INI GILA!

Disarankan beli bukuversi terbarunya di IG @tokobuku_rexpublishing karena cerita lebih menarikdan komplit. Cerita di sini apa adanya, belum diedit, beda dengan bukunya.

***


Bruaaaaaakkkkk

"Ily!!!!!"

Mampus gue! batinku kepergok.

Aku menoleh ke seseorang yang memekik dari ambang pintu dan hanya bisa menyengir kuda, memamerkan deretan gigiku yang rajin. Mami mendelik, sampai-sampai biji matanya seperti mau lepas dari kelopak mata. Hiiiii ... serem.

Posisiku sekarang sedang nangkring di jendela kamar dengan balutan dress selutut warna hijau toska dan rambut hitam legam tergerai panjang, bagian bawah ikal. Oh my God!!! Dewi Fortuna sedang tak memihakku kali ini.

"Mau ke mana kamu?" sergahnya sambil melangkah lebar menghampiriku. "Turun!!!" titah Mami menarik tanganku turun dari jendela.

Aku mengibaskan tangan dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Mami di pergelangan tanganku.

"Miiiiiii, aku nggak mau! Please Mi, kasihanilah anakmu ini. Janganlah kamu aniaya anak semata wayangmu ini," mohonku merajuk sambil menangkupkan kedua tangan serta memamerkan wajah mengiba. Berharap hati Mami akan luluh.

"Jangan aneh-aneh kamu! Sudah dandan cantik malah mau minggat! Mau taruh di mana muka Mami sama Papi?" omel Mami sambil membenarkan dress-ku yang tadi terlipat-lipat jadi lusuh.

Aku mencebikkan bibirku sebal dan bergumam, "Taruh aja di pantat panci."

'Tuk!

Mami memukul kepalaku dengan gulungan majalah Gadis. Aku mengusap kepalaku sambil bibir mengerucut ke depan.

"Sebentar lagi keluarga Om Danu sampai, jangan macam-macam kamu." Mami terus mengomel selama membenarkan make up-ku yang sedikit berantakan. Aku semakin sebal dengan keputusan orang tuaku yang sepihak.

Bagaimana tidak sebal? Aku ini masih duduk di bangku SMA Pelita Jaya dan masih menikmati masa remajaku. Semua keluargaku sudah gila!!! Mereka ingin menikahkan aku dengan pengusaha kaya raya, seorang CEO muda dari perusahaan terkenal di ASIA. Beeeeehhhh, jangan kalian pikir aku bahagia ya? Sangat amat tidak bahagia! Apalagi Mami bilang, jika orang yang akan dinikahkan usianya terpaut 10 tahun denganku. Sekarang  saja usiaku baru 17 tahun, kalau terpaut 10 tahun, berarti dia 27 dong? Ooooh Tuhan, beginikah nasib anak gadis baik-baik?

"Mi, harus ya lamarannya malam ini?" tanyaku berharap Mami menjawab 'Bisa ditunda sampai kamu dewasa kok, Nak.'

"Iya, harus! Ini demi menjaga diri kamu dan martabat keluarga," jawab Mami mematahkan harapanku.

Seketika aku lemas dan membanting bokongku di atas ranjang. Mami memilihkan high heels yang sesuai dengan tubuh mungilku. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana masa depanku setelah ini.

"Enakkan martabak Mi, bikin perut kenyang," selorohku. Mami menoleh, lagi-lagi melototiku tajam.

Aku langsung menutup mulutku rapat-rapat, sebelum diomeli Mami lagi. Pintu terketuk, Mami dan aku lalu menoleh ke arah pintu yang terbuka sedikit.

"Nyonya, keluarga Pak Danu sudah datang," kata PRT menyembulkan kepalanya.

"Oh iya, sebentar lagi. Tunggu saja di bawah," kata Mami dengan senyum mengembang bahagia.

Dia pikir aku juga bahagia? Tidak sama sekali! Aku memutar bola mataku malas saat Mami memintaku memakai high heels yang sudah ia pilihkan.

