Chapter 3 : The trouble of the Two of us in Tokyo

Bunga sakura bermekaran indah sejauh mata memandang, udara musim semi yang telah dinantikan banyak orang setelah melewati musim dingin yang putih. Musim semi tahun ini... Sepertinya adalah yang pertama kalinya bagi mereka, yaitu di Tokyo.

.

Kaze ga fuite, attakai tsutsumukomi

By:

Acha_Kimari32

.

.

Tenn POV~

"Baiklah, untuk kegiatan hari ini kita akhiri sampai disini terlebih dahulu. Jangan lupa menulis laporan kegiatan hari ini untuk dikumpulkan besok" mendengar ucapan Dosen pembimbing kelasku, dengan cepat aku membereskan buku-buku milikku dan bersiap untuk pulang.

"Nanase? Kau tidak ikut kami untuk menyelesaikan laporan untuk lusa?" Salah satu teman sejurusan denganku menghentikan ku yang sudah diambang pintu kelas. "Maaf, hari ini aku sibuk. Kalau begitu aku duluan" ucapku mulai berjalan keluar kelas.

"Ya ampun... Kau bisa bilang jika kau merindukan adikmu, dasar brocon..."

.

.

Sudah 5 tahun berlalu semenjak kedua orang tua kami meninggal, dan sudah 5 tahun juga kami mulai hidup mandiri. Sekarang kami tinggal di Tokyo, tempat yang dipenuhi oleh gedung tinggi dan pastinya penuh dengan orang-orang yang sibuk. Baru saja setahun kami tinggal, namun entah kenapa kami masih merindukan kampung halaman kami. "Baiklah, setelah menjenguk Riku aku akan menuju ke tempat kerja part-time".

Tenn POV Off~

Tok... Tok... Tok...
Ceklek

"Riku? Ini Tenn-nii" Tenn membuka pintu apartemen miliknya dan juga adiknya, dan betapa terkejutnya ia melihat adiknya yang kini berada didapur. "Apa yang kau lakukan Riku? Sudah kubilang jangan beranjak dari tempat tidur, keadaanmu baru pulih beberapa hari yang lalu" Tenn menegur sosok adiknya yang kini tengah melakukan kegiatan didapur, tanpa seizinnya. "Aku hanya ingin membuat minuman hangat Tenn-nii, lagipula aku tidak ingin merepotkan Tenn-nii lagi" Ucapnya pelan, Tenn menatap adiknya diam.

"Riku? Apakah dirimu masih menganggap bahwa aku akan terbebani olehmu?" Kalimat yang terucap dari mulut Tenn membuat Riku tersentak. "..." Tenn sudah bisa menebak jika adiknya akan berfikiran seperti itu, namun kalau boleh jujur Tenn sama sekali tidak merasa terbebani dengan adanya Riku dikehidupannya, malahan ia bersyukur bisa bersama adik kembarnya saat ini. "Tenn-nii tidak pernah menganggap, iie... bahkan tidak pernah sekalipun menganggapmu halangan Riku. Jangan memperburuk keadaanmu dengan pikiran negatif seperti itu... Tenn-nii tidak ingin Riku sakit lagi" Ujar Tenn dengan senyuman sendu, dengan perlahan memeluk tubuh adiknya. "Gomenne... Tenn-nii...".

.

.

Keesokan harinya

"Kalau begitu, aku berangkat kuliah dulu. Ingat Riku, jangan coba-coba melakukan aktifitas berat ataupun keluar apartemen" Ujar Tenn dari arah pintu keluar apartemen, menatap adiknya yang kini terbaring di ranjang yang berada diruang tengah. "Baiklah Tenn-nii, aku berjanji" Ucapnya sambil mengukir senyuman, Tenn yang mendengarnya membalasnya dengan senyuman. Tenn pun berangkat menuju Universitas yang tak jauh dari apartemen miliknya dan juga Riku.

Tenn berangkat Kuliah pagi, setelah pulang kuliah ia akan bekerja part-time hingga malam, namun terkadang sebelum ke tempat kerja ia menyempatkan untuk mengunjungi adiknya di apartemen, sekedar melepas rindu dan rasa khawatir di dalam hatinya. Riku memang terlihat lemah, ranjang sudah menjadi tempat sehari-harinya hampir beberapa tahun ini. Tidur, dan makan. Terkadang ia mencoba beranjak dari ranjang, namun baru beberapa langkah ia sudah tersungkur. Mungkin saja ini efek dari sarafnya yang melemah karena terlalu lama tidak melakukan aktifitas. Jujur saja, Riku ingin sekali keluar dan menikmati pemandangan musim semi. Di apartemen yang ia lihat hanya itu-itu saja, ia ingin keluar walau hanya sebentar, walaupun ia harus dimarahi kakaknya sekalipun.

