📒 27 ✏ Pengakuan Dosa ✏

 Maksiat yang kita buat sudah pasti menghasilkan dosa sedangkan ibadah yang kita lakukan belum tentu berpahala__________________________________________

🍄🍄

LEBIH baik mengaku daripada seumur hidup menanggung gelisah karena kesalahan yang tidak termaafkan dari orang yang pernah kita dholimi. Saat melakukan kesalahan, baiknya memang segera mengakui dan meminta maaf. Namun apalah daya jika kebanyakan orang justru memendamnya karena rasa gengsi lebih kuat menguasai diri. Akibatnya hubungan yang dulu baik bisa merenggang hingga berujung tak saling berkomunikasi.

Padahal meminta maaf terlebih dahulu tak akan buat harga diri jatuh, atau orang akan memandang sebelah mata. Apalagi jikalau itu meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya sendiri.

Kesadaran untuk mengakui kesalahan sebenarnya membuat kita memperoleh banyak pelajaran yang berguna untuk bekal hidupmu nanti.

Sahabat, ah rasanya sangat kelu untuk mengucap kata sahabat. Widya dan Puspa masih pantaskah dicintai layaknya sahabat? Masihkah mereka layak disandingkan dengan Fatia yang benar-benar menganggapnya sebagai sahabat. Rasanya rindu menjadikan alasan keduanya untuk memilih mengatakan kepada Aftab apa yang sebenarnya terjadi di sore itu.

Mengenai Fatia yang mungkin bertindak di luar batas wajar wanita yang seharusnya menjaga dirinya namun ternyata justru mereka yang membuat suasananya menjadi runyam. Fatia sendiri memilih untuk menutup diri setelahnya. Berkali-kali Puspa dan Widya menghubungi tidak sekalipun Fatia menerima telepon mereka atau sekedar mau membalas beberapa pesan yang mereka kirimkan. Centang dua tanpa warna biru yang mengisyaratkan telah masuk namun belum terbacanya pesan mereka.

"Yakin loh mau ngomong sama Pak Aftab?" tanya Puspa yang masih menimbang percakapan mereka.

"Memangnya kamu mau kita ngerasa bersalah terus seperti ini?" jawab Widya yang juga masih bingung harus berbuat apa.

Mereka berdua hanya mendesah perlahan. Maksud hati hanya untuk membuat keseruan dalam acara Fatia tanpa mereka pikirkan bagaimana efek dari semua yang mereka lakukan.

Fatia memang selalu terbuka dengan kedua sahabatnya. Tapi untuk pernikahannya dengan Hafizh dia memilih untuk menyimpannya sendiri. Yang terpenting baginya, hubungan yang Fatia jalani sekarang bersama Hafizh telah sah menurut agama dan negara.

Orang lain boleh mencibir, orang lain boleh menertawakannya. Namun pernikahannya begitu sakral meskipun keduanya tidak menginginkan dengan cara yang seperti itu mereka dipersatukan meski hati saling bertaut dalam doa.

Bahwa kenyataannya Fatia memilih untuk menutup akses termasuk kepada kedua sahabatnya adalah satu keputusan yang dia ambil sendiri dengan kesadaran penuh. Menjaga hati pasangannya, itu yang selalu Fatia kedepankan.

Apapun yang telah terjadi antara dia dengan Aftab beberapa bulan terakhir ini tidak mungkin merubah takdirnya yang memang harus disandingkan dengan Hafizh. Sejauh apapun Fatia berlari untuk menjauh, apalah artinya jika tangan Allah telah membuat mereka terikat satu dan lainnya.

Tiga minggu berlalu dari peristiwa yang memilukan hati Fatia itu. Tidak ingin menundanya akhirnya kedua sahabat Fatia benar-benar menemui Aftab.

"Maaf Pak kalau kami mengundang Pak Aftab untuk bisa kemari." Widya memilih cafe yang kemarin dipakainya untuk mengadakan acara bridal shower untuk Fatia.

Aftab yang baru saja duduk memesan minuman untuk bisa dia nikmati sembari mendengar apa yang kedua mahasiswanya ingin katakan. Awalnya Puspa menceritakan bagaimana mulanya tercetus ide untuk membuatkan pesta kecil antara sahabat yang mungkin bisa untuk dikenang seumur hidup sahabatnya.

Dan mereka memilih cafe ini untuk mengadakan acara karena memang tempat dan suasananya yang mendukung untuk melakukan itu.

"Rasanya di jaman semodern ini mustahil jika Pak Aftab tidak mengerti apa yang dimaksud dengan bridal shower. Kami berdua memang sengaja membuatkan sedikit pesta kejutan kecil untuk Fatia sebelum pernikahannya dengan Bapak." kata Puspa.

