📒 Prolog ---
Family. Where life begins and love never ends____________________________
🍄🍄
Berkemas untuk menjalani kehidupan 4 tahun mendatang di negara yang sama sekali belum pernah diinjak. Hanya berbekal referensi dari google dan cerita dari beberapa alumni.
Hafizh Abiyyu Asy Syafiq, memantapkan hati untuk mengambil beasiswa prestasinya guna melanjutkan pendidikannya ke University of Oxford, England, United of Kingdom. Kampus ternama yang memiliki motto The Lord is my light ini menerima Hafizh sebagai mahasiswa Ilmu Bisnis dan Manajemen.
Qiyya dan Ibnu tentu saja bangga. Bagaimana tidak salah seorang dari putranya, lagi, akan melanjutkan sekolahnya di universitas paling tua di negara dimana Ratu Elizabeth menjadi orang yang paling berkuasa di negara yang akan dituju oleh Hafizh.
Ingin melanjutkan usaha Qiyya. Menjadi daya tarik tersendiri untuk putra kedua dari keluarga dokter bedah termasyur di kota patria ini.
"Bunda yakin nggak apa-apa kalau bang Hafizh juga akan tinggal jauh?" tanya Hafizh kepada Qiyya saat pengumuman beasiswa pendidikan sarjananya disetujui.
"Inshaallah. Kan ada Fatia yang bantuin Bunda di sini."
"Tapi Hafizh akan lama bunda, empat tahun disana nanti. Mas Hanif juga baru 2 tahun, masih kurang 3 tahun lagi." Kata Hafizh.
"Bunda mengizinkan masmu itu artinya bunda juga harus mengizinkanmu jika kamu menginginkan untuk mengambil study lanjutan dengan jalan yang sama seperti masmu. Bunda tidak ingin membedakan kalian." Jawab Qiyya mencoba untuk meyakinkan Hafizh untuk segera mengambil keputusan demi masa depannya.
"Maaf Bunda tapi Hafizh tidak bisa menjadi seperti mas Hanif. Menjadi seorang dokter seperti daddy dan juga mas Hanif nantinya." Kata Hafizh lagi.
"Hei anak bunda paling ganteng. Allah memberikan rezeki kepada kita itu bukan hanya melalui pintu seorang dokter saja. Lihat bunda, akung, om Zurra, uti Kartika, oma Fatimah, kami bukan dokter tapi kami bisa survive menjalani kehidupan ini." Terang Qiyya.
"Tapi keluarga kita sudah terlanjur menjadi keluarga dokter, Bunda. Bang Hafizh takut daddy akan malu." Kata Hafizh.
Tiba-tiba terdengar suara Ibnu menginterupsi pembicaraan antara ibu dan anak itu. "Siapa yang bilang daddy akan malu Bang? Justru daddy akan semakin bangga bahwa anak-anak daddy lebih tahu kemana mereka harus melangkahkan kaki sesuai dengan hati dan keinginannya sendiri sendiri. Bunda dan daddy hanya mengarahkan saja, tapi keputusan tetap ada di tangan kalian. Jika kamu lebih memilih jalur bisnis seperti bunda mengapa daddy harus malu apalagi marah kepadamu. Berangkatlah, ada daddy dan Hawwaiz yang akan menjaga bunda dan kedua adik kembarmu."
Hafizh langsung memeluk daddy Ibnunya. Perasaannya campur aduk, antara bahagia dan sedih yang bercampur menjadi satu. Bahagia karena memang cita-citanya untuk bisa merasakan sekolah di luar negeri bisa terwujud. Bersedih karena harus berpisah dengan keluarga yang telah membersamainya selama 18 tahun.
Qiyya adalah salah satu orang yang berperan aktif mendukung semua cita-cita Hafizh. Berbeda dengan Hanif sedari awal memang Hafizh lebih tertarik menekuni dunia bisnis dibandingkan dengan bermain bersama stetoskop dan juga spuit milik Ibnu.
Hari-harinya lebih sering belajar di butik Qiyya. Membantu mengelola usaha Kartika dan berusaha untuk berinovasi dalam pengembangan sayap usahanya. Bukan ingin menjadi seorang designer tetapi lebih kepada pengembangan bisnis retail dan grosirnya. Itulah salah satu alasan utama mengapa dia ingin memperdalam ilmu bisnis dan manajemen.
