Dua Puluh Delapan

Happy reading. 💜

***

Hari kedua Kiki bekerja, dilalui gadis itu lebih baik dari hari kemarin. Di saat senggang, Andre akan mengajak gadis itu office tour, memberitahu informasi singkat mengenai apa-apa saja yang ada di gedung Halo TV, dan mengenalkan gadis itu kepada beberapa pegawai. Karena itulah, Andre tahu jika Kiki mengikuti acara Grab Me!

“Udah lama?” tanya Andre saat mereka berada di koridor lantai 3.

Kiki menggeleng, melirik sekilas seniornya. Lelaki yang terpaut usia cukup jauh darinya itu begitu bersahabat hingga membuatnya sedikit menghilangkan kegugupan.

“Baru, sih. Malah aku baru sekali ikutan syuting,” balas Kiki.

Andre mengangguk, beberapa detik ia menghentikan langkah. Nampak tengah berpikir hingga membuat Kiki menunggu apa yang hendak lelaki itu katakan. Namun, sedetik kemudian, ia kembali meneruskan langkah.

“Ehm, Kak,” ucap Kiki ragu.

Andre menoleh, menatap Kiki dengan kening berkerut. Terlebih saat menyadari ekspresi gadis itu yang sedikit takut. “Kenapa?”

“Apa boleh kalau aku minta izin setiap hari Kamis buat syuting Grab Me!?"

Entah kenapa, Andre merasa geli. Tidak ingin membuat Kiki tersinggung, lelaki itu mengulum senyumnya.

“Ya, kalau aku, sih, nggak masalah. Nggak tahu kalau sama Pak Hansya. Tapi kayaknya dia bisa memaklumi.”

“Apa beneran nggak masalah?” tanya Kiki, memastikan.

Andre mengendikkan bahu. “Ya, nggak tahu, juga, sih. Coba kamu tanya langsung aja ke orangnya. Kita nggak bakalan pernah tahu kalau belum pernah mencoba. Ketimbang kamu terus menduga-duga, lebih baik dicoba dulu, kan?”

Kiki mengangguk, membenarkan ucapan Andre. Dalam diam, keduanya kembali melangkah. Ponsel di saku celana Andre berdering saat keduanya sudah berada di dalam lift, menuju lantai atas.

“Udah kangen aja, nih orang sama kita,” kelakar Andre sembari memperlihatkan layar ponselnya pada Kiki. Gadis itu tersenyum simpul begitu tahu ternyata Hansya yang tengah menghubungi Andre.

Sedikit memundurkan tubuh, Kiki membiarkan Andre menerima panggilan tersebut. Entah apa yang diucapkan Hansya hingga Andre kini menatapnya jenaka. Bahkan senyum tidak surut dari wajah lelaki itu.
Melalui tatapan mata, Kiki mengutarakan kebingungannya.

“Dia nyariin kamu,” ucap Andre setelah sambungan telepon itu berakhir. Sekaligus menjawab pertanyaan Kiki.

“Karena aku nggak ada di sana, ya?”

Andre mengangguk. Saat pintu lift terbuka, ia melangkah lebih dulu dari Kiki. Bersisian keduanya menuju ruangan Hansya.

“Iya, dia nggak ada nomor ponsel kamu, makanya dia sedikit kesulitan.”

“Kesulitan kenapa?”

“Kamu, kan, sekretarisnya. Masa saat dia butuh kamu buat menemani bertemu klien atau butuh dokumen penting, kamunya susah dihubungi? Makanya, dia butuh nomor ponsel kamu supaya saat kamu nggak ada di meja, kamu bisa dia hubungi,” jelas Andre.

“Oh, gitu.” Kiki manggut-manggut.

Gadis itu melirik Andre sekilas, lantas tersenyum tipis. Meski usia mereka terpaut cukup jauh, sikap bersahabat Andre membuat Kiki merasa seperti dengan teman sebaya. Awalnya Kiki memanggil Andre dengan panggilan 'Pak', tetapi Andre menolak.

“Panggil kakak aja kalau gitu. Ngerasa tua banget gue dipanggil pak,” ucap Andre kala itu. Mengingatnya, Kiki jadi geli sendiri. Semua ketakutan akan adanya senioritas di Halo TV, memudar dengan seiringnya waktu. Semoga hingga ke depan, kehangatan lingkungan kerja ini bisa Kiki rasakan.

“Dari mana aja?”

Suara Hansya langsung menyapa begitu Andre membuka pintu ruangan sang CEO. Kiki sedikit terkinjat dengan nada bicara Hansya yang terdengar seolah tengah kesal.

“Ngajakin Kiki keliling. Biar dia tahu gimana lingkungan di sini,” jelas Andre.

Tatapan Hansya kini beralih pada Kiki yang tampak kikuk. Campuran antara merasa bersalah, takut, dan sedikit risi ditatap Hansya sedemikian rupa. Apalagi saat Kiki menyadari tatapan Hansya bukan sejenis tatapan lelaki yang menyukai seorang gadis, melainkan tatapan kesal atasan pada bawahannya.

“Lain kali izin dulu kalau mau ke mana-mana,” titah Hansya pelan, tapi tegas.

“Baik, Pak,” cicit Kiki. Gadis itu menunduk, menghindari tatapan intimidasi lelaki berkacamata itu.

