4
Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Elfata berlari terbirit-birit sambil terus meneriakkan nama Diana. Iris biru cerah pemuda itu menelusuri pemandangan yang terasa sangat asing bagi matanya dengan rasa khawatir. Banyak sekali bangunan yang menyerupai bentuk rumahnya. Namun, atap mereka kebanyakan terbuat dari jerami, meski sebagian memakai kayu. Dan, kini sebagian dari mereka dalam kondisi terbakar.
Kepala Elfata terus bergerak untuk mencari keberadaan Diana. Indra penciumannya kali ini tidak dapat membantu. Bau gosong juga aroma lainnya yang bercampur baur membuat dia hanya dapat mengandalkan penglihatan juga pendengarannya.
Beberapa orang manusia baik laki-laki maupun perempuan, bahkan anak-anak terlihat terkapar tidak bergerak di atas tanah yang sudah dibasahi oleh cairan merah berbau amis. Sebagian besar dari mereka telah tewas.
Tiba-tiba suara jeritan seorang perempuan terdengar nyaring pada salah satu rumah yang belum terbakar. Mata Elfata seketika melebar akibat terkejut.
"Cecil!" seru Elfata. Dia bergegas melangkahi seekor induk ayam yang berlari panik bersama deretan anak-anaknya dan dengan gesit menghindari seekor sapi betina yang hampir menabraknya.
Pemuda itu melewati hamparan pekarangan mungil yang ditanami berbagai tanaman obat, lalu bergegas masuk melalui pintu kayu yang telah rusak akibat didobrak seseorang. Napas Elfata seketika tertahan dan matanya terbelalak kala melihat pemandangan yang terjadi di hadapannya.
Seorang pria kurus berambut keemasan sekitar berumur empat puluh tahun, yang dia yakini sebagai suami Cecil, terkapar pingsan di atas lantai kayu dengan kondisi babak belur dan penuh luka sayat, dekat sebuah ranjang jerami tertutup seprai yang di atasnya sedang ditiduri oleh seorang perempuan berkisar tiga puluh tahunan berambut hitam panjang terkepang satu, yang terus meronta akibat ditindih oleh seorang pria berambut hitam dan bertubuh besar.
Kulit laki-laki ini berwarna cokelat, jauh lebih gelap dari Elfata yang menghabiskan sebagian besar waktunya di alam terbuka, sedangkan model pakaiannya mirip celana kain yang kebesaran dipadu dengan rompi tanpa kaus, terlihat sangat asing bagi mata pemuda itu.
"Lepaskan Mama!" Teriakan dua orang bocah perempuan sekitar berumur delapan dan lima tahun, yang mencoba menarik kaki penjahat yang berada di atas ibu mereka menyadarkan Elfata.
Iris biru Elfata seketika dikelilingi lingkaran keemasan kala penjahat itu menendang bocah yang lebih tua hingga punggung anak tersebut menghantam keras dinding kayu di belakangnya. Dia langsung mengangkat tangan kanan ke arah laki-laki asing yang kini mencoba merobek pakaian Cecil, lalu berseru, "Rantai!"
Sebuah rantai yang diselimuti cahaya hijau samar seketika keluar dari telapak tangan Elfata yang terbuka lebar. Benda sihir itu memelesat cepat saat targetnya mendongak dan membelit leher sang penjahat dengan cepat.
Suara cekikan terdengar dari mulut pria berkulit cokelat itu. Dia menggunakan kesepuluh jari tangannya untuk melepaskan rantai yang membuatnya tidak dapat bernapas. Namun, Otot-otot tangan Elfata telah membesar, bersamaan seringai mengerikan yang menunjukkan deretan taring, tercetak pada wajahnya. Tangan kiri pemuda itu ikut membantu mencengkeram rantai sihirnya yang masih tergenggam oleh tangan kanan, lalu menariknya sekuat tenaga.
Tubuh penjahat itu seketika jatuh terguling di atas lantai dengan mata membeliak lebar dan patah pada tulang leher. Cecil terduduk dengan napas terengah-engah. Dia mencengkeram bagian atas gaunnya yang koyak dan menatap Elfata dengan penuh kelegaan, sebelum segera turun dari ranjang untuk memeriksa kondisi anak sulungnya yang meringis kesakitan.
Iris keemasan Elfata menghilang begitu juga dengan otot-ototnya juga taringnya yang kembali seperti sediakala. Dia mematung ketika melihat mayat manusia dengan darah segar mengalir keluar dari sudut bibirnya. Ini pertama kalinya dia membunuh seorang manusia ….
