HARI YANG INDAH
-ALFIAN POV-
Tidurku malam ini nyenyak, si jujun semalaman di pegang Ily. Walaupun gagal semua rencanaku, karena gara-gara kemarin ketika pulang kerja membaca surat kabar yang bikin bulu kudukku merinding.
Beritanya tertulis kalau lubang buaya Ulfa istri mudanya Syeh Puji yang masih berusia 12 tahun sampai sobek dan rusak. Gila tuh seberapa jujunnya sampai nyobek lubang buaya begitu? Makanya aku takut mau masukin jujun sekarang di lubang buaya Ily. Kalau sampai sobek dan rusak, duh! Bisa hilang rasa enakku. Mending aku tahan dulu deh, sampai Ily siap ngasihnya, pasrah lahir batin. Jadi nggak merusak kenikmatanku.
"Aaaaahhhhgggg." Ily menggeliat sedangkan aku masih pura-pura tidur. Tapi aku merasakan perlahan dia akan mencabut tangannya dari dalam boxer-ku.
Padahal kalau pagi si jujun pasti bangun. Dengan cepat aku menahan tangannya.
"Jangan, biarin begini dulu," kataku masih dalam mata terpejam.
Dia tak jadi mengeluarkan tangannya dari dalam boxer. Aku kembali mendekapnya, aaaaah kalau begini setiap hari tenang hatiku.
"Om Jang, udah jam 5. Aku harus siap-siap sekolah," katanya pelan dalam dekapanku.
Ya ampuuun, oh iya! Istriku kan masih sekolah. Ya sudahlah, memang aku harus bersabar. Aku perlahan merenggangkan dekapanku dan membuka mata menatapnya yang ternyata masih memejamkan mata di depan dadaku. Sepertinya dia nyaman aku peluk, aku kembali memeluknya dan membiarkan sejenak seperti ini. 10 menit, tak ada pergerakan, 20 menit masih saja sama, hingga 30 menit aku perlahan merenggangkan pelukanku dan melihat dia, ternyata Ily kembali tertidur. Aku mengelus pipinya sangat lembut sambil berbisik di telinganya.
"Emes, bangun. Sudah setengah 6."
"Hmmm... 10 menit lagi," pintanya tanpa membuka mata. Sepertinya dia masih enggan bangun.
Yaaaa beginilah kalau sudah mendapat kenyamanan. Maunya di peluk terus, tidak rela untuk melepaskan. Seperti cinta, kalau sudah nyaman susah untuk melepaskan.
"Emes, mau sekolah nggak sih?" tanyaku lagi mengelus pipinya.
"Enak gini, libur aja deh," katanya tanpa beban yang langsung memelukku lebih erat dan menggenggam jujun lebih kencang.
Gerakin dong Ly, jangan cuma dipegangin. Gerakin naik turun kan enak, tuh jujun udah kembali menegang. Biasa, kalau setiap pagi memang sudah ditakdirkan seperti ini. Haruskah aku ritual pagi? Membuang benih yang tak berdosa ke kloset kamar mandi? Ah, sayang, janganlah, nunggu nanti dibuang pada tempat yang sudah halal sajalah!
"Jangan bolos ah, biar cepet lulus dan kita bisa cepet satu rumah," bujukku agar dia tetap mau sekolah.
Aku cuma tidak mau membuat dia menjadi malas sekolah karena keenakan bobo berdua denganku. Sabar Ly, 6 bulan lagi deh, janji, setelah kamu lulus, kita honeymoon ke mana aja yang kamu minta, pasti aku jabanin. Jangankan ke luar negeri, ke luar angkasa saja aku jabanin.
"Aaaaaa ... sebentar lagi," rengeknya manja membuatku semakin gemas ingin sekali rasanya aku tindih dan habisin dia pagi ini juga, tapi sabar Al, sabar sampai waktunya tepat.
"Ya udah, 5 menit lagi ya?" kataku mencabut tangannya dari dalam boxer.
Bukannya apa-apa, kalau dia kelamaan megang makin malas buat bangun dan nanti jadi malas berangkat sekolah. Begini rasanya pacaran sama anak ABG, seperti yang dilakukan sama temen-temen kantorku. Untung aku nggak main gila seperti mereka, ABG yang aku punya spesial dan masih tersegel rapat. Yang paling penting lagi, dia halal toyiban.
"Emes, bangun yuk! Udah hampir pukul 6 nih," bujukku lagi menyibak bed cover.
