PATAH HATI
-ALFIAN POV-
Sudah seminggu aku menikahi gadis itu, yang aku tahu dari dia hanyalah namanya saja. Selebihnya, kehidupanku masih seperti yang dulu, tak terasa status sudah berubah menjadi suami orang. Tapi apa-apa masih saja sendiri. Itu karena dia masih sekolah dan kedua keluarga bersepakat sementara memisahkan tempat tinggal kami, hingga waktunya tiba. Yaaaa semacam kawin gantung gitulah. Meskipun begitu aku tidak mau ambil pusing.
"Mister Al," panggilan sekretarisku mengagetkan saat kami sedang menunggu rekan bisnis di restoran.
"Iya," sahutku memperbaiki duduk.
Hari Minggu seharusnya aku bisa bermalas-malasan di apartemen, tidur seharian, tapi hari ini aku harus menggantikan Papa menemui kolega dari luar negeri. Apes!
"Ini materi pembahasan meeting nanti." Diah, dia adalah sepupu sekaligus sekretarisku.
Aku membaca materi yang Diah berikan padaku, sangat serius dan teliti.
"Nggak main ke rumah bini Kakak?" tanya Diah saat aku sedang serius membaca.
Di antara ribuan pegawai kantor, yang mengetahui statusku telah menjadi suami orang hanya beberapa saja dan itu masih keluargaku.
"Nggak," jawabku singkat.
Diah terkekeh sambil memakan spaghettinya. "Kakak tuh suami paling aneh sedunia. Sudah punya bini bukannya bersikap seperti suami, nah ini? Malah masih saja bebas."
"Suami rasa bujang," jawabku tak acuh, dia semakin tertawa.
Memang begitu yang aku rasakan. Menikah dengan Ily bukanlah keinginanku. Itu karena paksaan Papa dan Mama, dengan alasan agar aku bisa lebih bertanggung jawab. Alasan yang sangat basi! Jika aku tidak menuruti mereka, bisa-bisa aku didepak dari kartu keluarga.
"Setidaknya hubungi dia dong Kak, masa sih dari menikah sampai satu minggu setelah menikah nggak pernah ngobrol. Gimana entar kalian jika tinggal satu rumah?" ocehan dia tak acuh sambil memakan pastanya.
Aku jadi tidak konsentrasi membaca materi pembahasan yang akan dirapatkan nanti.
'Mulai cerewet nih anak! Nggak Emak gue! Nggak sepupu gue! Semua sama! ce-re-wet! Semua perempuan itu emang nyebelin dan makhluk Tuhan yang paling ribet,' batinku geram melirik Diah kesal.
"Hubungi dia, Kak. Suruh ke sini. Anggap saja kencan pertama, atau pacaran setelah menikah," bujuk Diah menggodaku dengan senyuman jahil dan kedua alisnya naik turun.
"Ck! Daripada lo ngurusin hidup gue, mendingan lo cari pacar. Umur udah 26, tapi nggak laku-laku. Diiiiih, memalukan!" decakku yang langsung Diah hadiahi pukulan keras di lengan dengan gulungan kertas.
"Enak aja lo ngatain gue nggak laku! Gue udah punya pacar keleeees! Cuma belum ngajakin kawin aja," kata dia terus memukuliku dengan gulungan kertas di bagian tubuh sampai tengkukku.
Aku menutup wajah dengan lengan tangan agar ketampananku tak lecet gara-gara amukannya.
"Ehem!" Sebuah deheman menghentikan aksi Diah.
Aku pun mendongak, ingin mengetahui siapa orang yang menyelamatkan hidupku. Aku sangat terkejut saat Ily berdiri di samping meja sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Ily?" ucapku pelan menatap dia heran. Ngapain dia di sini? Pikirku mengerutkan dahi.
"Maaf, bisa tidak jika di tempat makan kalian jangan berisik. Selera makan saya hilang, karena terganggu ulah kalian," omelnya galak padaku dan Diah.
