GEMAS

-ALFIAN POV-

Setelah perdebatanku dengan si gemesin Ily itu, mulai hari ini aku harus selalu mengantar dan menjemputnya sekolah. Itu bukan mauku! Tapi itu keinginan mertuaku! Katanya biar kami makin akrab, mau akrab bagaimana jika setiap bertemu saja kayak kucing dan tikus.

Tin tin tiiiiiiiiiiiiin

Sengaja aku bunyikan klakson berisik seperti ini, karena suasana pagiku mulai hari ini tak akan baik. Ily keluar dari rumah sambil membawa roti di tangan kanannya dan susu kotak di tangan kiri. Mulutnya penuh dengan roti yang masih dikunyah. Ya ampuuun, rumah tangga macam apa ini? Aku menikah sama anak SMA! Oh Tuhaaan, hidup hancur!

"Lama banget sih!" sungutku menekuk wajah tampan ini saat dia masuk ke dalam mobil.

"Sabar keleeees! Gue lagi sarapan lo udah nongol. Semangat banget sih jemput gue," ucapnya kepedean.

Apa dia kata? Semangat jemput dia? Jangan mimpi!

"Gue ada meeting pagi ini dan harus sampai di kantor sebelum karyawan yang lain datang. Gue kan bos besar, jadi harus memberikan contoh yang baik pada anak buah," jelasku agar dia tak besar kepala.

"Oooh," sahutnya singkat.

Aku menjalankan mobil meninggalkan komplek perumahan tempat Ily tinggal. Saat di tengah jalan, Ily menghentikanku.

"Om Jang, mampir dulu di mini market itu ya," tunjuknya ke depan.

Om Jang itu sapaan dia untukku, memang dia anak songong, ngatain gue om-om jangkung malah sekarang dia manggil 'Om Jang'. Dasar! Bocah!

"Mau ngapain sih?" sahutku sebal dan sangat amat terpaksa harus membanting setir membelokkan mobil mahalku di mini market yang dia maksud.

"Gue mau beli pensil, pulpen, spidol, stabilo sama buku," ujarnya mengenadahkan tangan padaku.

Apa maksud dia? Aku menatapnya bingung. Dia menghela napas panjang sambil melayukan tubuhnya.

"Mana uangnya?" pekik dia galak.

"Apa?! Emang gue bapak lo! Enak aja minta duit ke gue," tolakku tidak langsung memberikannya uang.

"Lah, lo kan suami gue. Ya wajarlah gue minta uang lo. Masa iya, gue minta duit sama Pak Polisi itu," tunjuknya pada seorang polisi yang sedang mengatur lalulintas di depan kami.

Terpaksa aku rogoh kantong celana dan menemukan uang 20 ribu lantas kukasihkan ke anak songong ini.

"Nih! Anak kecil nggak boleh boros," kataku sambil memeberikan uang.

"What!?" pekiknya keras hingga aku menutup telinga dengan bahu. "Om Jang! Jangan bercanda deh! 20 ribu zaman sekarang dapat apa? Ngupil aja sekarang bayar," tolaknya sambil membentangkan uang 20 ribuan di depan wajahku.

Aku merebut uang itu lalu berkata, "Kalau mau kaya ya harus ngirit. Lagian lo kan masih SMA, nggak baik pegang uang banyak-banyak."

Ucapanku membuat wajahnya masam dan semakin kesal namun saat seperti itu justru menggemaskan.

Uuuh! Kalau dia lagi cemberut pengin aku makan tuh mulut. Tapi tenang, aku nggak akan melakukan itu, jaga image dong, gengsi!

"Dasar, suami pelit!" sahutnya sambil merebut uang 20 ribuan tadi dengan kasar dari tanganku, dia memutar tubuhnya cepat dan keluar dari mobil.

Setelah Ily keluar dari mobil aku tertawa terbahak.

"Rasain lo!" cibirku terbahak puas.

Mana cukup duit 20 ribu beli semua barang yang dia perlukan? Paling pol dapat penghapus sama pensil. Aku tertawa puas, sampai dia keluar dari mini market sambil mengerucutkan bibirnya. Aku pasang wajah datar dan sikap dingin lagi. Dia masuk ke dalam mobil sambil menggerutu tak jelas. Aku? Biasa saja tuh! Aku tidak peduli dia ngomel dan marah-marah sendiri.

"Lo nanti pulang sekolah naik taksi aja ya? Gue ada pertemuan dengan klien di luar kantor," kataku hanya meliriknya sekilas.  Dia masih memanyunkan bibirnya.

Haduuuh, emang sih badan dia belum terbentuk, tapi kalau bibirnya begitu terus lama-lama pertahananku bisa jebol. Nih si jujun juga ngapain lagi bergerak-gerak, edut-endut gitu rasanya. Tahan ... tarik napas Al, buang perlahan. Tapi si jujun malah mengeras. Oh Tuhan, ini bukan waktunya. Puk puk puk jujun sayang, bobo dulu ya sayang, kita harus bekerja. Oke. Aku menggerutu dan mengumpat dalam hati menahan nyeri di bagian sensitifku.

