15

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Langit telah berganti merah kala wangi sup kaldu babi jamur menguar dari kuali yang mengepulan asap panas dan membuat keempat gadis yang berada di kerangkeng menelan liur akibat lapar. Namun, ketiga pria besar yang kini duduk santai di tepi hutan sama sekali mengabaikan mereka. Mereka memandang rakus ke arah masakan yang masih setengah matang.

"Hei, cepatlah!" bentak si Gendut ke arah Diana yang masih sibuk mengaduk kaldu memakai spatula kayu. Gadis itu mendelik kesal. Namun, dia menahan lidahnya dan memasukkan seraup jamur sehingga memperkuat aroma lezat yang membuat perut mereka berbunyi nyaring. 

"Sudah selesai." Diana melapor dengan wajah ceria. Gadis itu meraih satu dari tumpukan mangkok tanah liat kemudian menyendok masakan itu sambil mendecakkan lidah. "Rasanya pasti lezat!"

Namun, Diana seketika memekik kesakitan kala Aaban, si Kurus, menendang bahu gadis itu dan merampas mangkuk yang digenggamnya. 

"Siapa yang bilang kau boleh memakannya!" bentak Aaban sambil berdiri menjulang di hadapan Diana yang tersingkur di atas tanah. Dia menyeruput kuah kaldu sebelum bergumam, "Enak juga …, mungkin kami akan mencari gadis lain untuk menggantikanmu, sehingga kau bisa terus ikut bersama kami."

"Usul yang bagus …." Si Gemuk terkekeh riang. Dia berjalan untuk mengambil mangkuk dan ikut mengisinya dengan potongan daging berkuah itu. "Aku bahkan akan bermurah hati untuk berbagi ranjang dengannya."

Bulu kuduk Diana lagi-lagi meremang kala melihat tumpukan lemak tiga tingkat yang terbalut kulit kendur pria itu bergoyang kala duduk di dekatnya. Si Gemuk meneguk kuah hingga airnya menetes turun dari sela bibir sebelum dia menggunakan tangan untuk mulai memakan isinya. "Ini lezat!"

Diana menelan ludah. Suara kecapan mulut kedua penjahat itu membuat perutnya berbunyi keras. 

"Minggir!"

Sebuah sepakan tiba-tiba dirasakan punggung Diana. Gadis itu mengaduh dan beringsut untuk memberi jalan sang kusir kereta yang kini ikut duduk di dekat panci. Ketiganya makan dengan lahap dan membiarkan para tawanan menatap mereka dengan padangan lapar. 

"Aaban, menurutmu kapan kawanan kita akan menyusul?" tanya si Gemuk ke arah Aaban. Namun, matanya mengawasi Diana dengan sorot birahi. "Mungkin mereka membawa gadis lain."

Diana menahan diri untuk mengumpat. Gadis itu beringsut mundur agar dapat bersandar pada batang kayu kemudian membuang muka. 

"Kita tidak bisa menunggu mereka. Festival Bulan Darah akan segera diadakan …. Paling lambat lusa kita harus sudah sampai ke istana …."

Istana ….

Tubuh Diana menegang seketika. Sejak siang tadi dia sudah tahu bahwa mereka akan ke sana. Namun, entah kenapa kali ini sebuah kenangan terlintas dalam ingatannya.

*****

Diana kecil berjalan melihat-lihat sekeliling, dirinya jenuh karena tidak memiliki teman bermain. Tuan Pierre seperti biasa, pergi meninggalkan Kastel Lavonna untuk melakukan sebuah tugas, sedangkan Cecil, terlihat sibuk membersihkan debu juga lumut pada lorong dan deretan kamar yang tidak pernah digunakan.

Gadis kecil itu dengan rasa penasaran melangkah menuju daerah kekuasaan Tuan Clayton, majikannya yang lain. Di salah satu ruangan, tanpa sengaja dia mendengar suara isak anak laki-laki. Dia mengintip di antara sela pintu dan melihat seorang anak berambut merah, sebaya dengannya sedang menangis di pojok ruangan.

Rasa iba membuat Diana kecil melangkah masuk. Dia mendekati bocah itu kemudian bertanya, "Kenapa kau menangis? Apa kau terluka?"

Anak laki-laki itu terkejut. Dia segera menghapus cairan lengket yang menodai wajahnya dengan punggung tangan kanan sambil menjawab, "A-aku tidak menangis!"