Diah melongo seperti sapi ompong mendengar ocehan anak di bawah umur ini. Aku? Bersikap cuek dan dingin padanya. Aku membuang wajahku ke arah lain, tak memedulikan dia. Lantas dia pergi, aku lirik, dia duduk di meja tak jauh dari tempatku dan Diah.
"Kak, dia kan Ily?" Diah menunjuk Ily yang duduk berdua dengan seorang anak muda seusianya.
Aku hanya mengedikkan bahu, bersikap seolah-olah tak mengenalinya. Memang aku tidak mengenalnya!
"Kok sama cowok sih?" protes Diah.
"Aaaah! Sudahlah, jangan urusi orang lain," desahku.
"Orang lain? Woiy! Masih ngelindur lo, Kak? Dia bini lo tahu!" Lagi-lagi dia menimpukku dengan gulungan kertas.
Aku melihat Ily dan cowok itu, memerhatikan mereka mengobrol sangat asyik. Dia saja seperti tidak mengenalku dan tidak memedulikan keberadaanku, kenapa aku harus memedulikannya?
-ILY POV-
Aku berdoa, semoga Om Jangkung itu tidak merusak makan siangku yang sangat amat berkesan ini? Bagaimana tidak berkesan! Rendi mengajakku makan di restoran. Hari Minggu yang sangat menyenangkan. Wow, hatiku sekarang sedang seperti taman bunga yang bermekaran. Aku dan Rendi sangat menikmati makan siang kami, sesekali kami mengobrol hingga tertawa bersama. Aaaaaah, seandainya dia yang menikahiku, hidupku akan sempurna.
"Ly?" panggilnya pelan sambil menggenggam tanganku.
Aaaaaaa... jantungku? Deg deg seeeeer rasanya.
"Iya?" balasku sehalus mungkin sambil senyum-senyum tak jelas.
Pipiku pasti sudah merah merona seperti buah tomat yang matang. Aku malu dan bahagia, di dalam hati seperti sedang jingkrak-jingkrak.
"Kita kan udah lama dekat ...." Dia menggantung perkataannya. Pasti dia mau nembak aku! Aduuuuuuh, aku harus jawab apa ya? Ini yang sudah lama aku tunggu. Ayoooo Ren, buruan jangan berbelit-belit. Tinggal ngomong aja, 'Ly, pacaran yuk!' Pasti deh, langsung aku terima Ren, nggak pakai mikir-mikir lagi.
Aku kegirangan tak tertahankan dalam hati, tapi di luar tetap bersikap tenang dan jual mahal.
"Iya, terus?" tanyaku sudah tak sabar.
"Aku ... aku ...." Rendi berkata gelagapan dan terbata-bata kayak orang gugup.
'Apa sih, Ren? Kamu bikin hatiku mau jebol,' batinku tak sabar menanti kata selanjutnya.
"Aku mau minta pendapat kamu," lanjut Rendi.
Aku mengerutkan dahi tak mengerti apa maksud dia.
"Pendapat apa?" Perasaanku seketika berubah tidak enak.
"Antara Ayu sama Dewi, aku bingung Ly menentukan pilihan. Mereka sama-sama cantik dan baik. Aku juga suka keduanya. Menurut kamu yang cocok sama aku siapa?" ujar Rendi sama sekali tidak memikirkan perasaanku.
'Aku! Aku yang cocok sama kamu!' pekikku dalam hati sudah menangis.
Kalian tahu rasanya jatuh dari langit yang langsung nyungsep di semak belulang? Nah! Itu yang aku rasakan sekarang! Dasar! Rendi kampret! PHP! Aku langsung menarik tanganku dari genggamannya lalu berdiri.
"Pilih aja sendiri!" sergahku sebal sampai kami menjadi pusat perhatian.
"Ly," panggil Rendi saat aku sudah pergi meninggalkannya.
Aku tidak peduli lagi padanya! Om Jang? Duuuh, kalau dia tahu bagaimana ya? Apa yang akan dia perbuat padaku? Ah! Masa bodoh! Dia saja tidak memedulikanku, ngapain aku harus peduli padanya?
Dengan perasaan kesal dan sangat sebal aku terus berjalan sambil menggerutu tak jelas.
