📒 23 ✏ Bridal Shower ✏

A happy marriage is a long conversation which always seems too short_________________________________

🍄🍄

ANGIN yang berputar haluan seolah memporak-porandakan suasana hati yang larut bermimpi dalam kebahagiaan yang hakiki. Nyatanya semesta seolah berkonspirasi untuk menekuk semua mimpi menjadi awan kelabu yang kini sengaja menggantungkan diri di langit-langit hati pangeran sejatinya. Berusaha untuk mempersembahkan segala sesuatu sampai pada akhirnya nanti.

Tuhan tidak pernah berbohong, Tuhan juga tidak pernah memejamkan mata. Namun manusia yang kadang terlupa bahwa dia terlalu banyak menyalahkan keadaan untuk menyumbangkan suara hatinya yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dia terima.

Hafizh? Tak kalah terpuruk dari itu. Sudah satu bulan sejak pertemuannya dengan Fatia di butiknya itu Hafizh belum menemuinya lagi. Dia lebih sering meminta laporan dikirim melalui emailnya.

Jangan ditanyakan bagaimana Hafizh bisa menyembuhkan sendiri luka yang ada di dalam hatinya. Butuh waktu untuknya berpikir dengan jernih. Melimpahkan semua kegalauan hatinya kepada bumi untuk bisa dilangitkan ke arsyNya.

'Bawa hidupku serta untuk sebuah kehalalan yang nanti bisa membawaku masuk ke surgaMu melalui pintu manapun jua Rabbi Illahi. Hapus segala kegetiran hati serta jauhkan buruk sangkaku atas semua ketetapanMu. Jauhkah sesuatu yang memang harus kujauhi dan dekatkanlah sesuatu yang sudah tertulis atas takdir hidupku sesuai iradhahMu.'

Hafizh menghapus air mata yang mengalir di dhuha ini. Berdiam di sebuah masjid yang ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis membuat setengah hatinya seolah tersirami. Mendengar lantunan khalam-khalam Allah yang begitu merdu membuat hatinya benar-benar menemukan kembali vitamin yang dibutuhkan. Ketenangan dan kelembutan suasana yang membuat hati Hafizh membaik dengan sendirinya.

Entah berapa lagi air mata yang harus dia telan sampai ke perutnya dan berjalan menatap ke depan tanpa harus menoleh ke belakang. Hafizh masih belum sanggup untuk memproyeksikan hatinya. Kini yang dia tahu hanya memberikan vitamin untuk hatinya supaya kuat dengan kondisi apapun yang harus dia lalui kedepannya. Beberapa kali Hafizh mencoba namun masih juga belum menemukan ritme yang pas. Hatinya masih membutuhkan nutrisi untuk bisa kuat, sekuat seorang laki-laki yang nanti pasti melindungi keluarganya dari apapun juga.

Getaran dalam saku celananya membuat Hafizh mengambil gawai yang tersimpan di sana. Nama kakaknya terlihat berkedip di layar monitor pipih itu.

"Assalamualaikum Mas__"

"Waalaikumsalam, lagi apa Bang?"

"Ini di Masjid, nunggu adzan dhuhur. Ada apa Mas ini di sana pasti masih tengah malam kan?" tanya Hafizh saat melihat jam di pergelangan tangannya.

"Yes of course, a quarter past twelve."

"So? What's your reason for calling me at this late hour?"

"Ponakanmu terbangun minta susu, ya mau nggak mau Masmu ini harus bantuin mereka nyusu karena nggak mau gantian. Mungkin begitu ya anak kembar, satu terbangun satunya ikut. Satu nangis satunya juga ikut nangis. Kamu bagaimana sekarang? Sudah merasa baikan?"

"Mereka sudah sehat kan Mas?"

"Alhamdulillah, sekarang Mas tanya kamu bagaimana? Mengapa tragedi Mas juga harus kamu lalui, Bang. Mas tahu itu sangat menyakitkan__"

"Kak Azza dengar ini, Mas? Nggak enak ih, rasanya nanti terkesan mas Hanif yang curhat." Sambar Hafizh.

"Kak Azza sudah tahu semuanya, sejak kejadian twin itu Mas berusaha untuk tidak menutup informasi apapun di dalam hubungan kami. Lalu apa yang akan kamu lakukan dalam waktu dekat ini?" tanya Hanif kembali.

