Chapter 2 : Cemetery

"Riku? Apakah dirimu sudah siap?" Tenn bertanya dari ambang pintu kepada adiknya yang kini sedang memakai kemeja berwarna hitam. "Hum, aku sudah selesai Tenn-nii" jawabnya, dengan segera Tenn menghampiri adiknya membantunya duduk di kursi roda lengkap dengan selang oksigen disana. Tidak lupa Tenn melingkarkan syal dileher Riku, agar ia tidak kedinginan nanti.

Hari ini mereka akan menghadiri pemakaman kedua orang tua mereka, walaupun cukup menyakitkan mereka tetap harus hadir... Tenn sendiri bingung bagaimana cara menjelaskan keadaan dirinya sekarang kepada adiknya, dilain sisi Riku bingung menerka apa yang terjadi saat ini.

"Riku? Apakah dirimu bisa berjanji satu hal padaku?" Secara tiba-tiba Tenn berujar. "Janji apa itu Tenn-nii??" Tanya Riku penasaran, namun untuk beberapa menit Tenn terdiam.

"Tenn-nii?" Riku memanggil nama kakaknya, Tenn tersentak. "Yah, bagaimana ya... Bisakah kau benjanji pada Tenn-nii apapun yang terjadi.. baik itu hal kecil sekalipun beritahukan kepada diriku ya?" Ucapan Tenn diangguki oleh Riku. "Tapi... Tenn-nii juga harus berjanji kepada Riku, untuk selalu bersamaku.. ok??" Tenn mengukir senyuman tipis, "Tentu, Tenn-nii akan selalu bersamamu".

.

Kaze ga fuite, attakai tsutsumukomi

By:

Acha_Kimari32

.

.

Tanpa sadar mereka telah sampai di tempat pemakaman, disana sudah terlihat dua peti mati dan beberapa kerabat dan saudara, menyaksikan peristirahatan terakhir Pasutri Nanase.

Tenn terdiam, begitu pula Riku. Mereka cukup kecewa memberikan hak urus jenazah kepada rumah sakit.. karena itulah mereka tidak dapat melihat wajah kedua orang tua mereka untuk terakhir kalinya sebelum mereka dimakamkan.

"Tenn-kun? Riku-kun?" Panggil seseorang, yang ternyata adalah Izuma. Ia kini juga memakai pakaian serba hitam lengkap dengan syal berwarna abu-abu mengingat cuaca masihlah bersalju. "Izuma-san" ucap Tenn, Izuma nampak berdiri dihadapan mereka saat ini.

"Pasti berat bukan? Namun jangan patah semangat, jalan kalian masih panjang" Ucapan Izuma membuat kedua kembaran non identik tersebut memiringkan kepalanya. Sulit menerka apa yang dikatakan pria dewasa dihadapan mereka saat ini. "Aa--maksudku..." Izuma jadi bingung bagaimana menjelaskannya, namun Tenn tersenyum mendengarnya. "Terima kasih Izuma-san" ujarnya, Izuma hanya membalasnya dengan kekehan kecil.

Setelah pemakaman selesai, semua kerabat dan saudara sudah kembali pulang setelah berpamitan dengan Tenn dan juga Riku. Tenn dan Riku terdiam dihadapan nisan kedua orangtua mereka. Izuma menatap mereka dari belakang dengan sendu, mengingat mereka masihlah anak-anak yang perlu akan perhatian kedua orang tua, namun takdir sudah mengubahnya menjadi tragis. Tak lama setelah itu, Izuma mengantar Tenn dan Riku ke rumah sakit. Itu benar, beberapa hari ini mereka belum pulang ke rumah entah apa alasan Tenn tidak pulang ke rumah dan memilih menginap dirumah sakit dengan Riku yang dirawat disana.

"Terima kasih Izuma-san, sudah mengantar kami" ucap terima kasih Riku, memang Riku baru mengenal Izuma, namun baginya sosok Izuma sudah seperti sosok dekat baginya. "Tidak perlu berterima kasih, ini sudah tugasku sebagai sahabat orang tua kalian untuk menjaga kalian berdua. Lagipula rumahku sejalan dengan arah rumah sakit" ucapnya menggaruk tengkuknya untuk menghilangkan kecanggungan diantara mereka. Beberapa menit kemudian Izuma pamit pulang, lalu Tenn dan Riku masuk kerumah sakit mengingat udara masihlah dingin dan itu cukup beresiko untuk kambuhnya penyakit Riku.

.

.

