23. Status Kepemilikan
"Berikutnya!" Suara Seri yang melengking membuyarkan tatapan dan bisik-bisik dari apa yang terjadi pada Fiona dan Lucas. Michael sendiri masih tampak bingung pada apa yang terjadi, hingga Tibal menghampiri dan menjitak kepalanya.
"Aduh! Apa, sih!"
"Apa yang kau lakukan, bodoh!" bentak Tibal. Wajahnya tampak panik.
Michael mengerutkan dahi. "Hah? Memangnya apa yang sudah aku lakukan?"
"Kau tidak tahu tentang gosip yang beredar?" Tibal merangkul Michael, menundukkan kepala temannya itu agar sejajar rendah dengannya. "Apa kau tidak tahu rumornya? Mereka itu ... ." Tibal mulai membisiki Michael, hingga membuat temannya itu tercengang. "Apa?! Jadi yang tadi itu, aku sudah---"
Suara deheman kembali terdengar dari arah belakang dua sahabat itu. Michael sampai terlonjak kaget. Kali ini, suara itu datang dari orang yang berbeda. Semua prajurit dan pekerja memberikan salam penghormatan. "Salam, Tuan Linden Foxton!"
"Apa yang kalian lakukan di sini? Apa kalian dibayar untuk berkumpul-kumpul seperti ini?" tanya Linden dengan suara perlahan dan berat. Matanya menatap tajam pada setiap pekerja dan prajurit yang ada di sana, hingga mereka semua menurunkan pandangan.
Tiba-tiba, secara berani Seri mengacungkan tangan dan berbicara lantang. "Saya sedang mengumpulkan data pembeli potensial yang berhasil didapatkan dari para pekerja dan prajurit setelah menjalankan misi rawon yang diberikan oleh Fiona!"
Linden sampai mengerutkan dahi karena tak mengerti ucapan Seri barusan. "Jelaskan lebih rinci."
Seri mulai menceritakan keinginan Fiona untuk mengetahui seberapa penasaran para warga apabila ada masakan yang dibuat dari bahan yang beracun. Fiona juga ingin tahu dari kalangan mana saja para warga itu berasal dan pekerjaan mereka semua. Maka dari itu, para pekerja dan prajurit dimintai tolong untuk membicarakan rawon setiap kali mereka keluar area kastel Abbott.
Seri menjelaskan sedetail mungkin sesuai yang dia ingat. "Kalau tidak salah, namanya itu pendekatan secara tidak langsung, Tuan!"
"Hmmm ... ." Linden mengambil kertas yang ada di tangan Seri dan mempelajarinya. Ia tampak berpikir cukup lama, sebelum akhirnya kembali bertanya, "Temanmu, pelayan yang bernama Fiona itu, yang merencanakan ini semua?"
"Benar, Tuan!" sahut Seri.
"Katakan, dari mana temanmu itu berasal? Sejak kapan dia bekerja di sini?" tanya Linden. Seri berusaha mengingat-ingat. "Fiona pernah cerita dulu sekali, kalau dia berasal dari desa Glossop. Lalu dibawa oleh Tuan Lucas untuk bekerja di sini sejak enam bulan yang lalu."
"Desa Glossop, ya?" Linden mengonfirmasi seraya mengangguk-angguk. Ia mengembalikan kertas laporan pada Seri. "Terima kasih informasinya."
Seri melakukan curtsy sejenak, lalu kembali mengumpulkan data dari orang-orang yang mengantre di hadapannya. Sementara itu, Linden mengedarkan pandangan ke sekitar, mendapati masih saja ada yang terdiam di tempat, seolah menunggu perintah.
"Apa lagi yang kalian lakukan di sini? Kembali ke pos masing-masing!" perintah Linden.
Para pelayan laki-laki yang sedari tadi menikmati kecantikan Fiona langsung membubarkan diri. Para prajurit pun hendak melakukan hal yang sama, sebelum Linden menghentikan mereka.
"Khusus kalian, lari keliling kastel sepuluh kali putaran."
Para prajurit terkesiap, tetapi mereka tidak bisa melawan. Mereka hanya mampu memberi hormat dan mulai berlari di pekarangan kastel yang sangat luas itu, tentu saja dengan gerutuan kecil yang tak terdengar oleh Linden.
Tibal dan Michael mengekor di belakang barisan lari, tetapi Linden memanggil Michael dan berkata, "Untukmu, dua puluh kali putaran."
"Apa?! Tapi, Tuan, apa salah saya---"
"Membantah sama dengan tambahan sepuluh kali putaran."
Michael mengatupkan mulut, mengurungkan niatnya untuk protes. Ia hanya bisa berlari pasrah, mengikuti teman-temannya di belakang.