Masya Allah, Astogfirulloh haladzim, Laillahaillallah muhammadar rasulullah, aku menahan berahiku dan aku menelan ludahku susah payah. Baju yang Ily pakai menyibak ke atas sehingga terlihat jelas celana segitiganya yang bewarna merah menantang. Dan kulitnya putih mulus tanpa cacat. Si jujun semakin mengeras dan sudah berdiri, minta dimasukkan ke lubang buayanya. Astogfirullah haladzim, sabar jun. Dengan cepat aku menutup kembali tubuh Ily, sepertinya aku perlu melepaskan kenikmatan yang sudah di ujung tanduk ini. Saat aku sedang ingin turun dari tempat tidur, Ily tiba-tiba bangun dan memeluk leherku, menempelkan tubuh bagian depannya di dada telanjangku.
"Gendong, males banget jalan," pintanya manja sambil meletakkan kepalanya di bahu kananku.
Aku tersenyum kecil, ya ampun, nggak pernah mimpi punya bini ABG. Tapi, kalau dipikir-pikir, om-om zaman sekarang saja carinya yang ABG dan masih kinyis-kinyis. Nah aku? Tanpa mencari ternyata Tuhan menjodohkanku dengan ABG kinyis-kinyis. Harus aku jaga baik-baik nih surga dunia dan akhiratku, sampai waktunya tiba. Bisa bangga nih kalau aku ajak dia ke pesta, biasanya teman-teman kantorku sampai bayar ayam kampus, kalau nggak anak ABG yang biasa dipakai one night bekas orang banyak. Daripada uangnya buat bayar ayam kampus, mending bisa buat kandang ayamnya sekalian, lumayan bisa buka usaha baru untuk hari tua nanti. Otak bisnis biasa, kalau berpikir nggak jauh dari usaha.
Tanpa aku menjawab sekali tarikan napas langsung berdiri menyanggah pantatnya. Pantatnya mulus dan pinggangku terasa hangat karena bagian sensitif Ily nempel di sana. Makin tersiksa nih batin.
"Udah, kamu mandi sekarang," perintahku menurunkannya di toilet duduk.
Dia membuka matanya malas, kalau bangun tidur seperti ini wajahnya lucu dan imut, natural, aku lebih suka dia seperti ini. Apa?! Suka?! Mmm ... suka kan banyak arti. Rambutnya acak-acakkan, sangat berbeda dengan Ily yang biasanya bawel dan cerewet.
"Iya, kamu keluar dulu sana," perintahnya mendongakan kepala sambil mendorong tubuhku ke belakang.
"Kenapa? Nggak mau aku mandiin?" godaku mengerling jahil berjalan ke arah lain, sudah di ujung tanduk nih.
"Aaaaaa!!!" pekiknya keras sambil menutup matanya saat aku mengeluarkan si jujun yang sudah tak tahan ingin mengeluarkan urin.
Aku hanya tersenyum miring, tadi malam aja dipegang, giliran dikasih lihat bentuknya, pura-pura tutup mata. Padahal aku tahu, dia menutup matanya tidak rapat, jari-jarinya masih ada celah.
"Om Jang! Bisa nggak sih kalau mau pipis, keluar. Pipis di kamar mandi lain kan bisa!" omelnya yang aku tanggapi hanya dengan kekehan sambil membasuh si jujun dengan air bersih.
Aaaaah ... lega, aku mendekati dia yang masih menutup mata.
"Udah, cepet mandi. Biar aku mandi di luar. Apa ... kamu mau aku temenin mandi?" godaku menyeringai mesum padanya.
Dia memukul dadaku cukup kuat hingga terasa sakit.
"Nggak perlu!" pekiknya mendorongku keluar dari kamar mandi.
Aku tertawa keras saat pintu kamar mandi tertutup rapat. Segera aku ke kamar mandi yang dekat dengan dapur agar kami dapat selesai bersama.
Aku mengajak Ily berangkat pagi, dia harus mengganti seragamnya dengan seragam batik yang biasa dipakai untuk hari Jumat dan Sabtu. Tanpa aku turun dari mobil, tak berapa lama dia keluar sudah berganti dengan seragam batik.
"Ayo!" ajaknya setelah duduk di sampingku.
Aku langsung melajukan mobil ke arah sekolahannya. Pagi ini kami tidak sempat sarapan.
"Mes, beli roti gih di mini market situ," titahku setelah melihat jam tangan.
Jika kami mampir untuk sarapan dulu, aku takut Ily akan terlambat ke sekolah. Akhirnya Ily membeli roti dan susu kotak sebagai pengganjal perutnya.
"Nanti kalau jam istirahat, makan ya?" ujarku penuh perhatian.
Biarpun aku ini kadang nyebelin, tapi kalau sudah deket dan kenal cewek, aku akan menjadi pria yang lembut hatinya, posesif dan protektif
"Ya," jawabnya singkat sambil mencari sesuatu di dashboard.
"Cari apa?" tanyaku meliriknya sekilas.
"Cari gunting buat buka ini," katanya memamerkan roti padaku sembari terus mencari di airbag.
