11

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Cahaya dari matahari pagi menyinari rerumputan yang masih basah oleh rintik hujan yang semalam turun. Sunyi, hanya terdengar suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin. 

Tidak jauh dari jalan utama yang masih didominasi tanah merah, terlihat seorang gadis berambut merah  sedang berjongkok dengan sebilah kayu di genggamannya. Wajah juga tubuhnya yang basah, dinodai oleh tanah di berbagai tempat. 

Lilian terus menggali sambil terisak. Dia tidak memedulikan rasa perih pada kedua tangannya yang telah memiliki banyak luka. Sebuah gundukan baru berukuran dua kali satu meter berada beberapa kaki darinya dan kini gadis itu sedang berusaha membuat lubang baru. 

Di sisi kanan Lilian, tergeletak tubuh seorang pemuda berambut merah yang tidak lagi bergerak. Luka cabik terlihat pada bagian leher juga sekujur kulit. Pakaian yang berwarna sama dengan gadis itu dipenuhi oleh darah kering yang berwarna merah gelap. 

Air mata Lilian berulang kali mengalir turun dan dari sela bibirnya terkadang keluar raungan. Galian terakhir akhirnya selesai. Gadis itu beringsut untuk menarik jenazah kakaknya dengan kedua tangan.

Berat, kaku, dan dingin …. Mayat kakaknya terasa seperti seonggok batu ….

Tubuh Lilian gemetar hebat. Ketiga kakaknya meninggal demi melindungi dirinya. Seandainya dia lebih kuat tentu mereka masih hidup ….

Raungan dan tangisan kembali keluar dari bibir Lilian. Dia tidak memiliki tenaga untuk mengangkat jenazah kakaknya dan terpaksa menggulingkan tubuh yang kaku itu ke dalam liang. 

Dengan tenaga tersisa, Lilian mulai menutupi kuburan terakhir dengan gundukan yang berada di sebelah kirinya. Tetesan air mata membasahi tanah yang semakin menutupi tubuh kaku pemuda itu hingga tidak lagi terlihat.

Lilian menutup wajah dengan kedua tangannya yang kotor oleh darah juga tanah. Para siluman anjing telah mencuri seluruh barang-barang milik mereka, termasuk peti yang berisi uang emas untuk sang raja. Pria kejam itu pasti akan menghukum ayahnya ….

Lilian terus menangis hingga tiba-tiba indra pendengarannya menangkap suara ringkik kuda dari kejauhan. Tubuh gadis itu seketika membeku dan wajahnya pucat pasi. 

Seseorang sedang menuju ke arahnya, entah berniat baik atau buruk ….

Lilian segera bangkit berdiri. Kedua tangannya mengangkat ujung gaun agar dia dapat berlari lebih cepat. 

Derap langkah kuda semakin jelas terdengar. Gadis itu akhirnya menerobos kumpulan tumbuhan liar yang berada di dekatnya kemudian berbisik, "Menghilang …."

Mantra sihir Manipulasi, elemen tanah level dua, aktif seketika. Penampakan Lilian kini menyatu dengan sekelilingnya dan tidak lagi diketahui keberadaannya oleh manusia. 

Atau, itulah yang dia harapkan ….

***** 

Beberapa menit kemudian, dari rimbunan dedaunan, Lilian mengintip dan melihat seekor kuda berwarna hitam yang berjalan semakin mendekat, dengan membawa penunggangnya, seorang pemuda berambut perak yang mengenakan pakaian sangat sederhana. Laki-laki itu sepertinya seorang petani yang berasal dari desa terdekat. 

Jantung Lilian yang sebelumnya berdetak cepat seketika melambat. Dia menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang terasa perih. Pemuda itu mungkin dapat mengantarnya pulang ke istana dan mungkin selama dalam perjalanan, dia bisa memikirkan cara agar sang raja tidak menghukum ayahnya. 

Pemuda berambut perak itu tiba-tiba melambatkan tunggangannya. Dia menoleh ke kuburan kedua saudara Lilian dan mengamati keduanya dengan penuh minat.