"Bridal shower itu memang hanya kami para sahabat dan hanya wanita saja yang kami pilih untuk bisa ikut dalam acara small party itu." lanjut Widya.

"Nah itu pula yang membuat kami tidak menghubungi Bapak, karena kami menganggap bahwa ini pesta kejutan untuk Fatia, berarti juga kejutan untuk Pak Aftab." Widya menambahkan lagi kalimatnya. Ujung matanya menangkap Aftab sedang menyeruput minuman yang telah dipesannya. Karena sedari tadi Widya memang tidak berani secara langsung menatap manik mata Aftab yang tentu mengisyaratkan ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang apa yang akan mereka katakan.

Puspa memilih untuk diam sementara Widya yang menjelaskan bagaimana acara tersebut berlangsung. Siapa saja teman-teman Fatia yang dia undang dan mereka bersama membuat hal-hal yang lucu untuk mengerjai Fatia sebagai calon mempelai. Hingga akhirnya tiba di saat-saat menegangkan yang harus Widya dan Puspa katakan.

Sejenak Widya melirik Puspa, mengkode siapa yang akan menceritakan tentang ide keduanya untuk mencampur minuman Fatia dengan serbuk yang telah mereka buat dari pil yang dibeli dari sebuah apotek. Lama tidak ada suara akhirnya Aftab yang kini bersuara untuk memecah keheningan diantara mereka.

"Sebenarnya kalian ini sahabat Fatia atau bukan? Lantas mengapa sore itu kalian dengan khawatir menelpon saya dan mengatakan Fatia sedang bersama Hafizh. Mengapa harus Hafizh yang kalian utamakan sedangkan kalian berdua tahu kalau Fatia itu adalah calon istri saya." kata Aftab yang tambah membuat nyali kedua sahabat Fatia ini semakin menciut untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Jelaskan padaku, apa yang terjadi saat itu. Hafizh yang membuat Fatia seperti itu bukan?" tanya Aftab lagi ketika kedua mahasiswa yang ada di depannya tidak sedikitpun membuka suara.

"Bu__bukan seperti itu Pak." jawab Puspa.

"Justru Bang Hafizh yang menyelamatkan Fatia." tambah Widya.

"Menyelamatkan?" tanya Aftab yang semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh kedua mahasiswanya itu.

"Jadi waktu itu saya dan Widya berniat untuk membuat Fatia berbeda dari biasanya. Jika selama ini kita melihat bagaimana Fatia sangat lembut dan begitu santun dengan siapapun. Kami sengaja untuk membuatnya sedikit bergairah dan agresif___" kata Puspa yang langsung dipotong oleh Aftab dengan ungkapan keterkejutannya.

"Hah__????"

"Maaf Pak Aftab, boleh kami lanjutkan sampai selesai supaya tidak ada lagi kesalahpahaman antara Bapak dengan Fatia atau mungkin dengan Bang Hafizh." kata Widya.

"Jadi kami sengaja untuk membuatnya sedikit bergairah dan agresif dengan mencampur minuman Fatia dengan bubuk____" Puspa kemudian memelankan suara untuk melanjutkan kalimatnya supaya tidak terdengar oleh pengunjung yang lain. "__flibanserin."

"Dan kami meminta maaf untuk itu." tambah Widya.

Aftab mengerutkan kening. Dia bahkan baru sekali itu mendengar istilah yang disebutkan oleh Puspa. Bubuk flibanserin, itu bukan jenis narkoba kan? Batin Aftab bergejolak kemudian dengan cepat jemarinya berselancar di atas gawainya mencari zat apa yang terkandung dalam bubuk yang diucapkan oleh Puspa tersebut.

Dan setelah mendapatkannya, kedua matanya benar-benar membulat. Mengetahui definisi yang menjelaskan untuk keperluan apa bubuk itu dipakai dan diberikan kepada Fatianya.

"Kalian gila?" itu kata yang keluar dari bibir Aftab ketika selesai membaca dan mengetahui dengan jelas semuanya. Jadi Fatia berperilaku seperti itu karena memang ada rangsangan dari dalam dirinya sendiri yang timbul karena pengaruh obat yang diberikan kedua sahabatnya. Bukan karena Hafizh yang membuat Fatia seperti itu.

Aftab mengusap mukanya dengan kasar menggunakan kedua telapak tangannya.