“Udah, Kiki nggak salah. Gue yang ngajakin dia keluar tadi.” Andre berusaha menengahi.

“Cuma ngasih tahu dia aja,” ucap Hansya.

Kiki sedikit tercengang dengan percakapan non formal antara Andre dan Hansya. Namun mengingat berapa lama Andre menjadi sekretaris Hansya, membuat Kiki memaklumi kedekatan keduanya.

“Ya sudah, kamu bisa kembali ke meja kamu,” kata Hansya setelah sebelumnya ia meminta nomor ponsel Kiki.

“Baik, Pak. Saya permisi dulu,” pamit Kiki. Mengalihkan pandangan pada Andre, gadis itu mengangguk sekilas.
Sepeninggal Kiki dari ruangan, Andre berdecak. Menatap Hansya tidak percaya.

Seriously, lo nelepon gue cuma buat minta nomornya Kiki? Seingat gue, dia nyantumin nomornya di CV. Dan kalaupun lo nggak nyimpen CV Kiki, lo bisa minta sama anak-anak HRD.”

“Berisik!” balas Hansya. Lelaki itu kini menatap layar tabletnya yang tengah menampilkan grafik rating semua program di Halo TV.

“Pasti ada sesuatu,” selidik Andre. Lelaki itu mencium sesuatu yang tidak biasa dari Hansya.

“Gue tahu apa yang bakal lo pikirin, but I'm so sorry, you're wrong.”

Tak disangka, Andre tertawa, membuat Hansya mendelik seketika. Meski tahu Hansya tengah melotot ke arahnya, Andre tidak juga menghentikan tawanya.

“Apa kali ini rencana keluarga lo bakal berhasil?”

“Rencana apaan?”

“Jangan pura-pura bego, Han. Lo tahu jelas apa yang gue maksud.”

“Jangan berharap terlalu berlebihan. Kiki sekretaris gue, dia yang bakal stay bareng gue setelah lo ke Surabaya.”

“Ya, ya, I see. Tapi, harapan itu tentu ada, kan? Lo jangan muna, deh, Han. Apalagi kita udah seusia ini. Bukan zamannya lagi tarik-ulur apalagi sok-sokan nutupin perasaan.”

“Gue nggak tahu,” jawab Hansya, tidak menampik maupun mengiyakan. “Lagian lo bener, gue juga udah capek sama rencana orang tua gue. Mungkin udah saatnya juga gue berumah tangga.”

“Tapi, ada yang lo nggak tahu, Han,” kata Andre. Ekspresi lelaki itu begitu serius.

“Tentang apaan? Kiki?"

Andre mengangguk. “Lo tahu, kan, Grab Me! yang lagi hits itu.”

“Ya tahulah. Itu, kan, program di Halo TV. Kenapa emang?”

“Kiki ikutan acara itu.”

“Oh, ya udah,” respons Hansya, tak acuh.

Andre terbeliak. Tidak menyangka respons Hansya begitu lempem. Padahal ia berharap Hansya akan marah atau melarang Kiki untuk tetap mengikuti Grab Me! Atau yang lebih ekstrim, menghentikan tayangan Grab Me! untuk selamanya.

“Kenapa?” tanya Hansya. “Respons gue nggak sesuai harapan lo?”

You know me so well,” sarkas Andre.

“Itu hak dia, ngapain gue melarang?” Hansya mengendikkan bahu. “Kalaupun dia dapet pasangan dari Grab Me! gue nggak perlu susah-susah buat menolak rencana keluarga, gue, kan?"

“Bukannya lo tadi ngasih dia kesempatan?”

“Siapa bilang? Gue nggak ngomong kalau gue ngasih Kiki kesempatan? Gue cuma bilang kalau udah capek aja sama rencana orang tua gue. Bahkan kakak gue pun ternyata ada kongsi sama Imelda. Gue tahu jelas kenapa Imelda bakalan kerja di rumah sakit di Surabaya sana.”

Andre mendesah, “Padahal gue udah seneng kalau ternyata beneran Kiki orang yang berhasil meloloskan rencana keluarga elo.”

Sorry to hear that,” tukas Hansya. “Udah, sana keluar. Gue mau sendirian di sini.”

“Ya, ya, gue keluar.”

Hansya tersenyum miring penuh kemenangan karena berhasil mematahkan harapan Andre. Namun begitu ia benar-benar sendirian di ruangannya, Hansya kepikiran juga dengan ucapan Andre tadi.

“Grab Me!,” gumam Hansya. Lelaki itu melepaskan kacamata, memijat pangkal hidungnya. “Berapa banyak orang yang lajang di dunia ini?”

Pertanyaan Hansya tidak terjawab. Bahkan sebenarnya ia juga tidak membutuhkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Tidak penting dan tidak mau tahu.

***

Halo!
Hansya dan Kiki come back!
Ada yang nungguin? Pastinya ada dong, hehe. Udah hampir sebulan naskah ini aku anggurin.
Banyak yang nanya kapan aku update, nah udah aku jawab, kan. hari ini aku update-nya. Semoga suka, ya. Semoga lancar juga puasa kalian hari ini, bagi yang menjalankan.

Xoxo

Winda Zizty

14 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top