11. Pangium
"Dengarlah! Berita terkini! Rupanya sang putra penerus, Lucas Foxton, yang telah membeli lahan penuh pepohonan beracun pangium! Dengarlah! Dengarlah!"
Lucas terbelalak mendengarnya. Beritanya sudah diperbarui. Tadinya, tidak ketahuan siapa dari keluarga Foxton yang telah membeli lahan tersebut. Sekarang malah nama lengkapnya digaungkan dengan jelas oleh si pencanang.
Ia dapat melihat jelas bahwa orang-orang berkerumun di sekeliling si pencanang. Setidaknya, ada lebih dari tiga kali namanya diteriakkan dalam berita yang sama. Tak hanya rakyat biasa saja, warga dari kalangan bangsawan pun turut mendengar. Mereka terlihat berbisik-bisik, seperti menyimpulkan sesuatu. Lucas tak bisa mendengar karena terlalu jauh.
Kemudian, salah satu dari warga menyadari adanya kereta kuda Foxton yang lewat. Ia membuka mulut seraya menunjuk ke arah kendaraan yang Lucas dan Fiona naiki. Secara refleks, Lucas memundurkan tubuhnya, agar dirinya terhalang oleh bilik kabin.
Lucas tak dapat melihat apa yang selanjutnya dilakukan oleh para warga. Ia hanya bisa mengira kalau mereka berjalan mendekat, karena makin lama terdengar obrolan sayup-sayup.
"Itu kereta Foxton! Waktunya pas sekali, datang saat pencanang membawakan berita buruk tentang putra mereka!"
"Hei, sebut namanya dengan jelas! Putra mereka itu ada dua, dan si bungsu sangat jauh berbeda!"
"Benar juga, ya! Mereka seperti langit dan bumi! Yang sulung itu menjijikkan!"
"Hei, ssttt! Jaga bicaramu! Nanti mereka dengar!"
Obrolan para nyonya dan gadis itu tak lagi terdengar oleh Lucas. Pikirannya kosong. Hanya ada kata-kata 'menjijikkan' yang terus menggema.
Seketika itu juga, wajah Lucas merah menahan emosi. Darahnya serasa naik sampai ke kepala.
"Argghhh!"
***
"Tuan? Ada apa? apa yang terjadi?" Fiona bertanya, bingung. Ia terlonjak bangun setelah mendengar suara teriakan. Kupingnya sampai pengang, teriakan sekencang itu terjadi di dalam kabin yang sempit. Namun, Lucas tak menjawab pertanyaan Fiona. Pemuda itu menutup kedua telinganya dengan tangan. Ia juga memejamkan mata erat-erat. Wajahnya meringis seperti kesakitan.
Fiona mengerutkan dahi. Ia jadi panik sendiri. Namun, empat prajurit yang mengawal di luar tidak berbuat apa-apa. mereka bahkan tidak terkejut mendengar teriakan Lucas barusan. Seolah hal ini sudah sering terjadi.
Sayup-sayup, obrolan para warga tadi sampai jua ke telinga Fiona. Gadis itu baru mengerti. Oh, ini adegan yang ada di webtoon! Kereta kuda Renata sedang lewat sini, saat dia hendak berbelanja. Lalu, ia mendengar kabar tentang Lucas. Ya, ya, ya ... .
Fiona segera mengempaskan pintu jendela kabin agar tertutup. Ia pun melakukan hal yang sama pada jendela kabin di sisi Lucas. Kemudian, gadis itu membuka pintu kecil di dinding kabin sebelah kiri Lucas, tempat penumpang bisa berbicara pada sang kusir. "Pak, percepat laju keretanya."
Sang kusir sedikit terkejut, ia melirik ke arah Fiona yang ada di belakang bahu. "Tapi, ini area ramai, Nona. Kita tidak bisa berjalan cepat begitu saja."
"Kalau begitu, tolong cari jalur alternatif. Lewat mana saja, asal menjauh dari alun-alun ini!" Fiona menegaskan. Kusir pun mengangguk. "Baiklah."
Kuda-kuda pun segera diperintahkan untuk berbelok sebanyak 90 derajat. Mereka diarahkan untuk melewati jalan-jalan kecil yang lebih sepi. Setelah keadaan cukup tenang dan tak terdengar lagi keriuhan alun-alun, Fiona duduk di sebelah majikannya. Gadis pelayan itu menyentuh kedua tangan Lucas yang menutupi telinga. Seketika itu juga, Lucas berhenti gemetar. Pemuda itu membuka mata dan telinga perlahan-lahan.
"Sudah tenang, Tuan," ucap Fiona sembari tersenyum. Lucas melihat ke sekeliling. Kabinnya jadi gelap karena tidak ada lubang cahaya yang terbuka. Fiona berbicara lagi pada kusir. "Kalau sudah melewati benteng luar kota, tolong beritahu kami ya, Pak!"
"Baiklah, Nona. Sekitar sepuluh menit lagi," sahut kusir.
Tak lama, Fiona membuka pintu jendela begitu kusir memberitahukan mereka sudah keluar dari kota Warwick. Embusan angin semilir pedesaan segera merasuki ruang kabin. Lucas mengatur pernapasannya. Rasanya tak menyesakkan lagi seperti tadi.
"Tuan, mau minum?" tawar Fiona.
Lucas menggeleng. "Aku tidak haus. Aku lapar ... ."