Selama perjalanan menuju ke sekolahannya kami saling diam. Entah apa yang dia pikirkan, tapi setiap satu menit sekali aku mencuri pandang ke Ily yang asyik ngemil jajanan sambil membaca komik. Kalau lama diperhatikan sebenarnya Ily cantik, menggemaskan dan wajahnya unyuk-unyuk. Hanya saja dia cerewet dan bawel. Aku menghentikan mobil di depan gerbang sekolahannya.

"Duit!" Lagi-lagi dia mengulurkan tangannya sebelum turun dari mobil.

"Lah? Tadi kan sudah," seruku keras.

"Lo nggak tahu, gue tadi tekor. Mana ada beli banyak barang cuma pakai duit 20 ribu? Kalau lo nggak ngasih duit, berarti lo harus jemput gue nanti!" sergahnya galak dan jutek.

Ya apun, nih anak emaknya dulu ngidam apaan sih? Kok bisa begini? Sabar Al, emang si bini agak radak miring. Mana ada bini bentak suami dan malak suami sadis begini? Lama-lama struk nih aku, ngadapin anak ABG ini.

"Nggak ada lagi!" dustaku memalingkan wajah ke arah lain.

Dia meraba dadaku.

'Oh stop, Ily! Apa yang lo lakuin? Gila! Si jujun makin berkedut keras. Jangan!' teriakku dalam hati.

Apalagini dia meraba bagian pahaku. Nih anak bisa-bisanya bikin jujun makin keras!

"Apa yang lo lakuin?!" hardikku menahan tangannya yang mulai meraba ke belakang pantat.

"Cari duitlah! Masa iya gue cari mas di tubuh lo! Ayooo, mana duitnya? Cepetaaaaan, keburu masuk nih," rengekannya persis seperti anak SD yang minta jajan permen lolipop.

Aku mendesah kasar, lalu mengambil dompetku dan memberikannya uang 50 ribu.

"Itu untuk tiga hari ke depan," kataku sambil memasukkan dompet ke saku belakang.

"Apa?! Mana bisa? Gue jajan apa dong?" teriak dia sambil membentangkan uang 50 ribu itu dan menatapku memelas.

Kok aku jadi nggak tega ya? Tapi ini pembelajaran buat dia, biar tidak boros. Dia kan harus bisa memanajemen pengeluaran, biar usaha keluargaku nggak bangkrut. Kalau dia boros, habis deh lama-lama duitku.

"Yaaaa terserah lo. Beli aja mi ayam atau bakso. Masih sisa kan?" kataku enteng.

"Lo tuh ya? Suami yang paling nyebelin sedunia. Nyesel gue nikah sama lo. Katanya CEO, ngasih uang bini aja pelitnya naudzubilah min dzalik!" geramnya mengepalkan kedua tangan di depanku.

Kalau wajahnya seperti itu pengin aku cubit itu pipi bakpaonya. Aku hanya tersenyum dan tak acuh. Bodoh amat lo, mau mikir aku suami tega, itu juga demi kebaikannya. Anak seusia dia harus diajari cara mengatur pengeluaran, biar menghargai setiap nominal yang dia punya dan agar tidak besar pasak daripada tiang.

"Udah sana, turun! Belajar yang bener," perintakku tidak menggubris omelannya.

Dia membalikkan badannya sebal, saat dia ingin membuka pintu aku menahannya.

"Nggak sopan banget. Hormati suami kenapa sih. Cium tangannya kek, atau gimana, masak langsung main turun aja," gerutuku sengaja ingin mengajarkannya cara menghormati suami.

Dengan cepat dia membalikkan tubuhnya dan meraih tanganku kasar.

"Aaaaaaa!" pekikku keras, bukannya dicium tapi punggung tanganku malah digigit. "Dasar, bini kurang ajar lo!" umpatku hanya dibalas juluran lidah panjangnya.

Dia keluar dari mobil sambil tertawa puas berlari masuk melewati gerbang. Aku hanya menggelengkan kepala, entahlah hidupku sekarang rasa apa? Coklatkah? Stroberikah? Melonkah? Atau ...? Ah! Aku sendiri juga tidak tahu. Yang pasti sekarang nano-nano, pedas, manis, asam, gurih, dan apa lagi ya? Itu deh pokoknya.

Mungkin ini yang namanya hidup lebih bewarna, ada tantangan tersendiri dan tidak lagi datar serta monoton. Apakah Ily jawaban doa yang aku panjatkan setiap sepertiga malam?

############

Repost loncatan bab sebelumnya.😊

Pesan buku kirim pesan lewat WA atau SMS di nomor 0896-2260-8381 dengan format:

Nama:
No HP:
Alamat lengkap:
Judul buku: Kawin Gantung
Jumlah:

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top