17. Perubahan Lucas
Satu minggu berselang, setelah melakukan pencucian dan perebusan biji keluak langsung di lahan yang bersangkutan. Selama itu pula, hampir setiap harinya Lucas bertanya, apakah kloter biji yang telah dikubur abu pertama sudah bisa diproses lebih lanjut atau belum.
"Hari ini, bisa?" tanya Lucas bersemangat. Namun, sama seperti hari sebelumnya, Fiona menggeleng. "Belum, Tuan."
Beberapa hari kemudian, pertanyaan yang sama terulang. "Sudah?"
"Belum! Sudah kubilang 40 hari!" jawab Fiona gusar.
"Memangnya harus seperti itu jumlah harinya?" Lucas bertanya sambil sedikit merajuk. Fiona mendengkus kasar. "Iya! Sudah ah, aku masih bersih-bersih yang lain!"
Sejujurnya, Fiona juga tidak yakin apakah harus pas 40 hari. Namun, seperti itulah yang diajarkan oleh mendiang nenek dan orang tuanya dulu. Lagi pula, Fiona tak mau ambil risiko, seandainya fermentasi tidak berjalan dengan baik hanya karena tidak sabar.
Selama proses penantian itu, ada satu hal yang jelas berubah. Lucas tidak lagi merasa tertekan. Setiap hari, ia merasa bersemangat untuk bangun pagi dan menjalani hari. Bukan dengan sibuk makan di dapur atau hanya menyendiri di kamar. Lucas punya kegiatan baru, yakni pergi ke lahan untuk melihat perkembangan pepohonan pangiumnya.
Pencucian dan perebusan yang dilakukan bersama Fiona tidak cukup dilakukan dalam satu hari, karena buah pangium yang berjatuhan saat itu banyak sekali. Setelah diajari oleh budaknya, Lucas jadi hafal dan bisa melakukan semua prosesnya sendirian. Setiap harinya, Lucas pulang membawa karung baru berisi biji yang sudah terpendam abu untuk disimpan di dapur.
Namun, setelah semua biji yang berhasil dipanen telah habis, Lucas kembali uring-uringan, tak tahu apa yang harus dia kerjakan sementara semangatnya masih membara. Fiona mengetahui hal itu dan mengajukan usul, "Bagaimana kalau Tuan berolahraga saja di lahan?"
"Olahraga?"
Fiona mengangguk. "Anda bisa lari setiap pagi di sana, mungkin sekitar satu atau dua putaran saja cukup."
Raut wajah Lucas langsung berubah masam. "Tapi---"
"Ini penting," potong Fiona. "Kemarin saat menimba air dan mencuci biji kluwek, Anda sudah terlihat kelelahan dan berkeringat sebanyak itu, sampai kemejanya basah. Padahal, nanti kalau rencanaku ini berhasil, Anda akan diharuskan menimba air lebih banyak lagi!"
"Oh, begitukah?" tanya Lucas. Fiona mengiyakan. "Dan kita tidak bisa meminta bantuan pelayan lain terus. Nanti Tuan Besar bisa mencurigai kita. Anda bilang, tidak akan memberitahu beliau sebelum berhasil, benar?"
Lucas mengangguk. Memang benar, ia tidak ingin menaikkan harapan ayahnya sebelum ia sendiri yakin kalau rencana Fiona soal mendatangkan keuntungan dari biji pangium ini berhasil. Kalau sampai Duke Foxton kembali kecewa karena harapannya terlalu tinggi, posisi penerus itu tidak akan jatuh ke tangan Lucas.
Lucas berpikir lama, sebelum akhirnya mengiyakan dengan berat hati.
Begitulah, kegiatan baru Lucas dimulai. Setiap pagi ia pergi ke lahan dengan kudanya. Bukan untuk memeriksa pangium, melainkan berolahraga. Fiona pun mulai mengawasi diet Lucas. Ia tidak memperbolehkan majikannya itu untuk masuk ke dapur atau makan apa pun sebelum jam makan seharusnya.
"Percuma Anda berolahraga kalau kalorinya terus ditambah berlebihan. Anda mau berubah, bukan? Makan buah saja kalau lapar!" bentak Fiona dengan tegas, ketika Lucas mulai berjalan-jalan di sekitar dapur. Fiona yang membentak Lucas, para pelayan lain yang ketakutan mendengarnya. Mereka takut kalau sampai pemilik rumah tahu, putranya sedang dihardik oleh seorang pelayan. Semua bisa terkena akibatnya karena tindakan Fiona.
Namun ajaibnya, dan yang para pelayan lain tak sangka, Lucas menuruti apa kata Fiona. Ia memang tidak ingin orang lain selalu menghinanya sebagai si gendut yang tak berguna. Antara gendut dan tak berguna, Lucas ingin menghilangkan salah satunya dulu.
Kini, di kamarnya selalu tersedia buah-buahan, seperti pisang, apel, dan stroberi. Kalau sudah tak tertahankan lagi, Lucas dianjurkan makan kentang rebus atau bubur oat. Nafsu makan Lucas bisa ditekan selama ia tidak stres berlebihan.
Diet Lucas membawa perubahan. Terakhir kali mengukur, beratnya sampai 90 kilogram. Setelah dua minggu berjalan, jarum timbangan itu menunjukkan angka 87 kilogram.
