GADIS GILA!
-ALFIAN POV-
Atas bujukan Mami akhirnya dia mau aku ajak ke rumah orang tuaku. Dan sekarang dia sedang masak di dapur bersama Mama. Aku? Bersantai di ruang tengah sambil main PS. Jadi suami tidak merubah hidupku. Hanya sekarang aku lebih ribet jika harus menemui gadis gila itu.
"Al, makan yuk!" ajak Mama menghampiriku ke ruang tengah.
"Oke Ma," jawabku lantas menghentikan permainan dan pergi ke ruang makan.
Di sana aku melihat Ily sedang menyiapkan piring. Aku heran kenapa orang tuaku memilihkan gadis aneh ini sebagai istriku. Kayak tidak ada cewek lain saja, yang sepadan denganku kan banyak. Biar aku juga enak ngobrolnya, bertukar pikiran, membahas masa depan kami, merancang bagaimana rumah tangga kami, lebih pentingnya bisa menafkahi batin. Kalau sama gadis ini? Duuuuuh, bodinya saja kayak anak kecil. Apanya yang mau dipegang? Masih kempes semua, nggak ada yang nonjol. Tidak menggairahkan.
"Al, ini Ily yang masak loh?" kata Mama membanggakan anak matunya.
Diiiiiih, siapa yang peduli. Yang aku butuhkan sekarang mengisi perut. Aku langsung duduk tanpa memedulikan Ily, mau dia jungki balik kek, bodoh amat!
"Ly, layani Al dong," perintah Mama saat aku mengambil nasi sendiri.
Ily memandangku tak suka. "Kan dia bisa ambil sendiri, Ma," katanya polos.
Mama bukannya marah malah tersenyum dan mengelus rambutnya sayang. Diiiiih, dasar cewek gila. Polos banget sama mertua, kalau cewek lain di luar sana berusaha bersikap manis dan mencari perhatian mertua, laaah ini anak, malah bersikap bloon.
"Tugas istri salah satunya melayani suami. Saat suami mau makan kamu harus menyediakan dan melayani keperluannya. Sebelum kamu makan, biarkan suamimu dulu yang memakannya," ujar Mama lembut memberi tahu anak ingusan itu.
Aku tak menghiraukan mereka. Terlambat jika ingin melatani, aku sudah lebih dulu mengambil nasi, sayur dan lauk pauk tanpa menunggu dilayani Ily. Aku punya dua tangan yang masih berfungsi sangat baik.
"Tapi dia udah ambil sendiri tuh, Ma," tukasnya polos menunjuku yang sudah menyantap makanan.
Mama memukul lenganku saat aku ingin menyuapkan nasi ke dalam mulut.
"Apaan sih Ma," protesku kesal.
"Kamu ini, kelakuan nggak berubah. Belum nikah dan sudah nikah sama aja. Harusnya kamu sabar sampai Ily mengambilkan, ini malah udah mau habis separo piring," omel Mama.
"Kelamaan Ma, keburu laper," kataku cuek lalu memasukkan nasi ke mulut yang tadi sempat tertunda.
"Kamu temani suamimu makan, Mama mau siap-siap pergi arisan," perintah Mama menyuruh Ily duduk tapi dia tidak melakukannya.
"Terus kalau Mama arisan, Ily di rumah sama siapa?" tanya Ily sangat polos memandang Mama memelas.
Mama mengurungkan niatnya yang ingin melangkah pergi dan mengelus kepala Ily lembut.
"Kan ada Kak Al, jadi kalian punya waktu banyak buat ngobrol berdua."
Apa?! Mama tadi bilang apa? 'Kak Al?' Sejak kapan aku jadi kakak dia? Perasaan nggak pernah punya saudara macam cewek gila ini. Hawdeh Mama ... kau siksa anakmu dengan meninggalkan anak tak berbentuk ini. Mau ngapaiiiiiin coba di rumah segede ini cuma berduaan? Mau grepe-grepe? Mana enak? Apanya juga yang mau digrepe. Dada aja masih rata kayak trimplek, pantat tepos kayak sendal jepit buluk. Ya ampuuun apes hidupku nikah sama cewek model begini. Bisa malu kalau diajak keluar, mantan pacarku saja bodinya bohai, montok dan seksi, begitu nikah dapatnya triplek.
"Ya sudah, kamu duduk saja temani Kak Al makan." Mama meninggalkan kami berdua di ruang makan.
Ily dengan ragu duduk di kursi depanku. Dia tidak berani menatapku.
"Makan! Habis makan gue antara lo pulang," perintahku yang tak langsung dia turuti.
Aku mendengar dia ngedumel tak jelas. Bodoh amat! Yang penting gue makan, perut kenyang.
-ILY POV-
Ini gilaaaaaa!!! Aku nggak suka situasi seperti ini. Dari tadi kami cuma duduk di ruang tengah berdiam diri hanya menonton siaran televisi dan saling membisu. Duduk pun saling berjahuan, aku kayak ayam kampung yang bengong nunggu dipotong. Katanya habis makan mau mengantar pulang. Ini? Ngapain malah nonton TV dulu? Menghabiskan waktuku saja. Aku mengambil tas selempangan yang tergeletak di meja lalu mengambil ponsel dan menelepon taksi.