Lilian hendak keluar dari persembunyian untuk meminta bantuan. Namun, mata gadis itu seketika melebar ketakutan kala menyadari bahwa bahwa pemuda tersebut memanggul sebuah pedang.

Pemberontak …, simpul Lilian dalam hati. Hanya manusia yang berniat jahat kepada pihak kerajaan yang berani membawa senjata secara terang-terangan.

Lilian seketika melangkah mundur dan tanpa sadar menginjak beberapa ranting hingga menimbulkan suara cukup kencang dan membuat pemuda itu seketika menoleh sambil berteriak, "Siapa di sana?!"

Lilian bergeming. Dia mengatupkan bibir erat-erat dan berusaha tidak membuat gerakan apa pun 

Pemuda itu masih mengamati sekeliling dengan kening berkerut, entah kebingungan atau mungkin merasa curiga. Namun, beberapa menit kemudian dia mengedikkan bahu, lalu kembali menjalankan kudanya.

Beberapa helai daun pinus yang gugur terbawa oleh semilir angin yang berembus dari arah belakang Lilian sehingga ikut membawa aroma tubuhnya tepat ke arah pemuda yang melintas. Mata laki-laki itu seketika melebar dan dia refleks menengok ke arah perempuan yang masih bersembunyi. 

Lilian terkesiap kala pemuda tersebut melompat turun dari kuda dan berjalan ke arahnya. Jantung gadis  berdebar keras dan tubuhnya gemetar takut. 

Kepala pemuda itu sedikit mendongak, seperti membaui udara, sebelum berjalan sambil menuntun kuda hitamnya.

Tenang, Lilian, semua akan baik-baik saja. Dia tidak akan bisa menemukanmu, bisik Lilian dalam hati. 

Namun, sayangnya, langkah pemuda berambut perak itu semakin dekat. Keringat dingin Lilian seketika mengalir deras kala satu per satu daun yang menutupinya tersibak, hingga akhirnya mereka saling berhadapan satu sama lain. 

Mata Lilian melebar saat mengamati sosok yang berdiri menjulang di hadapannya. Iris pemuda yang tampak baru berumur tujuh belas tahun itu sangat indah, sejernih langit kala pagi hari. Wajahnya tirus dengan hidung mancung. Dari otot tangan yang tidak tertutup oleh rompi tanpa lengan juga warna kulit kecokelatan, sebagai bukti seringnya di alam terbuka, Lilian yakin bahwa laki-laki tersebut pandai berkelahi. 

Jantung Lilian berdebar semakin cepat dengan perasaan berkecamuk. Sihirnya masih aktif, seharusnya dia tidak akan terlihat. Satu-satunya yang harus dilakukannya adalah di-

Pemuda itu tiba-tiba merunduk sambil memajukan kepalanya, lalu dia kembali mengendus ….

Jarak mereka sangat dekat, bahkan hanya selisih sehelai rambut tipis ketika Lilian dapat merasakan embusan hangat napas pemuda itu membelai wajahnya. Keduanya tetap di posisi masing-masing selama beberapa saat, hingga sang laki-laki memutuskan untuk menegakkan tubuh kemudian memutar kakinya dan berjalan pergi.

Tubuh tegang Lilian menjadi rileks ketika melihat pemuda itu kembali menuju jalanan utama. Dia tanpa sadar mengembuskan napas lega yang sedari tadi ditahannya.

Langkah pemuda itu seketika terhenti. Dia segera memutar tubuh dan mengarahkan telapak tangan kiri ke arah Lilian sambil berseru, "Rantai!"

Pekik terkejut dan kesakitan seketika keluar dari mulut Lilian kala sebuah rantai yang diselimuti cahaya hijau membelit tubuh gadis itu hingga jatuh menggelinding di atas rumput. 

Pemuda itu telah berjongkok kala mantra Lilian menghilang. Mereka kini saling berpandangan sebelum laki-laki tersebut bertanya sambil memiringkan kepalanya. "Mengapa kau bersembunyi?" 

16 Maret 2022

Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top