Siapa, Dia?

Dinginnya angin malam tak membuat seorang gadis terusik dari tempat duduknya. Taman adalah salah satu tempat favorite setelah menunaikan salat isya. Tempatnya sejuk, banyak rerumputan. Kursi putih panjang di bibir taman dan lampu-lampu tiang berwarna kuning berjejer rapi disetiap sudut taman. Sejuk, elegan, memanjakan mata disempurnakan dengan benda langit. Biintang. Hanya membutuhkan waktu lima menit dari mesjid ke taman.

Malam ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Ramai pengunjung, disebabkan malam minggu. Kalo kata remaja, malam cinta. Bucien memang, tapi itulah yang masuk ke netra seorang gadis berbalut gamis hitam, dengan kerudung cream lengkap dengan cadar Yaman. Duduk dikursi sendirian, menatap setiap lalu-lalang orang-orang yang tengah dimabuk asmara.

'Astaghfirullah. Miris sekali remaja sekarang, Yaa Allah. Engkau sudah memberi jalan halal dengan ta'aruf, tapi mereka memilih jalan lain'. Batinya.

'Yaa Muqollibal quluub, tsabbit qolbi 'alaa diinik'. Lanjutnya berdo'a dalam hati. Meminta diteguhkan iman dalam agama Allah beserta perintah-Nya.

~Rindu itu semu
Rasa terbalut luka dalam belenggu
Tergugu diam membisu
Menguasai jiwa damaiku

                                          #Azrani-Firdaus

Nada dering ponsel bergetar dari dalam tas. Segera Azrani mendekatkan benda pipih itu ketelinga.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah."

"Iya, ana sendiri."

"Oh ... Alhamdulilah, baik-baik. Ana akan segera siapkan. Besok pagi insyaa Allah ana ketempat anti."

"Wa'alaikumsalam warohmatullah."

Telpon terputus. Azrani bangkit dari duduknya. Ia harus segera menyiapkan sesuatu untuk kepergiannya besok. Waktu yang dinanti sudah tiba. Ia segera pulang, malam juga sudah mulai larut.

###

Selepas ia menunaikan salat isya. Ia berniat langsung pulang, sebelum ia temukan sosok yang tidak asing baginya. Ia perhatikan dari kejauhan, sepertinya gadis itu tengah berbicara dengan seseorang di sebrang telepon.

Gadis yang ia perhatikan buru-buru meninggalkan tempat duduknya sebelum ia akan melangkah memastikan. Sepertinya orang yang menelpon tadi sangat penting.

Tak sengaja netranya menangkap benda pipih berukuran sedang. Tangan kekar berbalut koko hitam itu mengambil benda tersebut. Note book berukuran sedang, berwarna biru dengan taburan bintang keemasan dibagian atas buku.

Pemuda bersarung merah hati itu duduk ditempat yang sama dengan gadis yang ia perhatikan sejak tadi.

'Azrani Firdaus'. Gumamnya, tersenyum simpul.

Buku sama dengan pemilik yang sama. Isinya sama, dengan tempat yang berbeda. Sebegitu terburu-buru kah? Sampai ia jatuhkan benda berharga miliknya ini. Apakah ini yang dinamakan jodoh? Agar mereka bisa bertemu kembali.

Ia berniat mengembalikan buku yang dipegangnya esok. Pasti gadis itu kembali kesini. Fikirnya.

Bait-bait aksara yang ia baca dari note book biru itu membuatnya berdecak kagum akan ciptaan-Nya. Indah sekali.

'Bismillah. Aku memantapkan hati yaa Allah'. Batinya.

###

Pagi hari. Mentari bersinar gembira, burung-burung berterbangan ceria, ayam-ayam keluar dari kandangnya. Pula dengan gadis beralis rapi terukir sejak lahir, mata indah dengan bulu mata lebat bagian atas, sedikit bagian bawah ditaburi lapisan celak hitam. Menambah kesan manis bagi yang beruntung melihat rupa wajahnya dengan sempurna.

Berbalut pakaian serba hitam. Gamis ziper hitam, kerudung hitam, lengkap dengan cadar Yaman. Sempurna. Itulah yang akan difikirkan seseorang kala melihat sosok gadis ini. Meski pada nyatanya, tak ada yang sempurna di dunia ini. Begitupun dengan kehidupan si gadis.

Netranya menatap bahagia plang berwarna putih, dengan tulisan arab berwarna hijau.

'Hidayatul Qur'an'. Gumamnya tersenyum.

Segera melangkahkan kaki. Banyak santri ikhwan tengah merenovasi bangunan penjengukan. Tau begini, ia akan memilih jalan lain, bukan jalur utama. Tapi apa daya? Nasi sudah menjadi bubur. Ia terlanjur terlihat oleh santri ikhwan disini.

Mata mereka tak hentinya memandang. Berdecak kagum, mengagumi sosok yang melintas dihadapan mata mereka.

"Assalamualaikum, Ukhty."

"MaaSyaa Allah, Ukhty."

"Subhanallah."

Begitu banyak pujian-pujian yang terdengar kegendang telinga. Andai kata ia mempunyai ilmu menghilang, maka ia akan lakukan saat itu juga.