"Kalau begitu Riku, Tenn-nii pergi dahulu" Tenn lengkap dengan jaket tebalnya berdiri diambang pintu, menatap adiknya yang berbaring diranjang. Riku terdiam sebentar, "bukankah Tenn-nii sudah meminta izin kepada sekolah kemarin?" Ucapnya, Tenn lalu mengukir senyuman. "Iya itu benar, namun Tenn-nii ada urusan sebentar... Paling tidak tunggulah Tenn-nii pulang sore nanti" Tenn melambai pelan dari ambang pintu lalu pergi meninggalkan Riku sendiri.

Riku termenung, semenjak kematian kedua orang tua mereka Tenn kakak kembarnya sudah berubah. Ia lebih dewasa dibandingkan lusa kemarin, namun Riku tidak terlalu mempedulikannya ia hanya memikirkan bahwa kakaknya masihlah menyayanginya, jujur saja Riku masih belum merelakan kedua orang tuanya yang meninggal secepat ini.

"Takdir... Ya?" Gumannya pelan.

.

.

"Ohayou Gozaimas" Tenn memasuki ruangan staff disalah satu kantin. Itu benar Tenn saat ini berada di salah satu kantin, tempat ia bekerja part-time.

"Ohayou Tenn-kun. Aku turut berduka atas kematian kedua orang tuamu ya, pasti sulit untukmu" salah satu teman part-time yang merupakan siswa SMA didekat sana.

"Terima kasih Tokawa-senpai" Tenn berterima kasih, sambil melepas jaket tebalnya lalu meletakkannya di rak.

Tenn memutuskan untuk bekerja dan menabung, sesuai dengan rencananya untuk pergi ke Tokyo untuk pengobatan Riku. Bekerja part-time cukup sulit menurutnya, penghasilan yang didapat memang tidak sebanyak pegawai tetap namun untuk Tenn itu sudah lebih dari cukup.

Ketika pagi, Tenn bekerja dikantin dekat perkantoran bersama dengan Tokawa. Disaat menjelang siang ia bekerja di supermarket hingga sore. Sungguh hari melelahkan.

"Tenn-kun, aku duluan ya" Tokawa berpamitan, shift paginya hanya sampai pukul 8 karena pukul 8.30 ia akan pergi kesekolahnya.

"Tentu Tokawa-senpai" ucap Tenn sambil menatap Tokawa menjauh. Jam 9 juga merupakan jam dimana kantin tersebut akan ramai, dan Tenn sendirilah yang mengurus pesanannya. Karena pemilik kantin sudah bertugas sebagai pembuat makanan.

.

.

"Kerja bagus Nak Tenn" wanita paruh baya menepuk pundak Tenn disaat kantin yang awalnya penuh kini agak mulai kembali normal.

"Arigatou gozaimas, Ōnā-san" Tenn tersenyum kecil disaat pemilik kantin memuji hasil kerja kerasnya.

"Baiklah ini gajimu, mungkin terlalu awal namun kerjamu cukup baik. Ada bonus sedikit untukmu Nak Tenn" pemilik kantin memberikan amplop kepada Tenn, dengan senang hati Tenn menerimanya, untuknya yang baru bekerja beberapa hari disana ini bisa disebut sebagai berkah.

"Arigatou gozaimas, Ōnā-san" Tenn membungkuk lalu pamit menuju ruang ganti.

"Untuk kedepannya mohon bantuannya ya Nak Tenn, kau bisa meminta izin jika kau sibuk dengan sekolahmu. Aku bisa mengganti shift-mu nanti" ucap pemilik kantin dengan senyuman, Tenn membungkuk kembali setelah itu Tenn pamit untuk pulang, namun sebenarnya ia pergi ke tempat kerja berikutnya karena hari sudah mulai siang.

.

.

Kini Riku termenung di ranjang miliknya, hari sudah mulai gelap dan sosok kakaknya belum juga terlihat. Ia bosan sendirian, namun dilain sisi Riku khawatir dengan keadaan Tenn. Mengingat ialah yang bekerja untuk menafkahi dirinya.

Riku turun dari ranjang, berjalan dengan tiang infus yang sampai saat ini terpasang ditangan kanannya. Selang oksigen juga masih terpasang, menandakan betapa buruk konsidinya saat ini. Ia berpegangan pada tiang infus, dan mulai melangkah keluar.

.

.

Riku duduk disalah satu kursi tunggu dekat meja resepsionis rumah sakit. Mengayun-ayunkan kakinya untuk menghilangkan rasa bosannya.

"Riku-kun?" Baru saja beberapa menit, seseorang memanggil namanya, dengan sontak Riku menoleh mendapati Izuma yang kini berjalan menghampirinya.

"Kenapa kau ada diluar? Diluar cukup dingin, ini tidak baik untuk kesehatanmu" Ujarnya sambil menatap Riku yang kini terlihat termenung, Izuma terdiam.

"Kau menunggu kakakmu bukan?" Dari pertanyaan Izuma Riku langsung merespon, Izuma kini mulai duduk disamping Riku.