Namun, bocah perempuan itu mengerutkan kening. Dia menunjukkan ekspresi tidak percaya. "Mukamu lengket oleh air mata dan ingus."

Wajah anak laki-laki itu merah padam, persis seperti warna rambutnya. "Aku tidak menangis! Laki-laki tidak pernah menangis!"

Kerutan di dahi Diana kecil semakin dalam. Dia merasa anak kecil di hadapannya tidak berkata jujur. "Terus, kenapa wajahmu basah?"

Anak laki-laki itu menggunakan lengan baju untuk mengelap wajah sambil kembali membantah, "Aku baru cuci muka, jadi wajahku basah."

"Kamu berbohong! Jelas-jelas kamu menangis!" 

"Aku tidak menangis!" balas anak laki-laki itu keras kepala.

"Terserah," jawab Diana kecil. Dia membalikkan tubuh ingin meninggalkan ruangan.

"Kamu mau ke mana?" Pertanyaan anak itu menghentikan langkah Diana kecil.

"Aku mau pergi. Aku tidak suka pembohong," jawab Diana kecil ketus sambil kembali berjalan menjauh.

"Jangan pergi," cegah anak itu, "a-aku minta maaf, temani aku sebentar."

Diana kecil kembali memutar tubuhnya dan mendapati anak laki-laki itu sedang menatapnya dengan pandangan memohon. Bocah itu menghela napas kemudian mengulurkan tangan kanan ke arahnya. "Namaku Diana, siapa namamu?"

Anak laki-laki itu tersenyum. Dia menjabat tangan Diana, lalu menjawab, "Aku James, anak pertama dari Papa Clayton."

*****

Tanpa sadar seulas senyum tipis terbentuk di bibir Diana. Seandainya anak itu masih hidup, mungkin mereka akan bertemu.

Suara sendawa terdengar dari kusir kereta. Aaban menoleh ke arah Diana yang setengah melamun kemudian membentaknya. "Hei! Rapikan barang-barang ini!"

Wajah Diana seketika berubah masam. Namun, gadis itu tetap menurut. Dia bangkit berdiri lalu mulai mengangkat panci juga mangkuk yang telah tandas isinya untuk dicuci di sungai. Ailran air jernih itu berada hanya beberapa puluh meter dari mereka, di mana para kuda sedang beristirahat.

Sebuah remasan pada bokong membuat Diana terkejut. Gadis itu memutar tubuh dan melotot marah ke arah si Gendut yang menyeringai mesum ke arahnya. 

"Cepat rapikan! Aku ingin segera tidur!" Teriakan Aaban membuat Diana kembali berjalan sambil bersungut-sungut. Gadis itu berjongkok di tepi sungai kemudian mulai membersihkan sisa makanan yang bahkan tidak dia cicipi sama sekali.

*****

Cahaya bulan dan api dari api unggun telah menggantikan sinar matahari kala Diana selesai merapikan semua peralatan. Gadis itu menguap letih. Dia melihat Aaban dan si Gendut telah mendengkur di atas tikar. 

"Jalang! Cepat kembali ke kandangmu!" Seruan si Pria Kambing membuat mata Diana mengeras. Namun, gadis itu tetap menahan mulutnya dan melangkah menuju kerangkeng, tempat teman-temannya berada.

Tiba-tiba pria itu mengibaskan tangannya. Dia melihat sekeliling seperti mencari sesuatu dan mencoba menghalaunya. 

"Hush! Pergi!" 

Langkah Diana terhenti. Gadis itu memiringkan wajah dan mengamati tingkah si Kambing yang semakin heboh mengusir serangga yang terlihat sangat mengganggu. 

"Pergi!" teriak pria itu dengan menggerak-gerakkan kedua tangannya.  

Diana bersedekap sambil bersandar pada sisi jeruji. Mata gadis itu berbinar jenaka kala dia bergumam, "Kau seharusnya berhati-hati dalam memilih makanan yang masuk ke mulutmu."

Si Kambing kini mengerang ketakutan. Dia berjongkok sambil menutupi kepala dengan kedua tangannya. Kedua mata pria itu melihat ke langit-langit dengan ekspresi ketakutan. 

Diana tersenyum culas. Gadis itu mengambil tempat air juga kunci yang berada di atas kereta, lalu membuka pintu kerangkeng lebar-lebar. 

"Ayo …," bisiknya sambil melirik ke arah dua penjahat yang masih tertidur. Jamur fly agaric selain membuat korbannya mudah tertidur, tumbuhan itu juga memiliki efek halusinasi yang mematikan. Mereka seharusnya akan aman. 