"Baiklah... Mungkin keluar sebentar tidak apa-apa" Ucap Riku pelan sembari beranjak dari ranjang menuju kamar milik kakaknya.

.

"Dimana Tenn-nii menyimpan pakaianku ya?" Kini Riku berada dikamar kakaknya, menelusuri lemari kakaknya yang berada dikamar. "Aa---ketemu! Ini pakaian yang dipakai Tenn-nii saat musim dingin tahun lalu.. hmm... Kenapa Tenn-nii tidak memakainya lagi ya?" Riku mengambil sebuah sweater berwarna netral yang merupakan milik Tenn, Riku sepertinya juga meminjam yang lainnya, seperti syal dan juga topi. Mengingat ini masih awal April, walaupun udara sudah hangat terkadang suhu masihlah dingin, Riku harus berhati-hati.

"Yosh" Riku yang sepertinya sudah selesai mengganti pakaiannya mulai berjalan keluar kamar dan berjalan menuju pintu. Memakai sepatu yang sudah pasti milik kakaknya.

.

.

"Wah... Bunga sakura sudah bermekaran!!" Riku terlihat antusias dengan pemandangan sekitar, karena apartemen mereka tidak jauh dari sebuah taman yang terdapat beberapa pohon sakura. "Merah muda... Entah kenapa mengingatkan diriku kepada Tenn-nii..." Riku menatap kelopak sakura yang berada di telapak tangannya. Beberapa menit setelahnya Riku berjalan-jalan disekitar, hingga ia merasa pusing dan memutuskan untuk duduk dikursi taman.

"Baru saja berjalan beberapa menit... Kepalaku sudah sakit... Pantas saja Tenn-nii melarangku keluar tanpanya, mungkin Tenn-nii akan..." Riku menghentikan kalimatnya. Jujur Riku takut jika Tenn, kakaknya merasa terbebani oleh dirinya yang lemah ini. Riku tidak ingin memikirkannya, namun... Ia selalu memikirkan perkataan Izuma teman almarhum ayahnya, bahwa ia tidak bisa terus bergantung pada Tenn, karena Tenn pasti memiliki masa depannya sendiri dan Riku bisa saja menghalangi jalannya menuju masa depan tersebut. "Hah..." Riku menghela nafas pelan.

"Apa anda baik² saja? Anda terlihat pucat?" Suara seseorang mengusik Indra pendengaran Riku, membuat Riku menoleh mendapati seorang remaja bersurai raven yang kini sedang menatapnya. "Aku baik-baik saja" jawab Riku dengan senyuman tipis, remaja tersebut terdiam sebentar lalu dengan perlahan meletakkan telapak tangannya di dahi Riku. "Aa--apa yang kau lakukan?!" Riku yang terkejut spontan mundur, Riku jadi mengingat perkataan Tenn soal orang asing yang akan menculiknya ketika ia sendirian.

"Aa---maafkan aku, aku hanya mengecek suhu tubuhmu.. dan ternyata cukup tinggi. Apakah rumah anda disekitar sini? Aku bisa mengantarmu sampai kerumah." Mendengarnya Riku terkejut, apakah ia baru saja bertemu seseorang yang peduli terhadap dirinya selain kakaknya? "Aa--rumahku di... Eh??" Riku terdiam kaku, melihat taman yang ia singgahi saat ini terlihat asing. "Ba-bagaimana ini? Aku tidak kenal daerah ini, aku bahkan tidak tahu jalan pulang" Riku memasang wajah melas, seperti seorang anjing yang tersesat.

"Uhum---kalau begitu bagaimana jika mampir ke toko roti kami sejenak, anda bisa meminjam telefon kami untuk menghubungi anggota keluargamu" ucap remaja tersebut dengan formal kepada Riku, jujur baru kali ini Riku berbicara dengan orang lain selain kakaknya dan Izuma dulu. "Maaf merepotkanmu ya, etto--" Riku bingung karena ia belum mengetahui nama remaja dihadapannya.

