkena hawa panas yang muncul dari uap rebusan daging dalam panci di hadapannya. Linden menoleh ke arah Lucas yang sedang menyiapkan bahan dan bumbu rawon lainnya.

"Iya, aduk terus sampai setengah matang," jawab Lucas.

Tak lama, Lucas mencampurkan bahan dan bumbu ke dalam panci, tak terkecuali biji kluwek yang sengaja ia bawa beberapa butir. Lelaki itu membawanya untuk mengenang Fiona, tetapi berkat Linden, biji kluwek tersebut kini harus dijadikan masakan.

Lucas menggantikan adiknya mengaduk rebusan daging, sementara Linden duduk beristirahat. Interior dapur di kastel Dunhill hampir mirip dengan yang ada di rumah mereka. Yang membedakan adalah para pelayan dapur di kediaman Foxton telah terbiasa didatangi oleh Lucas untuk memasak, sedangkan di sini, mereka semua terkejut ketika dua orang putra Duke menggunakan peralatan masak begitu lihainya.

Seperti perintah sang majikan yakni Alex Basset, para pelayan diwajibkan membantu kedua Foxton tersebut dalam menyiapkan masakan yang mereka inginkan. Namun, rupanya Lucas hanya meminta untuk disiapkan bahan-bahannya saja, selebihnya ia dan Linden sendiri yang memasak. Bahkan, Lucas meminta para pelayan untuk melakukan pekerjaan mereka sendiri seperti biasa. Ia malah meminta Linden yang membantu melakukan semuanya.

"Kenapa kau tidak minta pelayan Basset saja memasakkannya untuk kita!" keluh sang adik, yang sekarang tengah menopang kepalanya dengan satu tangan di atas meja.

"Karena tadi kau yang ingin makan, maka sekalian saja kuajari," sahut Lucas. Masakan di hadapannya telah rampung. Ia memanggil seorang pelayan untuk menyiapkan mangkuk besar dan menuangkan rawon ke dalamnya.

"Aku hanya ingin makan, bukan memasak." Linden memandangi kakaknya yang sekarang duduk di sebelahnya. Mangkuk rawon sudah siap. Lucas menambahkan sentuhan terakhir, yakni taoge di atasnya.

"Kalau kau sebegitu sukanya pada rawon, dengan kuajari maka kau bisa membuatnya kapan pun, benar?"

Linden berdecak, tetapi ia tak membalas apa pun. Seulas senyum terbit di wajah Lucas. Sudah lama ia tidak melihat adiknya manja seperti ini padanya.

Dari arah pintu, rupanya Renata sedang mengintai apa yang dilakukan dua bersaudara Foxton. Kedua matanya tak dapat lepas dari Lucas. Seusai lelaki itu menyelesaikan masakan, Renata memutuskan untuk pergi dari tempatnya.

***

"Ini sungguh lezat!" seru Nyonya Vedia, setelah mencicipi sesuap rawon saat makan siang. Tak hanya sang nyonya rumah, kedua putra putrinya pun mengungkapkan takjub serupa.

"Anda memasaknya sendiri? Apakah para pelayan kami sama sekali tidak membantu?" tanya Alex. Dirinya hampir saja geram pada para pekerja di rumahnya, sebelum Lucas mengonfirmasi situasi sebenarnya.

"Tak apa. Aku yang meminta mereka semua untuk tidak berbuat apa pun. Lagi pula, Linden sudah membantuku." Lucas menunjuk pada adiknya. Linden hanya berpakaian kemeja sama seperti kakaknya. Tunik sebelumnya sudah banjir keringat. Linden merasa, keringat yang ia keluarkan saat memasak setara ketika ia latihan pagi.

Renata tak memberi kesan apa pun. Hanya setiap suapan ke dalam mulutnya, kedua matanya membuka lebar. Ia tak menyangka, makanan seenak itu dibuat dari pangium yang beracun.

Renata adalah gadis yang telah diajarkan keanggunan sejak kecil. Seluruh tindak tanduknya mengikuti etika kesopanan yang berlaku di Kerajaan Navarre. Seperti misalnya, tidak boleh makan terlalu cepat.

Namun, tampaknya siang ini Renata telah melupakan etika yang satu itu. Dalam setengah menit, ia sudah melakukan dua suapan. Vedia menyadari hal tersebut dan menyentuh lengan putrinya. Beliau mendelik tajam, memperingatkan Renata tanpa kata-kata.

Renata memandangi sup daging di hadapannya. Warnanya kuahnya hitam, ia belum pernah melihat yang seperti itu sebelumnya. Terlebih lagi, aromanya begitu wangi. Renata terkesima. Ia melirik pada Lucas yang ada di seberang.

Setelah menyelesaikan hidangan, Renata mengelap bibir mungilnya menggunakan sapu tangan, seraya berkata, "Masakan Anda sungguh lezat. Sangat tidak disangka, seorang putra bangsawan memasak di dapur. Pasti Anda dikagumi oleh banyak gadis!"

Entah Renata bermaksud menyindir atau tidak. Alex, yang mengetahui tentang rumor buruk mengenai Lucas Foxton, langsung terbelalak mendengar kalimat yang keluar dari mulut adiknya itu. Lucas terkenal sebagai pemuda tak berguna yang tak masuk ke dalam daftar kandidat gadis mana pun. Itulah yang terakhir Alex dengar dari berita kota Warwick.

Karena berita tersebut, Alex yakin kalau perjodohan antara Renata dan Lucas yang direncanakannya akan berjalan mulus. Kini, adiknya itu sengaja menyentil hal sensitif mengenai Lucas. Rasanya, Alex ingin menenggelamkan wajah dalam kuah rawon saja saking salah tingkah.

Namun, rupanya Lucas tak begitu mengambil hati atas ucapan Renata barusan. Ia hanya tertawa kecil dan justru malah menyinggung sekalian tentang hal itu dengan berkata, "Saya yakin, Nona telah mendengar rumor, mengenai betapa buruknya kepribadian saya. Padahal, saya adalah penerus Foxton. Saya tahu rumor tersebut telah tersebar ke seluruh pelosok negeri."

Wajah Alex tampak pucat. Terbata-bata, ia hendak memohon maaf. "Adikku sangat lancang bertanya seperti itu ... Maafkan---"

"Tidak apa. Dulu, mungkin saya akan terluka mendengar sindiran seperti itu. Tetapi, sekarang saya tidak terlalu peduli apa kata orang lain. Yang penting, saya sudah berubah, dan orang-orang terdekat mengetahui hal itu. Bagi saya, itu sudah cukup." Dengan tenang, Lucas menjelaskan seraya tersenyum. Alex bernapas lega, sementara Renata membalas jawaban Lucas dengan ikut tersenyum.

Kegiatan selanjutnya adalah berkuda di tepi hutan Pavwoods yang ada di pinggir kota Hamich. Keluarga Foxton dipersilakan untuk memilih kuda terbaik milik Basset yang ada di kandang. Saat berjalan di belakang, Alex menghampiri adiknya dan mendelik marah.

"Sekali lagi kau bicara sembarangan, maka aku akan---"

"Kak, dia orangnya lumayan," sahut Renata tiba-tiba. Alex sampai mendekatkan telinga pada adiknya itu agar tidak salah dengar. "Siapa yang kau maksud?"

"Lucas Foxton," jawab Renata. "Aku tertarik padanya."

***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top