"Apa yang bisa aku lakukan untuknya? Ya menyerahkan semuanya Mas kepada pemilik hati kita, dulu bukannya Mas Hanif juga seperti itu." Kata Hafizh.

"Kamu masih sering bertemu Fatia?"

"Tidak sejak sebulan yang lalu mungkin, aku juga belum ngecek butik. Hanya minta dia untuk mengirimkan laporan keuangannya. Aku belum bisa Mas entah untuk berapa lama nanti."

"Tapi kamu harus tetap melihat tempat kerjamu, biar bagaimanapun semua tetap dibawah kendalimu. Kalau leadernya saja sudah tidak semangat dan memberikan energi negatif anak buahmu pasti akan tidak nyaman bekerja di sana. Ayo bangkit, Mas tahu itu nggak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi pasti ada hikmah dibalik setiap cerita. Belajar dari kisahnya Mas Hanif dan Kak Azza." Tutur Hanif.

Hafizh hanya terdiam, sepertinya memang tidak seharusnya dia mengurung diri di belakang tirai yang menutupi hatinya. Bersama dengan bergulirnya waktu semua pasti akan kembali baik seperti sedia kala. Semua harus kembali baik seperti semula saat cerita ini belum di mulai.

"Inshaallah Mas, ingetin Abang selalu." Percakapan mereka akhirnya berhenti saat Hanif memilih untuk mengistirahakan tubuhnya sedangkan Hafizh memang harus segera menunaikan panggilan sholat dhuhur.

Sore ini selepas kuliah selesai Fatia memang di ajak teman-temannya secara paksa untuk ikut bersama mereka. Fatia yang sebentar lagi memang akan melangsungkan pernikahannya dengan Aftab sangat jarang bisa berkumpul bersama teman-temannya. Ditambah lagi dia juga masih harus bekerja di butik milik Hafizh. Sudah satu bulan ini Fatia tidak pernah bertemu dengan bos tampannya itu.

Ada sedikit pertanyaan namun segera dia anulir karena memang sudah tidak pantas lagi baginya untuk mengkhawatirkan Hafizh sedangkan Fatia sendiri telah menerima Aftab sebagai calon suaminya. Fatia masih bisa menggunakan akal sehatnya untuk tidak membuat orang lain tersakiti karena perbuatannya.

Sedikit kaget melihat tempat yang mereka datangi. Rasanya memang Fatia seperti mimpi saat melihat Widi bersama teman-temannya yang lain. Melihat dekorasi tempat yang sepertinya memang sudah di set untuknya. Nuansa pink dan white yang begitu mendominasi ditambah dengan pakaian teman-teman Fatia yang sengaja memakai piyama berwarna baby pink dan soft blue membuat bibir Fatia tidak bisa berkata kata.

"Surprise____bridal shower for the Queen Fatia." Kata semuanya kompak sambil meminta Fatia untuk duduk di singgasana yang telah disediakan. Rasanya memang sangat wajar di era sekarang melakukan acara pra nikah yang tersebut dengan nama bridal shower, dimana sekumpulan teman, sahabat calon mempelai perempuan berkumpul dan merayakan untuk melepas masa lajang calon mempelai menjelang hari pernikahannya.

Ucapan dan kado diberikan teman-temannya kepada Fatia sebagai calon mempelai Aftab. Siapa lagi sponsor utama acara ini kalau bukan Widya dan Puspa. Bahkan sampai untuk menghubungi Aftab saja sudah disiapkan oleh mereka tetapi nanti setelah acara yang mereka helat benar-benar selesai.

Hafizh juga telah menyelesaikan kuliahnya dan mengikuti saran dari sang kakak dia harus berani melihat kenyataan. Sore ini diputuskan untuk memeriksa butiknya. Namun saat berada di butik hanya Mbak Ratih yang ada di sana sedang melayani pelanggannya.

"Loh, kok Mbak Ratih yang ada di bawah Fatianya mana?"

"Tadi izin Bang, katanya mau ada acara apa gitu sama temen-temennya. Mbak Widi juga datang ke sini." Jawab Ratih.

"Sekarang Widinya kemana?"

"Sepertinya juga ikut acara mbak Fatia, Bang." Hafizh hanya menganggukkan kepalanya tanda dia cukup mendapatkan informasi dan bergegas meminta Ratih untuk mengerjakan kembali pekerjaannya sebelum akhirnya dia yang kini menggantikan posisi Ratih untuk melayani pelanggan mereka.