What!!! Airbag??? Tubuhku menegang dan suhu di sekitarku seketika menjadi panas dingin. Ya Allah ... semoga ....
"Om Jang ini apa?" tanya dia menunjukan sesuatu.
Tuh kan bener, dia menemukan itu. Harus jawab apa aku?
"Mmm ... itu ... mmm ... nganu." Aku gelagapan, bingung untuk menjawab dan menjelaskan. Aku memilih untuk fokus menyetir sajalah.
"Friesta rasa mint, Friesta rasa stroberi?" Ily membaca tulisan di kotak itu.
Iya, memang kemarin aku membeli dua rasa. Satu rasa kesukaan Ily yaitu stroberi dan satu lagi rasa kesukaanku, mentol atau mint. Memang kondom Friesta menyediakan berbagai rasa. Merek memang mirip dengan kondom sebelah tapi ini beda.
"Apaan ini? Kalu balon kok bentuknya lucu sih?" katanya membuka kotak Friesta rasa stroberi dan mengambil satu bungkus.
"Ily, tolong masukkan lagi!" pintaku melirik membelokkan mobil ke depan sekolahannya.
Setelah mobil berhenti, aku merebut kondom itu dari tangannya.
"Iiiih, Om Jang apaan sih. Aku kan pengin tahu itu balon jenis apa?" omelnya tak terima setelah aku merebut itu darinya.
"Sekarang mending kamu masuk, ini buka apa-apa. Ini cuma balon mmm ... balon ... balon apa ya?" pikirku binggung menjelaskannya.
Dia menunggu jawaban dariku, bibir merahnya terbuka sedikit. Oh Tuhan, aku harus menjawab apa ini? Tidak berpikir panjang lagi, aku menaruk rahangnya dan langsung mengecup bibir Ily dan memagut habis.
Aku jilat lip gloss yang dia pakai, rasa stroberi. Aku merasakan tubuhnya menegang, pasti dia tidak menyangka aku akan berbuat seperti ini, tapi sumpah, aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Aku sangat ingin menidurinya. Aku melumat bibirnya dan merengkuh tubuhnya agar menempel di dadaku. Tak ada perlawanan mapun penolakan, hanya dia belum bisa membalas ciumanku. Wajar, mungkin ini yang pertama baginya. Tenang saja Ly, akan aku ajari kamu. Pasti bisa, private satu malam sudah langsung pintar. Perlahan, aku melepas ciuman kami, dia mengedip-ngedipkan matanya lucu, menatapku dengan bibir yang masih sedikit terbuka. Aku tersenyum malu menggigit bibir bawah.
"Sudah sana masuk, penyemangat pagi ini," ujarku mengedipkan mata sebelah kanan.
Pipinya bersemu merah dan dia menutup wajahnya sambil tersenyum malu. Aku tertawa keras, oh Tuhan, gadis ini benar-benar polos dan masih terjaga. Thank you Mama, Papa, kalian pilihkan gadis yang masih perawan segalanya buatku. Di zaman sekarang, keperawanan yang sudah langka. Aku memeluknya dan mengacak rambut Ily pelan, aku cium pucuk kepalanya. Setidaknya ada hal yang dia lupakan setelah kejadian ini, dia tidak lagi menanyakan kondom itu.
"Sudah ah, jangan begini lagi. Sana masuk, nih uang jajannya." Aku memasukkan uang 50 ribu ke saku seragamnya.
Duh, tanganku tersenggol sedikit susunya, bikin darahku berdesir. Tuhan, kuatkan iman hamba-Mu yang tampan ini. Jujun kamu harus kuat, sampai Ily lulus sekolah. Harus!!!
"Nanti jemput aku kan?" tanya dia sudah tak lagi menutup wajahnya.
Dia merapikan penampilannya, menyisir rambut, memakai lip gloss yang terhapus karena ciumanku dan mengolesi bedak tipis di wajahnya.
"Iya, nanti aku jemput. Jangan lupa makan ya?" Aku ingatkan dia lagi sebelum turun dari mobil.
"Iya," jawabnya sambil membuka pintu lantas dia turun dari mobil.
Dia melambaikan tangan padaku dengan senyuman terbaiknya dan aku membalas melambaikan tangan. Setelah dia masuk melewati gerbang sekolahannya, barulah aku melajukan mobil menuju ke kantor.
Beraninya aku mencium dia di depan sekolahan. Semoga tidak ada yang melihat kejadian itu. Semua kaca mobilku menggunakan film, jadi dari luar tidak akan terlihat dalamnya tapi dari dalam bisa melihat luar. Hari ini aku merasa sangat bahagia, hari yang hampir sempurna meskipun masih ada yang kurang setidaknya aku sudah merawanin bibir atasnya, bibir bawah nanti setelah dia lulus.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top