Keempat gadis segera bangkit dan keluar dengan terburu-buru. Mereka kemudian segera berlari ke arah hutan dan meninggalkan pria yang kini berguling di atas tanah sambil menjerit-jerit ketakutan. 

*****

Hampir satu jam telah berlalu sebelum satu per satu gadis jatuh tersungkur kelelahan. Diana yang masih memiliki tenaga melihat cemas ke sekitar. Dia tidak mengkhawatirkan ketiga pria bodoh itu. Namun, binatang buas ….

Diana menarik keluar pisau pendek juga korek api yang dia curi pada saat mencuci peralatan masak. Gadis itu pun dengan cekatan segera mengumpulkan ranting dan membuat api unggun, di mana keempat perempuan lainnya hanya beringsut saling merapatkan diri. 

Cahaya jingga tercipta dan membuat wajah para gadis lebih ceria. Diana meneguk sedikit air sebelum menyerahkannya kepada Anabel. "Minumlah."

Keempat gadis segera bergiliran meminum cairan bening itu kemudian mengembalikannya kepada Diana yang segera menghabiskannya. 

"Di-diana, apa yang harus kita lakukan?" Suara Anabel bergetar ketakutan. Selain Diana, tidak ada yang pernah berada di dalam hutan, terlebih di kala malam hari. "A-aku takut …."

Suara lolongan serigala dari kejauhan sontak membuat keempatnya memekik terkejut. Namun, Diana meletakkan jari pada bibirnya kemudian berbisik, "Diamlah. Kita tidak ingin memancing binatang buas."

Peringatan itu membuat mereka segera mengangguk kemudian menutup mulut rapat-rapat. Diana mendongak ke arah langit, mencari rasi bintang selatan yang berbentuk sabit, kemudian berkata sambil menunjuk ke arah langit. "Tuan Pierre pernah mengatakan bahwa untuk mencapai rumahnya, aku hanya perlu mengikuti rasi itu. Besok kita akan pulang. Oleh karenanya, kalian beristirahatlah, biar aku yang berjaga."

Keempat gadis itu lagi-lagi mengangguk. Mereka berbaring tanpa banyak mengeluh dan segera terlelap. 

Malam semakin larut. Diana bersyukur bahwa tidak ada binatang buas yang mengganggu mereka. Gadis itu menopang dagu dengan kedua lututnya dan tanpa sadar dia teringat akan kenangannya lain saat di dalam kastel.

*****

Diana kecil berjongkok di dalam kamar mandi pelayan dengan pintu terbuka. Wajah bocah itu basah oleh keringat, lelah mencuci pakaian tuannya. Kakaknya sedang sibuk memasak dan Jean tengah menyapu ruangan.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Suara seorang anak kecil mengejutkannya.

Diana menghapus peluh dari dahi dengan punggung tangan sebelum menengok ke belakang. "James, sedang apa kau di sini?"

Anak laki-laki itu berjalan mendekat. Dia berjongkok di sebelah Diana. "Aku sedang beristirahat."

"Kau seharusnya tidak ke sini. Tuan Clayton tidak akan suka," tegur Diana sambil mengerutkan kening, menunjukkan ekspresi tidak setuju dengan tindakan anak laki-laki itu.

Namun, James malah menyeringai kecil. "Papa sedang mengawasi para pelayan di luar. Dia tidak akan tahu kalau aku bermain sebentar." 

Diana kecil mengambil napas dalam-dalam lalu kembali mengucek pakaian. "Aku masih sibuk. Kau bisa kembali nanti."

"Sini aku bantu." Tanpa menunggu jawaban, James ikut mengambil pakaian kotor lalu menyabuninya.

Mata Diana kecil membelalak. "Bukan seperti itu! Kau harus menyiramnya dengan air dulu!"

"Perhatikan aku," ucap Diana kecil dengan nada menggurui. Dia mengambil air dari ember kemudian membasahi kain yang telah lengket oleh sabun.

Kedua mata James kecil memperhatikan gerakan sahabatnya dengan saksama. Dia mengambil alih gayung dan mulai mencuci.

*****

Mata Diana melembut kala ingatannya mengulang kejadian masa kecil. Pada akhirnya gadis itu tanpa sadar jatuh tertidur dengan masih menggenggam pisau di tangan kanan.

16 Maret 2022

Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top