Merapikan beberapa barang yang telah selesai dipilih dan dibayar Hafizh baru merasakan bahwa perutnya belum dimasuki apapun sejak tadi pagi. Suara keroncongan yang terdengar seolah memberikan tanda bahwa dia harus segera makan.

"Mbak Ratih sudah makan?"

Ratih memandang Hafizh dengan seksama, merasa seperti ada yang salah dengan pertanyaan si bos. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 16.30 masih menanyakan sudah makan atau belum. "Maksud Abang?" ini sudah terlalu terlambat untuk bertanya makan siang namun belum waktunya untuk makan malam jadi mungkin harus diperjelas.

"Makan siang." Kekeh Hafizh yang akhirnya meminta Ratih untuk menunggu galery sementara dia akan keluar untuk mengisi perutnya yang sudah protes.

Hafizh berputar dengan SUVnya ada sebuah resto yang cukup cepat untuk menyajikan makanan dengan menu makanan yang sesuai dengan indra perasa Hafizh. Memarkirkan mobilnya dengan baik dan berjalan menuju sebuah meja yang dirasa cukup untuk membuatnya tenang. Karena resto itu terkesan sedikit ramai dengan adanya suatu acara yang mungkin resto tersebut disewa untuk mengadakan acara itu. Sebuah meja di sudut yang lumayan agak jauh dari keriuhan acara. Hanya saja dekat dengan jalan menuju ke toilet.

Rasanya nyaman untuk duduk sendiri di meja itu untuk menikmati makan siangnya sang sangat terlambat. Hafizh masih juga memainkan gawainya, dia menggelengkan kepalanya saat terngiang kata-kata Fatia untuk meninggalkan gawai saat berada di meja makan. Namun kini Hafizh justru asyik berselancar di dunia maya. Hingga makanan yang dipesannya benar-benar datang.

Sebuah artikel yang terdapat di layar pipih itu membuatnya tidak begitu memperhatikan aroma makanan yang sedang menguar di depannya.

"Selamat makan Pak. Ada lagi yang bisa kami bantu?" tanya pelayan yang membawakan makanan Hafizh.

Tergagap atas sapaan pelayan itu dan Hafizh akhirnya hanya menggelengkan kepalanya kemudian membuat pelayan itu segera berlalu untuk meninggalkannya makan. Namun baru saja pelayan itu akan berputar Hafizh membuka mulutnya untuk bertanya kepadanya. "Sedang ada pesta ya Mas? That's so noisy."

"Iya Pak, kebetulan ada acara bridal shower. Jadi memang sedikit ramai. Mohon maaf untuk ketidaknyamanannya." kemudian Hafizh tersenyum dan mengangguk kemudian meraih garpu dan sendok untuk menyantap makanan yang sudah memanggilnya untuk segera di eksekusi.

Membayangkan bridal shower angan Hafizh rasanya jadi mengembara. Betapa bahagianya jika dia harus menjemput mempelainya dengan memberinya sedikit surprise kecil yang tidak akan terlupakan seumur hidup mereka. Namun sayang mimpinya harus menghilang saat kakinya kini harus menginjak tanah kembali.

"Astaghfirullah." Rapalan kalimat istighfar dia dengungkan kembali saat ingatannya justru kembali kepada sosok wanita yang membuat dunianya terbalik dan hancur satu bulan kebelakang ini. Rasa lapar yang harusnya membuatnya bisa menyantap makanan dengan penuh antusias benar-benar menguap. Makanan yang ada di depannya kini tidak lagi menggugah seleranya.

Saat Hafizh meminta bill dan berniat untuk membayarnya tiba-tiba sekilas dia melihat seorang wanita berhijab, dengan dandanan yang nggak banget sedang berjalan terburu-buru menuju ke kamar mandi sambil membekap mulutnya.

Hafizh hanya menggelengkan kepala melihat itu mungkin itu yang menjadi queen of bridal. Didandani ala ratu terjelek dengan make up menor dan tentu saja menarik perhatian pengunjung yang lain. Hafizh hanya bisa tersenyum miris. Di saat yang sama seorang pelayan mengantarkan bill untuk Hafizh. Membayarnya segera dan meninggalkan tempat yang memang menurutnya sudah tidak nyaman lagi karena sangat berisik.

Disaat Hafizh berjalan berniat untuk meninggalkan resto tersebut tiba-tiba manik matanya menangkap bayangan tubuh Widi, Widya dan juga Puspa yang sedang berjalan mondar-mandir sambil berbincang dengan begitu serius.