"Halo," sapaku begitu panggilan dijawab.
"Iya, dengan siapa ini?" tanya suara pria dari seberang sana.
"Nama saya Ily. Saya mau memesan taksi. Tolong jemput saya di Jalan Nakula Sadewo blok C no 212."
Nomer rumahnya kayak wiro sableng, kayak dia yang sekarang ongkang-ongkang kaki di sofa. Sableng! Aku melirik Om Jang, dia tak memedulikanku sama sekali, matanya tetap sibuk menonton siaran berita politik. Oke, fun, aku bisa pulang sendiri tanpa dia antar! Katanya suami, ck! Suami macam apa dia? Tidak ada tanggung jawabnya sama sekali. Nyesel gue nikah sama dia. Tanpa memedulikan dia, aku beranjak dari sofa.
"Mau ke mana lo?" tanya dia hanya melirikku.
Aku tidak menjawab, malas mengeluarkan suara buat dia. Terlanjur dongkol hatiku! Aku langsung ke luar rumah mertuaku, tanpa dia mengejarku. Ya ampuuuun, aku berasa jadi cewek tak berguna, disia-siakan pria tak bertanggung jawab itu! Setelah taksi datang aku langsung masuk dan pulang ke rumah.
***
"Miiii," panggilku melengking kesal saat masuk ke rumah orang tuaku. Tapi tidak ada sahutan.
Aku mencari Mami, ketika sampai di ruang tengah betapa terkejutnya aku sampai melongo. Oh my God, kenapa dia sudah sampai di sini? Bukannya tadi dia masih santai di ruang tengah rumah Mama? Sekarang dia sudah ngobrol sama Mami dan Papi di ruang tengah. Sumpah aku gila dibuatnya.
"Ily, kamu kok gitu sih? Kasihan Al sampai nyariin kamu. Kamu dari mana saja sih?" tanya Mami memberondongiku pertanyaan yang aku pun tidak memahaminya.
Aku melirik Om Jang, dia tersenyum miring. Oooh, begini cara dia bermain? Oke, aku turutin permainannya!
'Lo pikir gue cewek bodoh!' batinku menatapnya tajam.
"Habis bad mood, Mi. Ditinggal orang pacaran sama tante-tante," ujarku sambil melirik Om Jang yang mendelik padaku.
Bodoh amat! Emang aku nggak bisa mengarang cerita? Biarpun begini, aku juara satu mengarang tahu di sekolahan.
"Bukan begitu Mi, itu hanya rekan bisnis. Ily hanya cemburu buta," elaknya tak mau mengalah.
Ciiiih! Cemburu? Sama om-om? BIG NO!!!! Aku melangkah lebar mendekatinya dan melorotkan mata tak terima.
"Kalau rekan bisnis ngapain pakai acara pangku-pangkuan segala, Mi?" protesku mengarang agar Mami membenci menantu yang dia junjung-junjung ini.
"Siapa yang pangku-pangkuan? Nggak ada seperti itu. Kamu ngarang deh," ucapnya kelimpungan takut jika martabatnya jatuh di depan mertua.
'Mampus lo! Lo pikir, bisa meracuni Mami sama Papi dengan cerita ngarang lo!' lanjutku dalam hati. "Iya kok Mi, Pi, Ily nggak bohong. Tadi Om Al sama Tante itu main pangku-pangkuan dan nyuekin Ily," bohongku sambil memamerkan wajah memelas kepada Mami dan Papi.
"Nggak Mi, Pi. Al nggak seperti itu. Ily mengarang Mi, Pi." Om Jang berusaha menyangkal agar orang tuaku percaya padanya.
Mami sama Papi bingung, mereka menatapku dan Al bergantian.
"Aduuuh! Cukup! Mami jadi pusing, cerita siapa sih yang bener? Tadi katanya kamu ninggalin Al dan memilih pulang sama temen kamu. Ily bilang Al pangku-pangkuan sama cewek. Cerita siapa sih yang bener?" pekik Mami memegangi kepalanya dengan kedua tangan.
"Aku, Mi," sahutku dan Om Jang barengan.
"Aku!" paksaku menatap Om Jang tajam.
"Iya, kamu yang bohong!" katanya memalingkan wajah.
"Cukup! Cukup!" lerai Papi. "Gini saja! Itu urusan rumah tangga kalian. Jadi kalian selesaikan dulu di kamar sana! Sudah! Kalian naik ke kamar! Kepala Papi pusing denger kalian ribut di sini," sela Papi sambil memijat pelipisnya.
"Tapi Piiiiii ...," rajukku manja dengan memasang sorot mata mengiba.
"Sudah Ily, sana kalian masuk ke kamar! Selesaikan kesalah pahaman kalian ini!" sentak Papi yang tak dapat aku dan Om Jang tolak.
Akhirnya sambil menunduk kami naik ke lantai atas berbicara berdua di kamarku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top