"Kali ini saja jangan bikin Mami sama Papi malu. Kamu itu anak perempuan kami satu-satunya. Ini kami lakukan untuk menjaga diri kamu dari pergaulan bebas. Mami ngeri melihat pergaulan anak zaman sekarang," tukas Mami menuntunku keluar dari kamar.

Jika sudah seperti ini, aku hanya bisa pasrah. Bagaiamana lagi, aku anak tunggal di keluarga ini. Dan kebahagiaan orang tuaku harga mati bagiku. Tapi jika aku bisa meminta, jangan sama om-om juga kali perjodohannya. Bisa kan Mami sama Papi memilihkan pria yang seumuran denganku? Maksimallah usia 25 tahun masih mending. Nah ini? 27 tahun! Aku mengikuti Mami ke ruang tamu, di sana sudah ramai orang. Seperti mau ada pawai dadakan saja.

"Pasang senyum kamu, Ily. Ini calon mertuamu," bisik Mami sambil mencubit lengan tanganku kecil.

Aku sangat tidak menyukai situasi ini, ya Tuhan ... kalau boleh meminta, enyahkan aku sekarang juga dari tempat ini. Dengan sangat terpaksa aku tersenyum dan menyalami semua orang yang duduk di ruang tamu sesuai perintah Mami.

"Nah ini Pak Danu, putri semata wayang kami. Sini Ily, duduk sama Papi," titah Papi tersenyum lebar hingga memperlihatkan giginya yang rapi.

Aku duduk di tengah-tengah orang tuaku, duduk sangat manis dan anggun. Meskipun menahan perasaan jengkel di hati. Aku menyapu pandangan ke semua orang di ruangan itu, tidak terlihat pria muda di situ. Rata-rata kepalanya botak dan perutnya buncit.

'Oh my God ... Mamiiiiiiiiii ... Ily nggak mau nikah sama om-om,' pekikku dalam hati seraya meremas ujung drees-ku.

"Seperti yang sudah kita bicarakan beberapa waktu lalu, Pak Dika. Anak saya sudah menyetujui perjodohan ini," kata om-om dengan kepala plontos, berkumis tipis, perut buncit, duduk berseberangan dengan kami. Aku yakin, pasti ini bapaknya si om-om yang akan dijodohin denganku.

Aku melirik seseorang yang duduk di sebelahnya, dia mengedipkan matanya genit padaku. Oh Tuhan, apa dia yang mau dijodohkan denganku? Giginya ...? Alamaaaaak, kenapa tinggal dua? Terus kepalanya, kenapa rambutnya jarang? Jidatnya lebar kayak lapangan sepak bola.

'Huaaaaaa... Ily nggak mau nikah Mamiiiiiiii,' tangisku dalam hati.

Tapi percuma saja aku menangis dalam batin, toh juga nggak akan ada yang peduli.

"Baiklah kalau begitu Pak Danu, anak kami juga sudah menyetujuinya," ucap Papi merengkuh bahuku.

'Papi, Ily menyetujui karena terpaksa!!!' bisikin kecil, tapi Papi tak menghiraukannya. Aku menghela napas dalam, benar-benar tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali pasrah.

Itu pun aku menyetujuinya gara-gara Mami sampai jatuh sakit dirawat di rumah sakit lantaran selalu aku tolak bujukannya. Bikin aku tidak tega dan sangat amat terpaksa menerima perjodohan ini. Nyesel juga kalau calonnya begitu! Coba dia ganteng kayak artis dan DJ tampan Al Ghazali, bahagianya hidupku.

"Kalau begitu kita bicarakan kapan akad nikahnya," sahut Om Danu bersemangat.

Mendengar Om Danu bicara seperti itu hatiku seperti diubek-ubek. Rasanya aku mau mati saja! Mau ditaruh di mana mukaku, kalau sampai teman-teman di sekolahan tahu, Ily Sofia Dewi Permata menikah dengan om-om. Oh Rendi, maafkan gebetan cantikmu ini. Tapi kamu harus tahu jika sayangku hanya untukmu, Rendi.