"Izumi Iori" remaja tersebut memperkenalkan dirinya kepada Riku. "Etto--namaku Nanase Riku, salam kenal Iori" Riku mengukir senyuman kepada Iori, dan merekapun berjalan bersama menuju toko roti Izumi yang merupakan toko roti yang dikelolah oleh keluarga Iori.

.

.

"Kita sudah sampai Nanase-san" Riku kini menatap sebuah toko roti yang merupakan toko roti yang dikelolah keluarga Iori, dan tokonya cukup ramai saat ini. "Wah, ramai sekali" Ujar Riku binar. "Apakah Toko Roti yang sedang ramai sangat menarik bagimu, Nanase-san?" Tanya Iori keheranan dengan tingkah Riku saat ini. "Ini pertama kalinya aku pergi keluar, jadi aku kelepasan... Maafkan aku Iori" setelah menyadarinya Riku langsung meminta maaf kepada Iori, dan hanya dibalas helaan nafas saja.

.

"Tadaima~" Ucap Iori sambil membuka pintu rumahnya, ia lewat belakang mengingat toko sedang ramai dan ia tidak akan bisa lewat disana apalagi masuk. "Aa--Okaeri Iori" seorang wanita paruh baya menyambut Iori pulang, dari sosoknya saja Riku sudah tahu jika ia adalah orang tua Iori. "Dimana Nii-san?" Tanya Iori kepada ibunya, "Mitsuki? Aa---ia sedang berada dimeja depan, ibu baru saja ingin kesa--", "Biar aku yang membantu Nii-san di meja depan." Belum menyelesaikan perkataannya, sudah dipotong Iori saja. "Yaampun... Jika berhubungan dengan kakaknya seperti biasa langsung cekatan" ia terlihat menatap gemas Iori, Riku yang merasa terabaikan terdiam sebentar hingga Ibu Iori menyadari keberadaan Riku.

"Ya ampun... Maaf sudah mengabaikanmu, kau temannya Iori ya?" Tanya Ibu Iori kepada Riku, "..." Riku tidak tahu harus berkomentar bagaimana, jadi ia hanya mengangguk saja. Riku dituntun oleh Ibu Iori hingga sampai disofa ruang tengah. Riku duduk disana. "Tunggu disini dulu ya, setelah selesai dengan urusan Toko Iori pasti kembali. Aku akan mengambilkan minuman." Riku mengangguk mengerti, menatap Ibu dari remaja yang baru saja ia temui ditaman.

"Aku khawatir dengan Tenn-nii... Mungkin saat ini Tenn-nii sedang bekerja part-time. Aku harus kembali sebelum malam tiba. Atau tidak aku akan membuat Tenn-nii khawatir." Guman Riku bingung, apa yang harus ia lakukan saat ini.

.

"Maaf menunggu lama ya" Ibu Iori kembali membawa nampan berisi minuman dan juga beberapa roti. "Aa--Terima kasih... Namun aku menghindari minuman dingin itu tidak bagus untuk tenggorokanku" Ibu Iori sontak meminta maaf lalu mengganti minuman dingin tersebut dengan teh Hangat.

"Aneh sekali, biasanya Iori sering mengajak temannya yang bernama 'Tamaki' kerumah, terkadang untuk bermain atau belajar bersama. Namun Iori membawa teman lainnya." Ucap Ibu Iori memperhatikan dengan seksama tubuh Riku dari atas hingga bawah. "Aa---sebenarnya Iori membawaku kemari karena aku tidak tahu arah jalan pulang. Aku baru saja tinggal di Tokyo, jadi aku tidak terlalu kenal dengan tempat sekitar" Jelas Riku, membuat wanita disampingnya itu mengangguk mengerti. "Etto---namaku Nanase Riku." Imbuh Riku sambil menggaruk tengkuknya, jujur menurutnya ini cukup canggung.

"Riku-kun ya? Aku Ibunya Iori---" belum menyelesaikan kalimatnya Iori sudah memotongnya lagi, "Aku lupa jika Nanase-san demam!!" Ia dengan terburu-buru berjalan menuju Riku dan juga Ibunya. "Iori---sudah ibu bilang memotong pembicaraan orang lain itu tidak baik..." Melihat tingkah anaknya, ia hanya bisa speechless.