Kilatan amarah yang keluar dari mata Aftab tertangkap oleh Widya dan Puspa. Bagaimanapun keduanya yang bersalah dalam hal ini, bukan Fatia, bukan pula Hafizh. Lantas apa kabar Aftab yang kemarin telah dengan angkuhnya menuduh Fatia melakukan perbuatan asusila itu dengan Hafizh? Apa kabar dengan pernikahannya bersama Fatia yang hanya tinggal menghitung hari kemudian dia batalkan?

Lagi-lagi Aftab mendesah. Pikirannya menjadi kalut, ketakutan terbesarnya adalah kehilangan Fatia. Dan saingan terbesar untuk mendapatkan Fatia adalah Hafizh sendiri yang telah dia tuduh melakukan perbuatan itu kepada calon istrinya. Bagaimana nanti jika ternyata kedua orang tua Hafizh justru menerima Fatia sebagai menantu untuk dijadikan istri oleh Hafizh? Banyak pertanyaan yang kini bergelayung di dalam pikiran Aftab.

"Maaf Pak, dan sepertinya sore itu memang Bang Hafizh tanpa sengaja sedang makan di cafe ini sehingga dia tahu Fatia seperti itu kemudian mengajaknya pergi dari sini. Namun kami tidak tahu kemana mereka pergi. Widi, sahabat Fatia dari Blitar yang mengikuti mobil Bang Hafizh kala itu."

Klop, pikiran Aftab semakin berkecamuk. Dia tidak bisa berpikir jernih siang ini.

"Kalian_____" Aftab berdiri dengan menunjukkan jari telunjuknya ke hadapan kedua mahasiswanya. "Pasti akan ada hukuman untuk kalian berdua setelah ini." kemudian Aftab memilih pergi.

Kepergian Aftab jelas membuat Puspa dan Widya harus berpasrah atas nasib mereka berdua nantinya. Bertanggung jawab atas semua perbuatan yang telah mereka lakukan. Menerima hukuman yang pantas dan sebanding dengan apa yang mereka perbuat.

Yang ada sekarang, dua orang sahabat itu hanya bisa meringis dan menangis pilu sambil berpelukan. Membayangkan apa yang nanti akan mereka terima dari Aftab sudah membuat kepala mereka nyut-nyutan.

Aftab sendiri seketika itu langsung menemui kedua orang tuanya. Ah membayangkan bagaimana murka Pipinya saja Aftab sudah bergidik ngilu. Arfan memang tidak mengetahui kejadian itu karena sedang dinas ke luar kota. Namun setelah mengetahui dari cerita Aftab, Arfan justru murka dengan tindakan egois Aftab yang hanya berpikir pendek tanpa tahu duduk perkaranya dimana. Emosi, ya semua karena emosi yang membawanya menyesal kini.

Bagaimana Aftab bisa menatap Pipinya untuk menceritakan apa yang kedua mahasiswanya telah lakukan kepada Fatia. Masih punya mukakah mereka untuk sekedar meminta maaf kepada Hafizh dan keluarganya?

Lagi-lagi Aftab menggelengkan kepalanya lemah. Sama seperti Puspa dan Widya, Aftabpun kini harus mempertanggungjawabkan semua yang telah dia lakukan. Jika sekarang apa yang diperhitungkan Arfan terbukti benar bahwa semuanya hanya sebuah kesalahfahaman lantas bagaimana Aftab meminta kembali Fatia untuk bisa menjadi calon mempelainya sekali lagi?

Laki-laki bukan tidak memiliki air mata. Sikap maskulin yang seringkali diperlihatkan membuat mereka semakin tertempa untuk menjadi pribadi yang tangguh. Demikian halnya dengan Aftab. Namun jika siang ini tiba-tiba Aftab menghadap Kania dan juga Arfan yang sedang lepas dinas dengan muka sembab membuat kedua orang tua Aftab itu saling berpandangan.

Apalagi yang terjadi dengan putranya?

"Pipi___"

Aftab hanya bisa bersimpuh di kaki Arfan. Sekerasnya hati Arfan sebagai seorang prajurit dia pasti tidak akan pernah bisa dengan hati yang sama ketika berbicara dengan sang putra.

"Ada apa?" suara Arfan mendahului suara Kania yang mengudara.

"Pipi benar dan Aftab yang keliru." kali ini Arfan benar-benar tidak mengerti apa maksud dari sang putra.

Kania juga mengernyitkan dahinya. Hampir sebulan terakhir ini Aftab memang terlihat murung. Pernikahan yang dibatalkannya sepihak, sakit hati karena merasa terkhianati hingga memilih untuk menenggelamkan diri dalam civitas akademik yang menguras sebagian besar waktunya.