-ALFIAN POV-
Ily berteriak saat aku berbicara dengan rekan bisnis Papa. Kami semua dikejutkan dengan teriakannya yang cukup keras. Aku melihat wajahnya tampak marah pada cowok itu. Dia langsung pergi tidak memedulikan cowok itu yang selalu memanggil namanya. Dasar, anak-anak ABG! Memalukan! Untung bukan aku yang di posisi si cowoknya, bisa jatuh martabat CEO tampanku.
"Dasar anak ABG sekarang, kalau pacaran nggak memikirkan orang lain," cerca sekretaris rekan bisnisku. Aku hanya tersenyum dan kembali membahas bisnis.
***
Atas permintaan Mama, sepulang dari restoran, aku datang ke rumah mertuaku untuk mengajak Ily main ke rumah orang tuaku. Sebenarnya malas sekali aku bertemu dengannya. Aku memarkirkan mobilku di pelataran rumah Papi Dika, lantas memencet bel rumah dengan setengah hati. Tak lama pintu pun terbuka.
"Eh, Al? Baru datang?" tanya wanita paruh baya yang tak lain adalah mami mertuaku. "Ayo masuk, Ily juga baru pulang," katanya membimbingku masuk ke rumah.
'Nggak ada yang tanya!' batinku tapi bibi tersenyum ramah.
"Langsung naik saja ke kamarnya, dia ada di kamar kok," perintah Mami.
Apa? Aku kan tamu, main asal perintah suruh cari anaknya ke kamar. Nggak takut apa kalau anak perawannya gue apa-apain. Eh, tapi emang aku kan suami dia, wajarlah kalau aku ngapa-ngapain dia.
"Iya, Mi," jawabku sopan lalu berlari kecil ke lantai dua.
Sejak aku menikah dengan Ily, baru kali ini aku menginjakkan kaki di lantai dua rumah mertua. Masuk ke kamar Ily saja baru akan terjadi hari ini, itu saja jika dia mengizinkan masuk. Aku bingung harus mengetuk pintu yang mana. Karena semua pintu yang berjejer tiga sama warna dan bentuknya.
"Al, pintu yang tengah ... kamar Ily," tunjuk mertuaku yang melihatku kebingungan. Aku hanya tersenyum dan menggaruk tengkukku kikuk.
'Memalukan! Gitu aja nggak tahu Al! Dasar! Ketahuan banget kalau nggak peduli sama bini!' gerutuku dalam hati.
Aku langsung saja mengetuk pintunya, tak berapa lama terdengar kunci diputar. Aku memasang wajah flat dan bersikap dingin. Pintu terbuka, aku melihat mata Ily sembab dan hidungnya merah.
"Ngapain lo di sini?" hardiknya galak.
Aku tetap stay cool, menatap dia yang menghapus ingusnya dengan tisu. Aku rasa mungkin tadi dia habis putus cinta. Dasar anak ABG, baru juga diputusin cowok udah mewek begitu.
"Ganti baju," perintahku dingin tanpa ekspresi.
"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue," katanya nyolot melototkan matanya yang merah bekas menangis.
Eh, dia lupa gue siapa? Pikun kali nih anak! Gue kan suaminya.
"Ck! Jangan banyak cingcong, buruan ganti aja napa sih? Ribet banget," omelku tak peduli apa yang dia pikirkan tentangku.
"Gue lagi males keluar, lebih baik lo pulang aja deh," usir dia tak sopan.
What?!!! Cowok sekeren aku diusir anak ingusan? Mau ditaruh mana muka gantengku? Seumur-umur baru kali ini aku diusir cewek dan parahnya lagi, cewek ingusan di bawah umur! Oh Al, sudah jatuh martabat ketampanan lo!
"Ck! Mama minta lo datang ke rumah! Cepet, gue nggak punya banyak waktu," sombongku padanya.
"Ogah! Pergi aja sendiri!"
'Blam!!!
Dia menutup pintu kamarnya keras tak memedulikanku yang berdiri di depan kamarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top