"Bang Hafizh__" tiba-tiba suara Widi langsung memecahkan kebingungan mereka. Hafizh berjalan mendekati mereka. Pikirannya kembali kepada wanita yang dilihatnya dengan dandanan yang nggak banget tadi kemungkinan besar adalah Fatia.

"Kamu kenapa di sini?" tanya Hafizh saat mereka sudah saling berhadapan.

"Itu Bang kita bikin acara buat Fatia tapi sepertinya rencana kita gagal." Kata Widya yang dijawab anggukan oleh Puspa dan Widi.

"Bukannya Fatia sudah kalian dandani, itu yang berjalan ke toilet bukan?" tanya Hafizh lagi.

Bukannya menjawab pertanyaan Hafizh namun Widya dan Puspa saling berbisik-bisik membicarakan sesuatu. "Yakin bukan pencahar?"

"Ya yakinlah, aku beli sendiri di apotek. Flibanserin dan aku sendiri juga yang memberikan ke minuman Fatia." Jawab Widya. Hafizh mendengarnya sekilas namun mengabaikannya. Sepertinya memang teman-temannya ini bermaksud untuk memberikan semacam kejutan tapi entahlah sepertinya Fatia justru merasakan reaksi yang berbeda.

"Kalian tidak sedang mencampur makanan yang dimakan Fatia dengan sesuatu bukan?" tanya Hafizh penuh selidik. Namun Widya dan Puspa hanya terdiam dan menggelengkan kepalanya sedangkan Widi yang memang tidak tahu apa-apa hanya diam khawatir dengan keadaan Fatia.

"Wid. Coba lihat deh di toilet Fatia sedang apa. Mungkin butuh bantuan. Aku tunggu di sini." Perintah Hafizh yang langsung diiyakan oleh Widi.

Belum sampai Widi berjalan Fatia sudak keluar dengan kondisi yang membuat Hafizh segera harus bertindak cepat. "Fatia ke sini menggunakan apa?" tanya Hafizh kepada Widya dan Puspa dengan mata penuh kilatan amarah di dalamnya. Puspa dan Widya tentu saja terkejut dengan tatapan tajam Hafizh dan membuat mereka menjawab dengan jujur saking gugupnya. "Sepeda motor, Bang."

"Bantu Fatia ke mobil abang. Widi bawa motor Fatia dan ikuti mobil abang dari belakang. Kalian berdua, kalau sampai ada apa-apa dengan Fatia pasti aku akan minta pertanggungjawaban kalian." Kata Hafizh sebelum melangkah menuju mobilnya.

Pakaian Fatia sudah bukan lagi pakaian yang seharusnya menutup tubuhnya, beruntunglah dia tidak melepas baju sebelum mengenakan piyama berwarna baby pink itu. Kancing pakaiannya yang sudah terlepas semua serta lenguhan yang terdengar dari bibir Fatia membuat Hafizh segera menghubungkan sesuatu yang tersebut kedua sahabatnya. Tentu saja dia tidak tahu apa yang disebutkan oleh sahabatnya tadi karena memang Hafizh bukanlah tenaga medis yang mengerti tentang jenis obat-obatan yang bisa dibeli di apotek. Namun satu dalam pikiran Hafizh, Fatia pasti telah memakan atau meminum sesuatu yang membuat dirinya menjadi 'beringas' seperti ini.

"Ouuhhhh, panaaaas___" tangan Fatia mulai bergerak untuk melepaskan jilbabnya. Melihat itu Hafizh segera menepikan mobilnya sebentar. Meminta Fatia untuk tetap memakai jilbabnya meski kini jilbab itu sudah di lepasnya. Merapikan kembali jilbab itu meski tidak sempurna namun lagi-lagi Fatia melepasnya bahkan telah membuangnya ke jok belakang supaya tidak lagi dipakaikan Hafizh kepadanya.

Hanya rapalan kalimat istighfar yang menghiasi bibir Hafizh tanpa berani memandang perempuan yang sudah bertingkah di sebelahnya. Allahu, cobaan apalagi ini?

Hafizh segera mekekan pedal gas saat dia tahu lampu merah yang ada di depannya segera berganti. Kondisi Fatia memang tidak bisa dibiarkan lama. Dalam pikirannya. Hafizh hanya mengingat rumah dan segera untuk sampai di sana.