Kini semuanya telah berlalu. Empat tahun berada di negara kerajaan yang sangat maju dibidang industri itu benar-benar menempa pribadi Hafizh menjadi semakin tangguh.
Keluarganya kini kompak berada di Oxford. Menyaksikan pengukuhannya menjadi seorang wisudawan. Sebenarnya bukan masalah wisuda Hafizh, namun lebih karena Ibnu ingin mengajak serta seluruh keluarganya untuk menikmati liburan sedikit lebih lama di tempat yang berbeda dari biasanya. Terlebih kali ini keluarga mereka telah bertambah dengan istri dari kakaknya dan juga calon keponakan yang berada di kandungan kakak iparnya.
"Mas, gimana tuh cerita sekali tembak langsung tokcer. Bagi ilmu nanti siapa tahu bisa dipake buat abang." Kata Hafizh saat keduanya kembali bertemu.
"Belajarnya jangan sama mas, tapi langsung sama masternya dong. Tuh orangnya ada di sini juga." Jawab Hanif sambil menunjukkan daddy Ibnu dengan dagunya.
Merasa kedua anaknya sedang membicarakannya, Ibnu beranjak dari tempat duduknya mendekat kepada kedua putranya.
"Apa ini boys, pasti sedang membicarakan daddy kan?" tanya Ibnu.
"Walah Ge eR banget dokter bedah yang mau pensiun ini." Kata Hafizh.
Ketiganya kemudian tertawa bersama. Time to talking by a man. Meski usia terus bertambah tidak akan pernah mengurangi keromantisan Ibnu ketika bersama keluarganya.
"Ni, bang Hafizh nanya resepnya apa sekali tembak langsung tokcer Dad." Hanif tersenyum disambut tawa oleh Ibnu.
"Syaratnya yang pertama ini harus lulus dulu." Kata Ibnu memandang Hafizh kemudian berganti memandang Hanif dan dengan smirknya memberikan kode kepada anak sulungnya.
"Apa itu syarat pertamanya Dad?" tanya Hafizh dengan polos.
Ganti Hanif dan Ibnu bersamaan menjawab, "Calonnya mana?" spontan Hafizh langsung memukul pundak kakaknya dengan sedikit kencang.
"Nah, cari pembalasan kan. Gimana sih Mas rasanya orang yang kita cinta hampir nikah dengan orang lain?" kekeh Hafizh menggoda kakaknya.
Hanif bersungut kepada adiknya. Mengingat saat Azza akan dinikahi Syaddam itu adalah hal yang paling sangat menyakitkan hatinya. Dunianya serasa runtuh, namun saat takdir Allah berbalik kepadanya. Berkah nikah dadakannya tidak ternilai harganya. Bahkan dalam sehari akhirnya Hanif telah meninggalkan jejaknya pada Azza.
"Apapun dulu, sekarang yang paling penting masmu ini sudah dipanggil pepo oleh kakak iparmu." Jawab Hanif menolak untuk bercerita tentang sakit dan pedih hatinya dulu.
"Echiieeee, susah emang ya bertanya sama orang TOP itu. Yang ngejar banyak tapi giliran ngejar orang langsung ditolak itu gimana gitu rasanya. Mungkin itu karma." Gumam Hafizh yang langsung mendapat toyoran dari Hanif.
Ibnu tersenyum kembali melihat keakraban putra-putranya.
Merapat kembali kepada Qiyya yang selalu menjadi pelita untuk semua keluarganya. Wanita yang telah tujuh belas tahun mendampingi daddynya tersenyum penuh cinta kepada ketiga laki-laki dewasa yang kini sedang bercengkerama bersama.
"Kalian kalu sudah bertemu bak kapal yang lupa akan daratan." Kata Qiyya.
"Memang kapal itu harus di lautan Bunda. Sejak kapan kapal bisa berada di daratan?" jawab Hafizh.
"Hush, ini kamu disekolahin jauh-jauh bukan untuk berdebat dengan bunda, Bang." Kata Ibnu mengingatkan putranya dengan senyuman menggoda pada Qiyya.
"Ya iyalah Bang, kapal memang di lautan tapi kan harus bersandar di dermaga juga." Jawab Qiyya sambil tersenyum kepada ketiga lelakinya.