"Lihat, kalau berusaha pasti bisa, 'kan? Ayo, tetap semangat, Tuan!" seru Fiona. Lucas pun tertawa melihat Fiona ikut gembira.
Satu hal lagi yang berubah, Fiona tidak pernah lagi dipanggil oleh Lucas ke kamarnya saat malam hari. Hal ini membuat Fiona bernapas lega, ia tak perlu takut atau membuat-buat alasan untuk menghindar lagi. Setelah bekerja di kastel seharian, gadis itu bisa langsung pulang bersama para pekerja lain ke asrama tanpa harus bangun lagi di waktu tengah malam. Gosip dari para pelayan tentang hubungan mencurigakan antara Fiona dan Lucas pun tak terdengar lagi. Mereka seakan sudah melupakan hal itu.
Tibalah akhirnya jua, hari ke-40 yang dinanti-nantikan oleh Lucas. Pemuda gemuk itu berlari menemui Fiona yang sedang berada di area sumur belakang kastel. Baru saja Lucas hendak membuka mulut, Fiona memotongnya dengan anggukan. "Iya, sudah."
Dengan riang, Lucas membuka ikatan karung biji yang disimpan Fiona di dapur. Ia merogoh ke dalam dan mengambil beberapa butir dari balik kuburan abu. Sesaat kemudian, dahi pemuda itu berkerut. "Kenapa tidak ada yang berubah?"
Fiona yang mengekor masuk ke dapur melihat tuannya sedang menggali semua biji dalam abu dan mengeluarkannya ke atas meja. Fiona pun berkata, "Fisiknya tidak berubah, tapi coba dekatkan ke hidung. Aromanya sudah berbeda."
Lucas memandangi Fiona dengan tatapan sangsi. Ia membaui sebiji pangium di tangan. Kedua matanya terbelalak. "Wangi!"
"Benar, kan?" Fiona mendekat ke arah meja dan mengambil sebutir. Gadis itu mendekatkan biji itu ke telinga dan mengocoknya. Terdengar ada isinya. Lalu, ia mengocoknya di dekat telinga Lucas. "Anda dengar, isi di dalamnya sudah lepas. Berarti fermentasinya berhasil. Lihat ini."
Fiona mengambil sebuah ulekan batu dari rak dapur, lalu memukulkannya ke biji tadi di atas meja hingga terbelah. Terlihat di dalamnya ada gumpalan warna hitam yang terlepas dari cangkangnya.
"Ini daging biji kluwek yang sudah terfermentasi dengan baik. Warnanya hitam." Fiona mencuil gumpalan hitam tersebut dan merabanya dengan ujung jari telunjuk dan jempol. "Teksturnya halus dan aromanya wangi."
"Oh, saya baru tahu kalau biji pangium bisa dibuat wangi seperti ini!" Brie sang kepala pelayan rupanya telah berdiri di sebelah Fiona, ikut membaui sebutir biji. "Lalu, apa fungsinya?"
"Ini bisa dimakan?" tanya sang koki utama, tag namanya bertuliskan "Wilson". Tanpa menunggu jawaban Fiona, Wilson mengambil secuil gumpalan hitam dan memasukkannya ke mulut. Pria tua itu mengerucutkan mulut. "Tidak ada rasa! Bagaimana ini bisa dijual!"
"Bukan dengan dimakan langsung seperti itu, Pak! Sebelumnya pernah kubilang, biji ini akan dijadikan bumbu masak. Ayo, kita siapkan bahan-bahannya."
Fiona berjalan ke arah lemari tempat persediaan bahan-bahan makanan dan mengambil yang ia butuhkan dari sana.
Taoge, serai, lengkuas, daun jeruk, daun bawang, bawang merah, bawang putih ... . Fiona terus mengambil bahan-bahan, meletakkannya di atas meja. Ia berusaha mengingat semuanya. Syukurlah, Kerajaan Navarre beriklim tropis, jadi semua bahan masakan Indonesia bisa kutemukan di sini juga!
"Fiona, apa saja yang kau butuhkan? Biar kubantu!" tawar Lucas. Fiona mengecek semua bahan di atas meja, lalu menoleh ke arah majikannya itu. "Masih kurang daging sapi 400 gram dan air dua liter, Tuan!"
"Baiklah." Lucas langsung menoleh ke arah para pekerja dapur lainnya, yang sejak awal diam-diam memperhatikan dirinya dan Fiona asyik memeriksa biji kluwek. Mereka tak berani ikut campur ataupun bicara. Di sisi lain, mereka juga tak percaya pada biji pangium yang beracun itu bisa dimakan.
"Koki, apa kita punya daging sapi?" tanya Lucas pada para pekerja. Sang koki Wilson mengangguk. "Ada di ruang penyimpanan bawah tanah. Biar saya ambilkan."
Wilson juga jadi ikut bersemangat, setelah tadinya sangsi kalau rencana Fiona akan berhasil. Akan tetapi, biji pangium itu aromanya benar-benar jadi wangi dan sedap. Beliau bisa memperkirakan, bila dicampur makanan, akan jadi sangat menggugah selera.
"Fiona, apa nama makanan yang akan kau masak ini?" tanya Brie, sembari mengamati bahan-bahan apa saja yang ada di atas meja.
Fiona tersenyum lebar saat menjawab, "Namanya rawon!"
***
Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top