Saat semua sedang sibuk berunding, aku menyibukkan diri BBM-an dengan Rendi. Dia adalah cowok yang sudah lama aku taksir, tapi sampai sekarang belum nembak juga. Yaaah, apes! Kalau mau nembak dulu gengsi dong! Hubungan kita cukup baik, malah udah seperti orang pacaran. Aduuuuuh ... mengingat Rendi bikin hati makin kalut. Ketika semua orang sibuk berunding dan aku sibuk mengirim BBM, tiba-tiba pintu terketuk. Semua menoleh ke arah pintu begitupun aku. Seketika mataku bening dan ... Al Ghazali!!! Wow, Tuhan memang baik padaku. Dia mengirimkan pangeran yang akan membawaku lari dari situasi menyedihkan ini.

"Maaf, saya terlambat," katanya membungkukkan tubuh meminta maaf kepada semua.

"Aaaah, kenalkan Pak Dika." Om Danu berdiri menghampiri pria tampan yang mirip dengan DJ idolaku, Al Ghazali Kohler. Dia merangkul pria itu. "Ini Alfian Rendra Mahardhika, calon suami Ily."

What!!! Oh my God!!! Yes!!! Aku mau!!!

***

Setelah menikah, aku pikir kami akan tinggal bersama. Namun, kenyataannya ... aku tetap tinggal di rumah Papi, sedangkan dia, entah tinggal di mana. Usai ijab kabul, dia sibuk mengobrol dengan keluargaku. Selama ini hubunganku dengan dia kurang baik. Kami tidak pernah mengobrol serius dan dia orangnya super duper dingin seperti kutub es. Mungkin dulu mamanya ngidam nelen es di kutub utara kali, makanya lahirnya seperti manusia es. Cakep sih,  tapiiiii ... sikapnya nol!!! Aku tidak suka!!! Titik!

"Ily, kamu nggak main ke rumah mertuamu? Al juga nggak jemput kamu? Ini kan hari Minggu, seharusnya dia libur ngantor kan?" tanya Mami mulai mencereweti. Dia duduk di sofa single, seberang tempatku bersantai.

Memang sih aku memiliki semua kontak dia, tapi aku belum pernah sekalipun menghubunginya. Dia saja tidak pernah menghubungiku. Jangan kan menanyakan keadaan bininya, menyapa dan basa-basi saja tidak pernah. Suami macam apa dia? Seminggu setelah menikah tapi kehidupanku tetap masih seperti yang dulu. Hanya status saja yang berubah.

"Nggak tahu, Mi," jawabku tak acuh.

Lebih baik aku di rumah nonton kartun Ipin Upin, kartun kesukaanku. Sejak bangun tidur belum ngapa-ngapain aku sudah nongkrong di depan TV. Ngemil Sukron sambil kaki ongkang-ongkang. Nikmatnya jadi anak tunggal!

"Coba kamu hubungi dia," perintah Mami yang jelas tak langsung kuturuti.

Dia kan suami, jadi yang seharusnya mengawali berkomunikasi dia dong. Gengsi kalau aku duluan! Menjaga harga diri itu penting! Meskipun dia sudah menjadi suamiku, walau hanya status.

"Ogah ah Mi, males!" Aku langsung beranjak dari tempat ternyamanku, lalu menaiki tangga menuju ke istana kecilku, yaitu kamar! Tempat privasiku.

#######

Format pesanan

Nama :

No HP :

Alamat lengkap :

Desa / kelurahan :

*Kecamatan :

*Kota / kabupaten :

*Provinsi :

*Kode Pos :

Judul buku :

Jumlah pesanan :

Ekpedisi pilihan : J&T, Wahana, Pos, Si Cepat, Tiki, Lion Parcel, dll.

Kirim format ke 085710415323 (Kak Ebie) / 088220245296 (Rex Delmora) / 081249092360 (Rex Publishing).

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top