Sayangnya ketika Hafizh yang justru menambah kecepatan mobilnya saat lampu apil akan berubah menjadi merah Widi justru terjebak dengan warna merah yang mengharuskan dia berhenti untuk beberapa saat. Padahal Widi tidak tahu kemana Hafizh akan membawa Fatia. Salahnya juga tadi tidak menanyakannya dan meminta alamatnya. Hingga saat dia benar-benar kehilangan kemana arah mobil Hafizh menuju, Widi akhirnya pasrah membawa sepeda motornya menuju ke outlet galery Hafizh.

Memasukkan mobil ke carport rumahnya, dan alangkah terkejut saat tahu Widi tidak ada di belakangnya. Hafizh mencoba untuk menghubunginya namun sepertinya HP Widi sedang tidak aktif sehingga beberapa kali panggilannya hanya tersambung dengan operator kemudian Hafizh memutuskan untuk menelpon pak Kusdi dan meminta istrinya untuk segera datang ke rumah karena Hafizh membutuhkan bantuannya.

Hafizh segera meminta Fatia untuk masuk. Biar bagaimanapun Hafizh telah melihat sebagian aurat Fatia. Tidak bisa dipungkiri, hasrat lelakinya tentu saja tertantang untuk menaklukkan itu namun otak Hafizh masih bisa bekerja dengan baik. Wanita dihadapannya belumlah halal untuk dia sentuh bahkan dia pandang sekalipun.

"Panas__panas__" mulut Fatia meracau seperti itu. Sedangkan Hafizh masih berada di luar menunggu Bu Kusdi datang untuk membantunya. Hafizh menutup pintunya namun Fatia membukanya dengan paksa dan dengan sangat terpaksa akhirnya Hafizh masuk ke rumah. Namun sayang sepertinya memang flibanserin yang diberikan oleh kedua sahabat Fatia melebihi dosis yang seharusnya dipakai oleh orang dewasa.

Saat mata mereka benar-benar bertemu dan tidak ada lagi penghalang yang menghijabi kepala Fatia. Yakinlah bahwa laki-laki pasti pernah merasakan khilaf saat hasrat lelakinya tersentuh. Gemuruh yang ada di dada Hafizh membuktikannya, hasratnya menginginkan tapi logikanya menolak. Hatinya terus berperang antara iya dan tidak, antara melakukan atau meninggalkannya.

Meski dengan dandanan yang sangat tidak sedap dipandang. Hafizh tahu dengan memandang dalam manik mata milik Fatia seberapa besar rasa cinta yang dia berikan kepada wanita itu. Pikiran-pikiran kotor itu datang dan memintanya untuk melakukan supaya takdir berpihak lagi kepadanya namun bayangan tangisan sang Bunda sekilas melintas dan cukup menyadarkan Hafizh untuk menghentikan semuanya. Dengan jari terkepal sempurna Hafizh berusaha menjauhi Fatia dan memintanya untuk segera masuk ke dalam kamarnya.

"Astaghfirullah, apa yang kita lakukan Fatia. Masuk ke dalam kamarmu!" kata Hafizh dengan nada tinggi sambil memejamkan matanya. Beruntunglah saat genting seperti itu Bu Kusdi datang dan dengan segera Hafizh memintanya untuk membawa Fatia yang sedang merancau untuk masuk ke kamarnya. Sayangnya tangan Fatia telah berhasil mencengkeram pakaian Hafizh hingga saat Bu Kusdi mengajaknya masuk ke kamar Fatia justru menarik pakaian Hafizh yang dia cengkeram. Merasakan itu Hafizh yang menolak segara menarik tubuhnya. Namun pakaian yang dipakainya kalah sehingga sobek tepat di bawah krah bajunya.

"Mas, ini tadi mbak Fatia kenapa to?"

"Saya juga tidak tahu Bu, tiba-tiba meracau seperti itu sampai jilbabnya juga dilepaskan. Minta tolong itu muka dibersihkan ya Bu, dan pakaiannya tolong diganti." Adzan maghrib yang terdengar segera membuat Hafizh segera menuju ke mobilnya. Mencari pakaian yang bisa dia pakai untuk ganti karena pakaian yang dikenakan sekarang sobek ditarik oleh Fatia.

Nihil, Hafizh tidak menemukan pakaiannya ada di dalam mobil.

