Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Pepohonan lebat yang berada di sisi kiri dan kanan jalan, disinari oleh cahaya kemerahan matahari sore hari. Terlihat bayangan dua ekor kuda beserta penunggangnya yang berjalan bersebelahan. Keduanya terlihat mencoba mengikuti jejak roda kereta yang masih membekas pada tanah merah yang mereka lalui.
Sudah beberapa jam silam Elfata beserta tawanannya telah meninggalkan rumahnya dengan menunggangi kuda tuanya. Setelah melewati Desa Frainstat, tempat tinggal Cecil, belum ada perkampungan lain yang mereka lihat. Kedua tangan pria babak belur yang memimpin jalan terikat pada erat di belakang punggung, sedangkan tali kekang sang kuda terjalin erat dengan milik Michelle.
Kepala Elfata menoleh ke kiri dan kanan dengan terheran-heran. Pemuda itu menyangka akan lebih banyak manusia. Namun, belum ada seorang pun yang berpapasan dengan mereka. Satu-satunya suara yang terdengar dari sekeliling hanyalah gesekan kaki jangkrik nan sedang mencari pasangan.
"Tu-tuan …, k-ku mohon …, i-izinkan aku beristirahat …," mohon tawanannya untuk kesekian kali. Suara riuh dari perut pria yang terikat itu terdengar nyaring. Dia bahkan terlihat meneguk ludahnya sendiri akibat haus.
Sayangnya Elfata tidak peduli. Pemuda itu terlalu sibuk memikirkan keselamatan Diana. Langit gelap tidak masalah. Dia dapat melihat dengan baik meski tanpa pencahayaan.
"Kita harus bergegas." Elfata malah memerintahkan hal sebaliknya. Namun, ketika dia mulai mempercepat laju tunggangannya, rengekan lain terdengar.
"Tuan, hari sudah gelap. Aku tidak bisa melihat jalan … da-dan kuda Tuan pasti butuh istirahat.
Elfata seketika melambatkan kudanya. Michelle sesungguhnya sudah memasuki masa pensiun. Kuda tua itu memang tidak boleh terlalu lelah.
Gemerencik suara air membuat Elfata menoleh ke arah kiri. Dari sela semak terlihat danau dengan air terjun yang berasal dari dataran yang lebih tinggi.
Elfata menghela napas menyerah. Para penjahat itu pun pasti beristirahat dan berdasarkan informasi yang dia peroleh, Diana juga para gadis lainnya harus sampai di istana dalam kondisi hidup dan suci.
Seharusnya tidak apa-apa beristirahat sejenak.
Elfata akhirnya menoleh ke arah tawanannya dan berkata, "Kita beristirahat di sana."
Pria besar itu mengangguk lega. Kedua kuda berjalan mendekati pinggir sebelum Elfata turun kemudian melepaskan tali tawanannya. "Awas kalau kau bertindak macam-macam, aku akan memutuskan kedua kakimu."
"Sa-saya tidak berani …," ucap laki-laki itu dengan wajah pucat pasi. Dia turun dari kuda secara canggung hingga jatuh terjerembab di atas tanah berumput kemudian merangkak mendekati sumber air dan segera meneguk cairan jernih itu sebanyak-banyaknya, bersebelahan dengan kedua kuda yang sudah minum lebih dahulu.
Elfata memutar bola matanya sebelum mengamati sekitar. Tidak jauh dari tempat mereka berada, ada area yang tidak ditutupi oleh rerumputan. Tempat aman untuk berkemah dan membuat api unggun.
Michelle juga kuda lainnya kini berjalan menunduk untuk merumput. Elfata memutuskan untuk mengikat kedua binatang itu pada salah satu batang pohon dan mulai mengeluarkan barang-barang miliknya: Dua buah kain lebar dan dua kerat daging yang dibungkus rapat oleh daun berukuran lebar.
Sang ibu, Michelle, telah membekali Elfata persediaan makanan, sehingga pemuda itu tidak menghabiskan banyak waktu untuk berburu dan fokus mengejar Diana.
Elfata mencari dahan terbaik untuk menopang atap sementaranya dan mulai mengikat, kala mata pemuda itu menangkap gerakan mencurigakan dari sang tawanan yang hendak mengambil makan malam bahkan sebelum ditawarkan.
"Hei!" Bentakan Elfata sukses menggagalkan niat tawanannya yang hampir membuka bungkusan daun dengan mulut berliur akibat lapar.
"Tu-tuan …, aku lapar ...." Laki-laki itu menggenggam jatah makan malamnya erat-erat. Dia menatap Elfata sambil memasang ekspresi memelas.
Rasa jengkel menguasai Elfata. Tawanannya sangat merepotkan!
"Cari kayu bakar! Setelahnya kau baru boleh makan!"
Pria besar itu awalnya menunjukkan ekspresi keberatan. Namun, tidak beberapa saat kemudian, dia menoleh ke arah bagian dalam hutan dan seketika wajahnya menjadi riang.
"Baik, Tuan …. Saya akan cari kayu bakar sekarang." Laki-laki itu meletakkan makanannya di atas tanah, kemudian bangkit berdiri dan mulai berlari.