"Belum waktunya makan siang! Anda sudah sarapan tadi, 'kan?" Fiona segera menolak permintaan majikannya. "Bertahanlah!"
Meski tidak haus, Fiona tetap memberikan botol air yang terbuat dari kulit pada Lucas. "Minum saja, lumayan untuk ganjal perut!"
Lucas tampak kecewa, tetapi ia tetap meminumnya. Fiona tersenyum puas. Persediaan makanan dan minuman untuk majikannya sebenarnya sudah disiapkan, di keranjang yang saat ini ada di bawah jok Fiona. Akan tetapi, gadis itu tak mau melihat tuannya melampiaskan stresnya lagi ke makanan.
Lucas menenggak air yang ada di dalam botol dari kulit. Sebenarnya perutnya masih lapar, tetapi jadi lebih baik setelah minum banyak-banyak. Fiona tampak tersenyum setelah melihatnya menurut. Lagi pula, entah mengapa ia jadi tak berani melawan perkataan pelayannya sekarang. Aneh sekali, status mereka serasa terbalik sekarang.
"Kau sudah tidak mengantuk lagi?" tanya Lucas. Fiona menggeleng dan berkata, "Tidak apa, sebentar lagi kita sampai, kan?"
"Masih beberapa puluh menit lagi. Waktu itu, kau menguping pembicaraanku dan Ayah, bukan? Lokasi lahannya di desa Firin."
"Eh? Anda tahu saat itu aku sedang menguping!" ceplos Fiona. Ia langsung menutup mulutnya begitu sadar. "Eh, maafkan aku! Maaf!"
"Tentu saja, aku tahu! Kau terlalu mencurigakan untuk berdiri di belakang guci seperti kemarin, hahaha!"
Pertama kalinya, Fiona mendengar tuan mudanya tertawa. Bahunya naik turun dan buncit di perutnya ikut bergerak atas bawah ketika ia melakukannya. Fiona tak pernah melihat Lucas seperti itu sejak ia datang ke dunia ini.
***
"Fiona, bangunlah. Kita sudah sampai!"
Suara Lucas terdengar samar-samar. Rupanya, Fiona tertidur di tengah mengobrol dengan majikannya itu. Gadis itu mengusap kedua mata, sebelum akhirnya melihat ke luar jendela. Kereta kuda Foxton tampak telah berhenti di sebuah tanah kosong. Sang kusir membukakan pintu untuk Fiona. Namun, Lucas mencegahnya saat gadis itu hendak turun.
"Pakai sepatu bot terlebih dahulu! Tanahnya agak lembap." Lucas menyodorkan sepasang sepatu bot kulit hijau pada Fiona. Gadis itu pun mengenakannya, hingga ia bisa menginjak tanah yang tuannya maksud.
Memang tanahnya agak lembap, tetapi tidak sampai jadi lumpur, kecuali bila terjadi hutan. Terdengar suara gemercik air mengalir tak jauh dari tempat Fiona berdiri. Setelah Lucas turun dari kabin, empat prajurit yang mengawal mereka langsung menyebar ke sekitar tepi batas lahan, guna berjaga-jaga.
Di sekitar kiri-kanan Fiona, terdapat pepohonan yang tingginya sekitar 50-60 meter. Ketimbang lahan biasa, area ini lebih pantas disebut hutan, meski tidak rimbun. Batang-batang pepohonan tadi tidak begitu rapat satu sama lain. Daunnya berwarna hijau dan memiliki permukaan yang cukup lebar. Dari kejauhan, Fiona dapat melihat lokasi pertanian dan perkebunan warga desa sekitar.
Lucas menyusul Fiona dan berdiri di belakang gadis itu. "Ini pohon yang dimaksud oleh Ayah. Katanya, semua bagiannya beracun bila tak sengaja terkonsumsi."
"Beracun? Hmmm ... ." Fiona tampak serius berpikir. Kenapa rasanya aku pernah melihat pohon ini, ya?
Fiona mendekati salah satu pohon dan menyentuh batangnya yang ramping. Entah mengapa, gadis itu merasakan nostalgia. Akan tetapi, ia tidak pernah mendengar nama pangium di dunia sebelumnya.
"Kalau begitu, seluruh bagian dari pohon ini tidak berguna sama sekali?" tanya Fiona mengonfirmasi.
Lucas mengangguk. Raut wajahnya tampak murung. "Aku telah melakukan hal yang sia-sia. Kupikir, dengan membeli lahan ini, aku telah membantu seseorang yang memerlukan uang pengobatan secepatnya, tapi ternyata ... ."
Lucas bercerita singkat mengenai kenapa ia bisa membeli lahan ini. Ada orang yang memanfaatkan kebaikannya. Di sini, ada yang membuat Fiona heran. Dari mana orang lain bisa tahu kalau Lucas sebenarnya baik hati? Padahal selama ini, menurut cerita sebenarnya di webtoon, ia sering digosipkan sebagai si gendut yang suka bermain wanita. Ada satu kepingan cerita yang hilang di sini, hmmm ... .
Selagi Fiona berpikir keras, terdengar suara benda jatuh di belakang. Fiona terlonjak, ia segera menoleh. Ada satu buah berbentuk lonjong yang kulitnya berwarna cokelat muda di sana. Fiona segera mendekat untuk melihat lebih saksama. Gadis itu berjongkok, memungut buah tersebut.
Seketika itu juga, Fiona terbelalak. "Lho, ini 'kan, buah yang itu!"
***
Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top