Hafizh memilih untuk membersihkan badannya. Seharian berada diluar membuatnya gerah. Perkara pakaian gampang nanti dia juga bisa memakai pakaian Ibnu yang mungkin ada di dalam lemari yang ada di kamar yang biasa dipakai daddy dan bundanya ketika menginap di sini. Masalahnya seharusnya Hafizh mencari dulu pakaian Ibnu dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi namun ternyata Hafizh hanya mengambil handuk saja.

Sementara di resto yang di pakai untuk bridal shower Fatia, Widya dan Puspa juga sangat panik mengetahui reaksi dari Fatia. Harusnya Aftab yang menjadi dewa penolong untuk Fatia mengapa justru ada Hafizh yang menolongnya dan salah mereka berdua juga tidak langsung menghubungi Aftab untuk mengetahui bagaimana cerita selanjutnya. Sepeninggal Hafizh, Fatia dan Widi keduanya seolah saling melemparkan salah.

"Gawat deh Pus, bagaimana dong ini? Fatia sama Bang Hafizh dan kita tidak tahu Bang Hafizh membawa Fatia kemana." kata Widya.

"Kamu sih, punya ide jahil banget, kalau sampe Pak Aftab tahu bisa mampus ini kita!"

"Jangan sampai Pak Aftab tahulah." ucap Widya.

"Terus ini bagaimana dong. Kita nggak tahu Bang Hafizh mengajak Fatia kemana, kalau Fatia sampai kenapa-kenapa?" tanya Puspa.

Berdua mereka menyelesaikan pembayaran dengan restoran dan meminta maaf kepada pelayan atas sedikit kekacauan yang terjadi. Baru dua puluh menit kemudian Aftab datang ke lokasi acara dan kedua sahabat Fatia memilih mengatakan bahwa Fatia kini sedang bersama Hafizh.

Rasanya memang sangat tidak etis atau bahkan berlebihan jika harus melibatkan Hafizh di tengah-tengah permainan mereka. Hingga Aftabpun meradang saat mendengar nama Hafizh yang bersama Fatia.

Selesai membersihkan muka Fatia dan tentu mengganti pakaian wanita itu, Bu Kusdi berniat untuk mengambilkan pakaian suaminya yang bisa dipakai oleh Hafizh karena memang adzan maghrib sudah berkumandang. Tidak mendapatkan jawaban dari Hafizh atas panggilannya, Bu Kusdi secepatnya mengambil inisiatif untuk meninggalkan Fatia sebentar.

Hafizh yang sedang berada di dalam kamar mandi terkejut saat mendengar pintu rumah yang terdengar di dobrak oleh orang lain serta jeritan kencang sesaat setelahnya. Dengan segera dia menutup tubuhnya dengan handuk yang dia ambil dari lemari pakaian di kamar daddynya karena mandinya belum selesai dan segera melihat apa yang sedang terjadi di dalam rumahnya.

Dan kali ini Hafizh terkejut saat mengetahui daddy dan Aftab menatap seolah ingin segera mengulitinya. Sedangkan bunda dan tante Kania sudah berdiri dengan linangan air mata di depan kamar tidur yang dipakai oleh Fatia.

Buuugggghhhhhhh!!!!!________ Buuugggghhhhhhh!!!!!

Tiba-tiba dua buah bogem dari tangan Aftab jatuh mendarat tepat di rahang dan dada Hafizh. Tidak adanya persiapan kuda-kuda membuat Hafizh jatuh tersungkur di lantai. Dia tidak tahu mengapa calon suami Fatia ini justru memukulnya telak.

"Pakai pakaianmu kembali, daddy sangat malu, kamu telah mencorengkan arang di muka kedua orang tuamu, Hafizh Abbiyu!!" jika Ibnu sudah memanggilnya dengan nama lengkap bisa dipastikan bahwa ayah lima orang anak itu memang benar-benar murka.

Sambil memegang pipinya yang mungkin kini telah lebam karena pukulan Aftab, Hafizh kembali masuk ke kamar mandi menyelesaikan mandinya dan menemui kembali orang-orang yang telah melihatnya bertelanjang dada.

Mungkin saatnya peradilan untuknya akan segera dimulai, meski dia sendiri masih harus berpikir dengan keras dosa apa yang telah dia lakukan hingga sang daddy terlihat semurka itu.

🍄🍄

-- to be continued --

🍃 ___🍃

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

🍃 ___ 🍃

sorry for typo

Blitar, 06 Oktober 2019

revisi dan republish 26 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top