"Eh... Sudah turun." Iori yang baru saja mengecek suhu tubuh Riku terkejut, pasalnya beberapa jam yang lalu masih tinggi, namun sekarang sudah turun. "Ini demam yang biasa terjadi ketika aku kelelahan, dengan istirahat saja aku sudah merasa lebih baik Iori." Riku mengukir senyuman agar remaja yang baru ia temui itu tidak khawatir. "Begitu... Kalau begitu apakah Nanase-san ingat nomer telefon rumah atau anggota keluarga? Aku akan menelfonkannya untukmu" Iori mulai beranjak dari sofa, mendekat ke meja dengan telefon yang sudah siap.

"Sebenarnya... Aku juga kurang tahu..." Mendengarnya Iori terkejut... Apa ia baru saja membawa bayi besar yang tidak tahu apapun? Kalau begitu, mencari rumahnya akan sulit... "Okaa-san... Sepertinya aku membuat kesalahan" Ibu Iori mengukir senyuman tipis melihat anaknya yang putus asa. "Ahaha---pasti ada jalannya Iori, semangat!" Ia mencoba menyemangatinya.

.

.

"Kau sangat rajin ya... Mitsuki-kun" salah satu Ibu-ibu yang membeli Roti di Toko Roti Izumi memberi pujian kepada putra sulung keluarga Izumi. "Ahaha---anda terlalu melebih-lebihkannya" Ujar remaja bersurai orange dengan senyuman di bibirnya. Tak lama kemudian ibu-ibu tersebut pergi, akhirnya hari yang panjang berakhir. Mitsuki hendak masuk, ketika seorang remaja bersurai merah muda masuk kedalam tokonya. "Maaf jika aku mengganggu istirahatmu, Izumi Mitsuki-san." Ia meminta maaf. "Aa---kau mengejutkanku saja Tenn. Tidak apa-apa, mau membeli donat untuk adikmu ya?" Tanya Mitsuki, Tenn hanya mengangguk pelan.

"Itu benar, dia sangat menyukai donat. Aa---aku lupa berterima kasih untuk kejadian tempo hari Izumi Mitsuki-san" Ucap Tenn kepada Mitsuki, lalu ia tersenyum. "Sudah seharusnya bukan? Lagipula aku senang kau jadi langganan terbaik kami" Mitsuki memberikan kotak donat yang sudah siap dibawa pulang. "Terima kasih Izumi Mitsuki-san." Mitsuki menatap Tenn yang berjalan keluar, melihat pantulan wajahnya dari kaca depan toko. "Dia bekerja sangat keras untuk adiknya ya? Semangat ya Tenn!".

.

.

"Riku... Tenn-nii pulang... Are?" Tenn yang baru saja pulang menyadari keanehan di apartemen tempat tinggalnya. Gelap... Dan juga sepasang sepatu miliknya tidak ada. Ia menoleh kearah ranjang adiknya... Kosong? "Riku? Kau dimana? Jangan membuat Tenn-nii panik seperti ini?!" Pertanyaan Tenn tidak direspon... Suaranya menggema, seakan memang tidak ada orang disana. Ia berlari kekamarnya, dan membukanya. Lemari miliknya terbuka lebar, dan beberapa hanger berserakan. "Riku jangan bilang jika dirimu... Keluar tanpa sepengetahuan diriku??" Tenn yang dilanda kekhawatiran dan panik dengan cepat pergi keluar kembali mencari sosok adiknya. Hari sudah mulai gelap, dan udara malam tidak baik untuk adiknya tersebut.

Tenn POV~

Hal yang diriku takutkan terjadi... Riku pergi tanpa sepengetahuanku dan aku tidak tahu ia pergi kemana... Apa ia baik-baik saja? Jujur aku takut jika ia menemukan Riku, aku selama ini bekerja untuknya... Namun terkadang ia masih mencari tahu informasi tentang Riku dariku. Apa memang seharusnya aku tidak bekerja dengannya? Namun... Jika aku tidak bekerja dengannya apa... Riku akan diambil dariku?

"Riku? Kau dimana?"

Matahari telah terbenam, langit senja seakan mengingatkan diriku akan Riku. Aku harap Kami-sama melindungimu Riku... Dan maafkan aku juga.. Ayah, Ibu, karena lalai dalam menjaga Riku...

Tenn POV Off~

.

.

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top