Bukan tanpa alasan Aftab melakukannya. Melupakan semua yang menimpa dirinya memang tidak semudah membalikkan telapak tangannya. Sementara dia mengetahui bukan dari orang lain tetapi melihat dengan matanya sendiri.

"Katakanlah dengan jelas supaya kami tidak salah mengartikan semuanya Kak." lembut kata Kania kini menggantikan ketegasan suara Arfan.

Kembali Aftab menatap kedua orang tuanya kemudian menundukkan kepalanya dalam.

"Fatia, Mi__Fatia." Aftab mengusap mukanya dengan kasar. Sepertinya dia bingung harus menceritakan semuanya dari sisi sebelah mana.

"Iya, Fatia kenapa? Dia masih menjadi mahasiswamu kan?" tanya Kania lagi.

Aftab diam dalam tertunduknya. Dia harus bicara supaya semuanya jelas dan tidak ada lagi salah paham antara keluarganya dan juga keluarga Hafizh. Orang tua mereka bersahabat, jangan hanya karena sikap Aftab yang akhirnya membuat semuanya semakin runyam.

"Fatia sebenarnya di jebak. Bukan, maksudnya sahabat Fatia yang ingin memberikan surprise party sebelum pernikahan kami. Hanya saja mereka tidak berpikir nantinya akan berakibat seperti apa karena ulah mereka."

Akhirnya cerita Aftab mengalir sesuai dengan apa yang diceritakan kedua sahabat Fatia. Tidak ada yang ditambah dan juga dikurangi.

Hingga di titik dimana akhirnya Aftab mengakui bahwa apa yang dikatakan Arfan adalah kebenaran sedang egonya yang merajai hatinya kala itu adalah kesalahan fatal yang Aftab buat sepanjang hidupnya.

"Mungkin Aftab akan menyesalkan ini seumur hidup Aftab apabila ternyata Fatia tidak lagi bersedia menerima Aftab kembali untuk menjadi calon mempelainya."

"Hidup memang pilihan Kak." kata Arfan dengan memandang putra sulungnya tajam. "Perjuangkan semua yang memang pantas kamu perjuangkan. Tapi ingat, bisa jadi hati itu tidak lagi sama. Memaksakan sesuatu untuk bisa menerima kita itu adalah kesalahan. Pipi telah belajar banyak tentang itu. Oleh karenanya, bersikaplah sebagai seorang lelaki sejati. Akui kesalahanmu kepada Fatia dan juga Hafizh. Minta maaflah kepada mereka bukan kepada Pipi dan Mimi."

Bukan karena Arfan tidak mau membantu Aftab untuk berbicara dengan keluarga Hafizh dan Fatia. Dia hanya memberikan tanggung jawab kepada Aftab untuk menyelesaikan apa-apa yang telah dia awali dengan sebaik-baiknya.

Kania sendiri pasti tahu bagaimana Qiyya, sahabatnya. Mereka tidak jauh berbeda justru Kania banyak belajar dari Qiyya tentang bagaimana indahnya menjaga kerukunan dan perdamaian daripada harus berebut dan saling menyalahkan.

"Kami akan membantumu berbicara dengan Om Ibnu dan juga Tante Qiyya setelah kamu menyelesaikan urusanmu dengan Fatia dan Hafizh. Apapun yang nanti menjadi keputusan mereka sebaiknya memang kita harus bisa menerima dengan sangat lapang." kata Kania.

"Iya Mi, Aftab sangat mengerti akan hal itu. Karena Aftab sendiri yang mengatakan ingin memutuskan semuanya tanpa melihat bagaimana perasaan Fatia dan Hafizh kala itu yang tidak tahu apa-apa." jawab Aftab dengan kesungguhan.

Kekecewaan mungkin akan membuat kita terpuruk dan merasa dunia ini menjadi gelap, suram, dan kejam. Belajar untuk menggali sisi positif dari kekecewaan itu. Ketika kegagalan tidak bisa mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, yakinlah bahwa itu bukan karena faktor keberuntungan tetapi karena memang belum saatnya bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Bukankah Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan?

Allah juga akan memberikan kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah ketika Dia mencoba kita dengan sedikit sentuhanNya. Dia memang tidak akan memberikan solusi di depan mata. Namun akan selalu ada jalan yang disediakanNya agar kita dapat menemukan penyelesaian tersebut pada akhirnya.

Yang kita butuhkan hanyalah berusaha dan meminta padaNya dengan penuh rendah hati. Percayalah, tidak ada satupun manusia yang dipersiapkan oleh Allah untuk gagal.

🍄🍄

-- to be continued --

🍃 ___🍃

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

🍃 ___ 🍃

sorry for typo

new publish -- Blitar, 06 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top