Pertemuan
Hanan POV
Seperti biasa. Aku, dan sohibku. Fadli. Selepas pulang mengajar di pondok kami akan mampir di salah satu mesjid sebelum pulang kerumah. Jarak antara pondok dan rumah yang lumayan jauh, membuat kami harus menunaikan shalat magrib diperjalanan. Aku tak masalah. Sebagai tanda pengabdianku untuk pondok, aku hanya bisa mengajar santri disana tiga pertemuan dalam satu pekan. Sebenarnya Abah yang notabenya pengasuh pondok, ingin aku dan Fadli tetap menjadi salah satu santri disana. Bukan satu, atau dua tahun. Kami menjadi santri Abah. Bahkan, lebih tepatnya sepuluh tahun. Jadi wajar, bila Abah sedikit tidak ikhlas melepas kami berdua. Tapi mau bagaimana lagi? Aku dan Fadli harus bekerja untuk mencari mahar untuk menghalalkan tulang rusuk yang dinanti, nantinya.
Aku memang belum mempunyai calon, berbeda dengan Fadli. Yang sudah mengkhitbah salah satu ustadzah di pondok Abah. Aku tak masalah, toh bisa ditabung selama mencari sosok penumpang yang akan aku nahkodai di perahu berlayar, bernama rumah tangga. Umurku juga masih kepala dua, lebih tiga tahun. Yang artinya 23 tahun. Masih ada waktu untuk mencari bekal untuk menghalalkan yang akan menjadi tulang rusukku, nantinya.
Perjalanan pulang kali ini, tenang. Hingga kulihat, ada dua orang gadis bercadar yang dipaksa untuk ikut segerombolan preman. Padahal waktu magrib akan segera tiba, mengapa dua gadis itu masih ada di jalanan? Bercadar pula. Ahhh, segera kutepis pertanyaan itu. Aku dan Fadli saling memberi isyarat anggukan untuk segera menolong mereka.
"Bughhh!"
Segera kutendang perut salah satu preman yang menyeret dua gadis itu dengan paksa. Ia bangun, dan mengeluarkan cairan merah kental dari mulutnya.
Tak terima aku yang muncul bak pahlawan, ia langsung mengeroyok aku dan Fadli bersama lima temannya.
Aku dan Fadli yang sudah dibekali ilmu bela diri saat dipondok, tak terlalu sulit untuk melawan preman seperti mereka. Yang bisanya mengganggu orang-orang 'lemah.'
Kulihat dua gadis itu berusaha melawan empat preman yang menjaga mereka. Tunggu, mereka bisa ilmu bela diri? Dilihat dari skill mereka saat melawan preman itu, seperti sudah terlatih. Tapi mengapa mereka bisa tertangkap? Menakjubkan menurutku. Meski dengan gamis umbrella, salah satu gadis itu berhasil membuat tumbang empat preman tadi dengan satu kali serangan. Dibantu teman satunya, yang mengangkat tubuh gadis tersebut.
Enam preman yang kuhadapi bersama Fadli telah tumbang, dua gadis tadi juga selamat dan berlari. Sebelum para preman itu mengejar mereka, segera kuajak Fadli untuk menyusul dan mengajak mereka menaiki motor.
Salah satu gadis tadi sudah naik ke atas motor Fadli, sementara gadis satunya, seperti ragu untuk menaiki motorku. Segera kutarik tangannya, ia terkejut. Aku tahu, itu salah. Tapi bagaimana lagi? Takut preman itu mengejar kami, dan membahayakan semuanya.
Selama diperjalanan tak hentinya ku rapalkan istighfar, berharap Allah mengampuniku karena sudah sedekat ini dengan yang tak halal bagiku.
Sampai aku tak sadar, preman itu sudah tak mengejar kami. Dan, kehilangan jejak.
***
Pukul 09.30
Sudah larut malam. Terlihat dari kejauhan seperti sepasang kekasih halal yang telah usai memenuhi kewajiban mereka di rumah Allah ta'ala. Di pelataran masjid, terlihat seorang gadis yang tengah duduk mengenakan gamis hitam umbrella, berkerudung hijau armi, lengkap dengan secebis kain hitam bandana diwajahnya. Cantik, anggun. Tak jauh dari sampingnya, seorang pemuda dengan wajah tampan rupawan, tengah memandang jalanan kosong. Dengan sarung hitam dan koko navy bergaris putih, lengkap dengan peci hitam tersemat dikepalanya. Sungguh, bagi siapapun yang melihat pemandangan ini, pasti mengira mereka adalah sepasang kekasih yang telah halal.
"Ekhem. Assalamualaikum," ucap Hanan. Mengawali pembicaraan.
"Waalaikumsalam warohmatullah." Azrani menjawab tanpa menoleh sedikitpun, ia takut Allah murka karena telah berani menatap yang belum halal untuknya.
"Maaf, anti jadi terpisah dengan sohib anti." Hanan merasa bersalah, sebab ia yang telah membuat mereka berpisah.
"Tak apa, terimakasih sudah menolong ana tadi." Azrani faham, ia tak bisa menyalahkan siapapun. Keadaan yang membuat mereka berpisah.
"Sama-sama, Azrani Firdaus." Hanan menyebutkan namanya dengan lengkap.
"Darimana kamu tahu nama ana?"kaget Azrani. Ia rasa, belum kenal dengan orang ini. Belum berkenalan pula, sebab memang tak ada niatan untuk berkenalan. Tapi, bagaimana ia tahu?
"Emmm, maaf. Tadi ana nemuin ini pas anti ambil barang dari tas," Hanan menyodorkan sebuah buku berukuran sedang ketengah-tengah tempat duduk mereka, agar tak bersentuhan tentunya. Ia tahu, ia kurang sopan membaca note book yang jatuh dari tas gadis yang duduk agak jauh darinya.
"Apakah, isinya kamu baca?" tanya Azrani was-was. Takut kalau isinya telah dibaca oleh pemuda itu.
"Tidak. Ana hanya membaca halaman depannya saja. Dan, tertulis nama anti disitu," jelasnya. Semoga Allah mengampuniya lagi.
"Baiklah, syukran." Azrani menarik nafas lega. Salahnya juga, kenapa bisa seceroboh itu.
"Sama-sama,"
"Anti pulang kemana? Apa ada yang bisa ana bantu lagi?" ia hanya khawatir, takut preman tadi mengejarnya lagi.
"Ana sudah pesan ojek online wanita, terimakasih atas bantuannya," melihat ojek yang dimaksud sudah sampai dihalaman mesjid, segera ia melangkahkan kaki menjauh dari tempat tersebut. Takut terjadi fitnah, 'fikirnya.'
"Assalamualaikum,"pamitnya.
"Waalaikumsalam warohmatullah," segera Hanan beristighfar. Kenapa ia tertarik dengan kehidupan gadis tadi, kata demi kata yang ia baca di note book tadi benar-benar indah.
"Seperti aku kenal kisah gadis itu. Tapi, siapa?" gumamnya.
Holaaaa guysss ... Udah puas belum tahu siapa iron man yang nolongin Azrani? 😆😆😆 Btw, Vina sama Fadli kira kira mereka kemana yaa?'-'
Harap tinggalkan jejak setelah membaca, jangan jadi makhluk ghaib><
Vote dan comen. Next or stop?
Maaf masih banyak kekurangan, typo masih bertebaran, mohon dimaklumi. Author masih amatiran^^
Krisannya sangat dibutuhkan kak^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top