Isakan dari balita perempuan yang kini mencengkeram erat gaun Cecil yang sedang menggendong putri tertuanya untuk diletakkan di atas ranjang, membuat Elfata tersadar. Dia mengibaskan tangan kanan untuk menghilangkan sihir dan bertanya dengan nada khawatir.
"Diana, di mana Diana?"
"Diana?" Cecil bergeming sesaat sebelum wajahnya memucat. "Diana!"
Cecil segera menurunkan anaknya di atas ranjang dan hendak berlari mencari adiknya sehingga putri bungsunya melepaskan pegangan. Namun, rintihan pelan dari suaminya yang mulai sadar membuat wanita refleks berjongkok di sisi laki-laki itu.
Cecil menoleh ke arah Elfata dan berucap dengan suara bergetar. "Ku-kumohon temukan Diana. Dia pasti datang tepat ketika para penjahat sedang membakar desa …."
Pemuda itu langsung memutar tubuh. Namun, belum juga dia bergegas keluar, teriakan Cecil membuat langkahnya terhenti sejenak.
"Elfata, jangan gunakan sihirmu! Jangan mereka tahu bahwa kau seorang penyihir!"
Elfata mengangguk kecil kemudian memelesat keluar untuk mencari Diana yang menghilang.
*****
Kericuhan masih terjadi di luar rumah Cecil. Mata Elfata menangkap seorang orang laki-laki yang berpenampilan serupa dengan manusia yang dia bunuh, sedang menjambak keras rambut seorang gadis yang meraung kesakitan hingga terseret di atas tanah, sedangkan dua penjahat lainnya terlihat sibuk memasukkan berbagai barang jarahan ke atas sebuah kereta bak terbuka yang ditarik oleh seekor kuda.
Tubuh Elfata gemetar hebat karena menahan amarah. Adrenalin yang terpacu lagi-lagi mengubah wujud pemuda itu hingga terlihat sedikit lebih besar dibandingkan fisik manusianya. Bola mata birunya yang dikelilingi lingkaran keemasan berkilat jenaka. Dia menarik pedangnya untuk dipanggul pada bahu kemudian berjalan santai ke arah penjahat yang sedang bersiul riang tanpa memedulikan laung kesakitan gadis yang dia tawan.
Sebuah tepukan pada bahu membuat pria setinggi seratus delapan puluh sentimeter itu menoleh ke arah pemuda yang sedikit lebih pendek darinya. Elfata tersenyum kecil saat mereka saling bertatapan. Pemuda itu lalu bertanya dengan nada yang sangat sopan. "Tuan, dapatkah kau berhenti menjambaknya? Gadis itu terlihat tidak menyukainya."
Dua penjahat lainnya yang berada tidak jauh dari Elfafa segera berhenti menata barang-barang rampasan. Mereka menarik pedang melengkung yang sebelumnya tersarung di pinggang kemudian berjalan mendekat dengan senyum culas terpasang pada wajah keduanya.
Laki-laki yang diajak bicara oleh Elfata melepaskan cengkeraman pada rambut si gadis. Dia juga menarik keluar pedang bulan sabitnya dengan ekspresi terganggu. "Jagoan, eh?"
Elfata melirik sekilas ke arah gadis yang berusaha kabur dengan merangkak sebelum perhatiannya teralih kepada para penjahat yang kini mengepungnya dari berbagai sudut. Tawa meremehkan dari ketiganya pun masuk ke indra pendengaran pemuda itu dan membuat perasaannya berkecamuk.
Tiga lawan satu. Dia belum pernah dikeroyok seperti ini. Biasanya Miriam atau ayahnya bahkan terkadang ibunya selalu hadir untuk membantu. Namun, kini pemuda itu harus menghadapi para manusia, makhluk yang lebih berakal daripada hewan di hutan, seorang diri dan tanpa memakai sihir.
Ini … sangat … mengasyikkan ….
Elfata seketika menarik senyum lebar dan tertawa terpingkal-pingkal. Salah satu dari penjahat berhenti terkekeh kemudian berseru nyaring. "Apa yang lucu?!"
Elfata berusaha menyembunyikan taringnya yang memanjang dengan tidak membuka bibirnya lebar-lebar. Namun, pemuda itu tidak mampu untuk berhenti menyeringai. Dia berlari ke arah sang penjahat sambil menghunuskan pedang yang gagangnya dia genggam dengan kedua tangan kemudian balas berteriak, "Karena hari ini aku bisa membunuh kalian!"
16 Maret 2022
Benitobonita
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top