"Belum cukupkah hatiku berlabuh di dermaga cintamu, Sayang. Sampai saat bercengkerama dengan lelakimu yang lain kamu harus cemburu, hmmm?" kata Ibnu dengan kerlingan nakal matanya.
"Dad, ingat ada yang puasa 4 bulan ini belum sempat berbuka sudah harus kongkow di sini." Jawab Qiyya sambil memandang kepada Hanif.
Tidak berselang lama dari candaan Qiyya, tiba-tiba Azza mendekat mereka. Dengan malu-malu dia memanggil Hanif dan membisikkan sesuatu. "Bunda, Daddy, sepertinya Hanif harus izin dulu. Tugas negara, bumil capek pengen selonjoran. Pintunya bisa dikunci kan Bang?"
"Ehh___ehh, itu Azzanya kalau mau dikekepin nggak apa-apa tapi awas kalau sampe kenapa-kenapa sama calon cucu daddy." Kata Ibnu disambut gelak tawa Hafizh dan Qiyya.
"Perkara itu aman Dad, kan sudah lewat trimester pertama. Lagian kan adek tecil juga pengen kenal sama peponya." Jawab Hanif tidak kalah isengnya dengan Ibnu.
"Heh kalian ini, lupa kalau disini masih ada tiga bocah di bawah umur?" tanya Qiyya sambil berpura-pura menjewer telinga suami dan putranya.
"Awww, Sayang sakitlah. Masa telinga Mas dijewer sih!" kata Ibnu pada Qiyya.
"Walah wong cuma dipegang saja loh Mas, seperti diapain saja." Jawab Qiyya masih dengan senyuman hangat miliknya.
"Ayo Sayang kita ke kamar. Pepo sudah nggak sabar pengen kenalan sama mereka." Kata Hanif sambil menarik lembut tangan Azza untuk mengikutinya.
Melihat adegan live show Qiyya dan Ibnu adalah hal yang wajar buat Hafizh. Tapi melihat hal yang serupa dengan Hanif sebagai tokoh utamanya adalah sesuatu yang langka.
"Allahuakbar, ini beneran Mas Hanif?" tanya Hafizh setelah Hanif dan Azza sudah tidak berada diantara mereka.
"Kamu kenapa Bang?" bukannya menjawab Qiyya justru balik bertanya.
"Rasanya dunia seperti terbalik. Mas Hanif yang cool kaya kulkas bisa sehangat itu dengan kakak ipar. Mashaallah. Kalian berempat benar-benar membuatku iri." Kata Hafizh kemudian.
"Jadi selepas ini pengen langsung seperti mas Hanif?" tanya Ibnu.
"Ah Daddy, mana mungkin calonnya saja belum ada." Jawab Hafizh sambil tersenyum.
"Maumu seperti apa Bang?" tanya Ibnu.
"Maksudnya mau abang?"
"Ya mengenai calonlah." Kata Ibnu lagi.
"Oww itu, sama seperti Mas Hanif. Kalau bunda cocok sama ahwat itu, inshaallah abang menerima." Jawab Hafizh diplomatis.
Qiyya tersenyum semakin lebar. Kali ini semoga dia tidak salah memilihkan calon untuk putra keduanya. Saat Hafizh memeluk sang bunda, Qiyya membisikkan lirih di samping telinganya "___dan Bunda telah memiliki pandangan sebagai calon istrimu, bagaimana?"
Hafizh hanya bisa bengong mendengar ucapan dari sang bunda. Benar memang dia pasti akan menerima calon dari sang bunda tapi bukan dengan cara secepat ini. Hafizh masih ingin settle dalam berbisnis. Dia masih ingin mengembangkan bisnisnya yang telah dia rintis mulai di bangku kuliah. Masih ingin mengembangkan usaha Bunda dan Utinya.
Hafizh masih ingin menikmati masa mudanya dengan kesuksesan yang dia hasilkan dari kedua tangannya, prestasi yang dia torehkan dengan keringatnya, dan nama besar dengan berdiri diatas kakinya bukan hanya sekedar dari nama besar kedua orang tuanya.
'Bunda aku mencintaimu, bahkan mungkin lebih dari yang mereka tahu.'
🍄🍄
Syukakkk??????
Assalamu'alaikum
Masih sama dengan yang sebelumnya...dicoba untuk republish kembali .... selamat membaca.
Blitar, 15 Juni 2019
revisi dan republish 07 Maret 2020.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top