Kening Elfata berkerut sesaat karena heran melihat tingkah tawanannya yang terlalu ceria. Pemuda itu mengamati sosok yang semakin menjauh dan menghilang di dalam hutan sebelum menyadari satu hal ….
Pria itu sedang melarikan diri darinya!
"Hei! Kembali kau!" teriak Elfata panik. Pemuda itu segera berlari untuk menyusul tawanannya.
Rapatnya pepohonan berbatang keras menyulitkan dirinya untuk melihat sekitar. Elfata menarik pedang dari sarung kulit cokelat yang terikat di punggung, lalu dia gunakan untuk menebas ranting-ranting kecil yang menghalangi pandangannya. Dia luar biasa kesal!
Indra pendengaran Elfata menangkap gemeresak dedaunan dari arah barat daya. Pemuda itu seketika menoleh dan mendapati sosok yang dia cari terlihat mencoba bersembunyi dengan masuk lebih dalam ke area tersebut.
Berangsur-angsur wajah masam Elfata berganti menjadi seringai yang menunjukkan deretan taring, bersamaan dengan lingkaran emas yang muncul pada iris biru pemuda itu.
Ini sebetulnya cukup menyenangkan ….
Elfata berjalan dengan langkah lebar berusaha mendekati buruannya. Kekehan kecil keluar dari mulut pemuda itu kala dia menebas keras ranting yang menghalangi jalan, sehingga menimbulkan aura horor bagi pria yang dikejar olehnya.
"Babi kecil, keluarlah sekarang …, sebelum aku mencincangmu …."
Deru napas dan langkah lari manusia yang terengah-engah itu semakin jelas terdengar dan membuat tawa Elfata mengeras, hingga tiba-tiba pria besar itu menjerit kencang.
Mata Elfata seketika melebar akibat terkejut. Dia melupakan aksi menakut-nakuti tawanannya yang menjengkelkan dan segera berlari secepat mungkin.
Teriakan kesakitan yang kini masuk ke indra pendengaran Elfata. Pemuda itu mendorong ranting juga dedaunan secepat yang dia bisa untuk menyusul sang manusia. Namun, langkah Elfata terhenti seketika kala dia mencium aroma amis darah.
Di bawah sinar bulan yang kini telah menggantikan cahaya matahari, Elfata melihat seekor harimau dengan bulu berwarna seputih salju dan berukuran tiga perempat dari pemuda itu, sedang memakan tawanannya.
Elfats menahan napas. Binatang itu sedang mengunyah satu-satunya penunjuk jalan untuk menemukan Diana! Dia segera memasang kuda-kuda dan mengeratkan pegangan dengan kedua tangan sebelum berteriak, "Hei! Lepaskan dia!
Harimau yang sebelumnya sedang menikmati bagian lengan tawanan Elfata yang tidak lagi bergerak, langsung menegakkan tubuh dan mengaum. Hidung pemuda itu berkerut jijik ketika mencium bau mulut dan darah dari lawannya.
Keduanya saling mendelik dan menggeram. Mereka membuat gerakan memutar dengan mayat sang manusia di antaranya sebelum sang harimau tiba-tiba membungkuk dan melompat cepat ke arah Elfata sambil mengeluarkan cakarnya. Namun, lingkaran kuning keemasan pada mata pemuda itu tiba-tiba bersinar memantulkan cahaya bulan.
Elfata menyeringai kala otot-otot tubuhnya membesar. Dia merunduk tepat saat tubuh harimau berada di atasnya, lalu dengan kekuatan penuh mengayunkan bilah senjatanya untuk merobek bagian terlunak pada tubuh lawannya itu.
Percik darah langsung menghambur keluar dan membasahi wajah juga pakaian yang dikenakan Elfata, sedangkan sang harimau telah jatuh berguling di atas rumput sambil mengerang kera sebelum pemuda itu menebas lehernya.
Elfata berdiri tegak, menatap buruannya yang telah tewas tanpa perasaan apa pun. Tangan kanan pemuda itu masih menggenggam erat pedang yang terus meneteskan darah ke rumput di bawahnya.
Tidak berapa lama, lingkar kuning keemasan yang sebelumnya mendominasi bola mata Elfata perlahan menghilang dan mengembalikan warna biru miliknya. Dia melangkah mendekati tawanannya kemudian menunduk untuk mengamati manusia itu.
Bagian leher tawanannya hampir putus, begitu juga lengannya. Dengan mata melotot, mulut ternganga yang mengeluarkan darah segar, juga tidak adanya napas, pria itu dapat dikategorikan sebagai seonggok mayat.
Wajah Elfata seketika berubah menjadi masam. Pemuda itu menendang pelan pria yang merupakan penunjuk jalannya sambil menggerutu. Kini satu-satunya petunjuk untuk mencari Diana hanyalah jejak roda yang tertinggal di atas tanah.
Semoga saja tidak hujan.
Tiba-tiba percik kilat berkelebat di langit dan beberapa detik kemudian terdengar suara petir. Beberapa tetes air jatuh ke atas tanah juga kepala Elfata. Pemuda itu menarik kain dari saku celana dan membersihkan senjatanya sambil terus menggerutu, kemudian dia berjalan keluar hutan dan memikirkan cara lain untuk dapat menemukan Diana.
16 Maret 2022
Benitobonita
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top