Linden memandangi punggung para prajuritnya yang makin menjauh. Sebenarnya ia sudah memperhatikan apa yang terjadi sejak awal, terutama saat Lucas tiba-tiba datang dan menghentikan apa yang dilakukan Michael pada Fiona.
Hanya mencium punggung tangan saja, Kak Lucas bisa semarah itu. Sudah kuduga, ucap Linden dalam hati. Suasana hati Lucas sedang baik akhir-akhir ini, tetapi malah dikacaukan oleh Michael. Itu sebabnya, Linden memberikan hukuman tambahan bagi prajuritnya itu.
Linden beralih memandang ke arah Seri dan kertas di tangan gadis itu. Ada kecurigaan baru yang muncul dalam benaknya.
Bagaimana mungkin, seorang pelayan biasa dapat berpikir sejauh itu untuk memasarkan suatu barang?
***
"Statusmu itu milikku! Masih kepunyaanku! Aku tidak mau apa yang menjadi milikku disentuh laki-laki lain seenaknya!"
Teriakan Lucas bergaung di telinga Fiona. Kedua tangan gadis itu masih dicengkeram kuat-kuat oleh sang tuan muda, hingga meninggalkan bekas merah. Lucas bagaikan serigala liar yang mengamuk. Emosi yang selama ini dikurungnya tiba-tiba terlepas.
Fiona meringis menahan sakit, tetapi Lucas tampak tak peduli. Seolah ingin mematahkan tangan budaknya itu.
"Ampun, Tuan ... sakit ... sakit ..."
Lucas terkesiap. Fiona akhirnya meneteskan air mata, membuat pemuda itu tersadar dari amukannya. Ia segera menjauh ke arah tempat tidur, meninggalkan Fiona yang masih menangis seraya meraba pergelangan tangannya yang terasa perih.
Lucas mundur hingga menabrak tepian tempat tidur, dan duduk di atasnya. Pemuda itu menelungkupkan wajah dengan kedua tangan, tak berani menatap Fiona yang menangis.
"Maafkan aku ... maaf ... maaf ... . " Hanya itu yang terucap dari bibir Lucas berulang kali.
Fiona menyeka air mata yang tersisa di pipi. Ia cukup terkejut melihat perubahan drastis pada sikap majikannya itu. Baru saja ia marah-marah, dan kini sudah menyesal bahkan hampir menangis. Fiona mengetahui, kalau sebenarnya sang tuan muda tidak bermaksud kasar seperti itu. Saat ini, Lucas tampak seolah sedang bergulat dengan perasaannya sendiri. Pemuda itu mulai tertekan lagi seperti dulu.
Fiona berjalan mendekat, lalu memeluk Lucas yang sedang duduk, hingga kepala sang majikan menyentuh perutnya. "Tidak apa, Tuan. Aku sudah memaafkan Anda. Jangan terlalu banyak pikiran, ya ... ."
Mendengar hal itu, Lucas memeluk Fiona erat, sembari terus mengatakan hal yang sama. "Maafkan aku ... jangan pergi ... jangan pergi ... ."
"Aku tidak pergi, Tuan. Jangan khawatir ... ." Fiona menunduk hingga wajahnya berdekatan dengan Lucas, lalu menatap tuannya itu lekat-lekat. "Lihat, aku di sini, di sisimu. Aku akan membantumu sampai jadi penerus keluarga ini. Jangan khawatir."
Seperti anak kecil, Lucas hanya diam dan mengangguk. Fiona pun tersenyum. Monster di hadapannya berhasil ia jinakkan. Kali ini, Lucas yang menatapnya lekat-lekat.
"Ada apa, Tuan? Kenapa melihatku begitu?"
"Kamu ... ." Lucas menangkupkan tangan kanannya pada pipi Fiona. "Kamu terlihat cantik hari ini."
Seketika itu juga, rona merah hadir di wajah Fiona. Sejak tadi ia tak begitu peduli pada berpasang-pasang mata para prajurit dan pelayan pria yang terpesona memandangnya. Ia bahkan tak acuh ketika Michael tak segan-segan menyatakan ketertarikannya. Akan tetapi, begitu Lucas yang mengucapkannya, entah mengapa ada rasa hangat mengalir dalam hati Fiona.
Fiona langsung melangkah mundur dan berpaling ke arah pintu. Ia pun berlari tergesa-gesa. "Sa-saya pergi dulu, Tuan. Masih banyak pekerjaan ysng harus diselesaikan!"
Tinggallah Lucas seorang diri di kamarnya. Rona merah menyusul hadir di pipi setelah pelayan kesayangannya itu pergi. Lagi-lagi, ia menelungkupkan wajahnya dalam kedua tangan.
"Apa yang terjadi padaku? Hari ini aneh sekali ... ."
***
Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top