"Kau bisa membuat kakakmu khawatir nanti setelah pulang, kau tahu bukan jika ia pekerja semenjak pagi hingga menjelang malam? Seharusnya dirimu harus lebih mandiri dalam menghadapi masalah ini Riku-kun" Ujar Izuma, Riku terdiam.

"Maksudku... Jangan terlalu bergantung pada Tenn-kun, jika kau terlalu bergantung padanya. Mungkin dimasa depan, disaat dirimu mulai mandiri... " Izuma menggantung kalimatnya.

"...kau akan kesulitan nanti" Imbuhnya, Riku terdiam. Mungkin saat ini ia belum mengerti kalimat Izuma, namun... Riku juga tahu jika terus bergantung kepada Tenn, maka kakaknya akan kesulitan.

"Aku tahu itu Izuma-san, namun..." Izuma tersentak dengan penuturan Riku, karena dengan mendengarnya saja Izuma merinding.

.

.

"Hari ini aku pulang cukup larut, kuharap Riku baik-baik saja" Tenn berlari dari tempat ia bekerja ke rumah sakit, tempat Riku dirawat. Tak lupa juga ia membeli donat kesukaannya dan juga adiknya untuk dimakan bersama nanti.

.

"Are? Izuma-san? Kenapa kau diluar kamar Riku? " Tenn yang baru saja sampai mendapati Izuma berada didepan pintu kamar adiknya berada.

"Tenn-kun?!" Izuma sedikit tersentak, karena Tenn yang tiba-tiba muncul.

"Apakah Izuma-san mencariku? Kalau begitu silahkan masuk Izuma-san ak---" sebelum Tenn menyelesaikan kalimatnya seorang dokter keluar dari kamar Riku. Tenn sontak menjatuhkan kotak donat yang ia beli, dan berlari ke arah dokter tersebut.

"Dokter?!! Apa yang terjadi dengan Riku?!" Dengan suara yang tinggi Tenn bertanya kepada dokter tersebut, membuatnya terkejut bahkan sedikit mundur hingga membuka pintu ruangan.

Disana Tenn melihat, kini banyak alat yang dipasang ditubuh adiknya, apa yang terjadi? Apakah keadaan adiknya memburuk?

"Nak Tenn? Bisa kau tenang sebentar aku akan menjelaskannya jika kau mau tenang." Tenn terdiam, dan mundur dengan perlahan.

"Berterima kasihlah pada Izuma-san yang sudah membawa adikmu tadi, jika tidak keadaan Riku-kun akan lebih buruk lagi." Dokter tersebut mulai menjelaskan, Tenn melirik ke arah Izuma sebentar lalu kembali menatap sang dokter.

"Kami sudah menanganinya Nak Tenn, Keadaan adikmu sudah mulai membaik" mendengarnya Tenn menghela nafas lega, syukurlah keadaan adiknya tidak memburuk.

"Namun sepertinya, Riku-kun harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih lengkap baik itu alat medis ataupun dokter spesialis paru-paru yang dapat menangani penyakit Riku-kun" Mendengarnya Tenn tersentak, ia belum bisa membawa Riku kerumah sakit yang lebih lengkap. Apakah ia harus bekerja lebih keras lagi? Agar uang yang ditabungnya cukup? Apakah ini saatnya menggunakan harta warisan orang tua mereka?

"Begitu ya dokter... " Guman Tenn pelan, ia terlihat menunduk. Setelah memeriksa keadaan Riku, dokter tersebut pamit karena masih ada pekerjaan yang menunggunya.

.

"Tenn-kun?" Izuma memanggil nama putra dari sahabatnya itu, Tenn terlihat termenung menatap adiknya yang terbaring di ranjang dengan alat medis yang terpasang ditubuhnya.

"Aku tahu kau sedang berpikir, soal memindahkan Riku ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap." Izuma berujar, Tenn nampak tidak menoleh namun Izuma yakin Tenn sedang mendengarnya saat ini.

"Izuma-san?" Selang beberapa menit Tenn memanggil Izuma, dengan perlahan Izuma menghampiri Tenn. Bisa terlihat jika tangan Tenn kini basah, Izuma sudah bisa menebaknya. Benar Tenn menangis.

"Aku harus bagaimana?" Suaranya bergetar, Izuma menatap simpati Tenn lalu mendekat dan memeluk tubuhnya.

Tenn masihlah anak-anak yang perlu kasih sayang orang tuanya, begitu juga adiknya. Jika takdir memaksa mereka bersikap dewasa tentu saja itu hal yang sulit. Roda kehidupan mereka sudah mulai berputar, menandakan perjalanan hidup mereka akan dimulai.

.

.

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top