Kakinya gemetar. Tiba-tiba kepalanya sakit, perutnya tak karuan. Pasti maagnya kambuh. Sebab kemarin berpuasa dan telat makan.

Kepalanya semakin berat dirasa, matanya semakin gelap, bias cahaya mulai menjauh dan ...

"Brukkk ..."

Ia merasa tak jatuh, melainkan samar-samar ia lihat sosok berpeci dihadapannya sebelum pandangannya kabur, menjadi gelap sempurna.

Azrani pingsan dipangkuan seseorang.

Para santri langsung heboh dengan pemandangan yang disuguhkan. Sweat, menurut mereka. Pasangan serasi, bercadar dan berpeci.

"Cepat! Panggilkan Ummi!" seru seseorang. Segera ia membopong gadis dipangkuannya ke aula terdekat.

Sesuai perintah sang Gus, salah satu santri yang tengah merenovasi segera memanggil bu nyai untuk segera ke aula dekat bangunan penjengukan yang tengah direnovasi.

"A? Siapa gadis ini?" tanya Halimah-uminya. 'A' adalah sematan khas sunda bagi putranya.

Sosok bu nyai dipondok Hidayatul Qur'an yang sangat disegani masyarakat sekitar. Tinggi semampai, tak gendut dan tak kurus. Kulit putih bersih, bagian wajah bercahaya dari air wudhu. Orangnya lemah lembut, penyabar, tapi tegas ketika tengah mewuruk santrinya.

Ibu dari empat orang anak ini masih terlihat muda, meski sudah berkepala lima dan sudah tampak garis keriput diarea wajahnya.

"Entah Umm, tadi Azka mau mengontrol bangunan yang direnovasi. Tiba-tiba Azka liat gadis ini masuk dari gerbang utama dan seperti menahan sakit, sebab dia terus memegang perut sambil menunduk. Azka mau tanya, ehh dia malah pingsan Umm." Azka menjelaskan kronologisnya.

"Kamu yang bawa dia kesini?"

"Iya, Umm. Maaf," tunduknya.

"Kamu harus menikahinya, nak." perintahnya. Memegang bahu putranya.

"Baik, Umm. Jika itu perintah Umi, Azka akan lakukan."

Umi Halimah dan suaminya-Apip. Selalu menegaskan kepada putra-putra mereka. Tidak ada yang namanya pacaran. Tidak boleh memegang yang bukan mukhrim mereka.

Takdir berpihak kepada Umi Halimah. Sudah lama ia menginginkan putra bungsunya-Azka, untuk segera menikah. Ketiga kakaknya sudah mempunyai putra dan ikut dengan pasangan masing-masing.

Azka adalah sosok gus yang sangat dikagumi oleh masyarakat. Baik dari kalangan santri putri yang mengagumi ketampanannya, dari kalangan santri putra yang mengagumi akhlak dan adabnya yang luar biasa. Apalagi saat berbicara kepada orang tuanya. Tak pernah para santri melihat gusnya itu menegakkan pandangan saat berbicara dengan bu nyai ataupun abah.

###

Bias cahaya menusuk netra seorang gadis. Membuatnya terbangun dari pingsannya.

"Astaghfirullah! Aku dimana?" kamar dengan warna biru muda, dengan hiasan kalighrafi asma Allah mengarah keposisinya sekarang.

Ini bukan kamarnya. Kamarnya memang berwarna biru, tapi ini bukan kamarnya. Kamar siapa ini? Tanyanya dalam hati.

"Nak, minum dulu,"  seorang wanita paruh baya masuk kekamar yang ditempatinya. Duduk ditepi ranjang, menyodorkan air putih padanya.

"Alhamdulillah,"

"Terimakasih. Maaf, ini dimana?"

"Kamu dikamar Azka, nak."

"Azka?"

"Iya, putra bungsu ummi."

"Astaghfirullah. Maaf, Umm. Azrani gak tahu ini Umi," sadarnya. Segera ia mencium tangan ummi dengan takzim.

"Iya, gak pa-pa," peluknya.

"Emm, maaf umi. Azrani kesini mau memenuhi panggilan dari pengurus pondok. Untuk mengajar di madrosah. Tapi kenapa Az ada disini ya, Umm?" tanyanya, melepaskan pelukan. Rasanya gugup berdekatan dengan orang paling berpengaruh dipondok ini.

"Tiga jam lalu kamu pingsan, nak,"

Azrani baru menyadari, dirinya pingsan. Ia ingat, tadi penyakit maggnya kambuh dan ada seseorang berpeci yang menolongnya.

"Kamu sudah baikan, nak?"

"Alhamdulillah, Umm."

"Maaf, Az mau menemui pengurus dulu umi." Azrani berpamitan, mencium tangan umi dengan takzim.

"Baiklah. Umi tunggu kamu dirumah setelah selesai menemui pengurus, ya? Ada hal yang ingin umi bicarakan."

"Baik, Umi. Assalamualaikum," pamitnya.

####

Huaaaaa ... Alhamdulillah, akhirnya bisa Up juga. Mohon maaf, baru Up. Banyak kesibukan duta, hee.

Krisannya dibutuhkan><

Vote dan comen:) biar author makin semangat^^

Kira-kira siapa, ya? Yang nolongin Azrani kali ini'-'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top