📒 22 ✏ Sejarah Terulang (2) ✏

Karena tidak semua bisa kita mengerti, meskipun ada beberapa hal yang bisa kita hadapi dengan mudah dengan sebuah penerimaan___________

🍄🍄

PURNAMA yang menyembul masih juga memberikan harap kepada anak manusia yang kini semakin merasakan bahwa jarak yang tercipta tak lagi bisa memupus apa itu yang dinamakan rindu. Rasa yang telah lama terpatri ketika serbuan mortil cinta telah memporak porandakan singasana yang tersebut sebagai hati.

Cinta hanya enggan menyampaikan, bahwa rindu yang lama enggan untuk mempertemukannya. Perjuangan dalam meraih segalanya tak sebanding jika harus melebur deru bersama debu yang mengudara.

Hari ini tepat tiga bulan berlalu dari Fatia yang telah menerima pinangan Aftab. Segala macam persiapan telah mereka rencanakan. Bahkan Kania, ibunda Aftab telah menghubungi Qiyyara dan Ibnu sebagai wali dari Fatia untuk membicarakan keseriusan hubungan Aftab dan juga Fatia.

"Qi, aku nggak sangka ternyata pangeranku tertarik untuk memperistri pegawaimu." Cerita Kania saat keduanya terhubung dalam sambungan telepon.

"Maksud kamu?"

"Fatia menerima lamaran Aftab. Kami juga sudah beberapa kali bertemu dengan Fatia untuk memastikan dan menimbang semuanya. Akhirnya hari ini aku membawa berita ini kepadamu. Aku yakin bahwa Fatia belum memberitahukan ini kepada siapapun." Rasa puas tentu saja terdengar pasti di telinga Qiyyara.

Sedikit nyeri terasa di ulu hati ibu lima orang anak ini. Mengapa kejadian kakaknya juga harus menimpa kepada Hafizh. Sekuat Hanifkah nanti hati putra keduanya ini jika dia harus mendengar wanita yang diharapkan untuk bisa menjadi pendamping hidupnya harus bersanding di pelaminan dengan orang lain.

Qiyya tidak langsung menanggapi cerita Kania yang begitu berapi-api. Dia masih harus menata hati bagaimana caranya untuk bisa menyampaikan kabar yang tidak mengenakkan ini kepada putranya tanpa membuat hatinya sakit dan terluka.

"Qi, Hallo Qiyyara kamu masih di sana bukan?" panggil Kania di ujung gawainya.

"Eh, i__iya. Bagaimana Nia?"

Teleponpun akhirnya terputus. Qiyya harus menyampaikan berita penting ini kepada Ibnu. Hafizh yang terlihat lebih santai daripada Hanif belum tentu lebih santai juga menerima berita ini daripada dulu saat ta'aruf Hanif yang di tolak oleh keluarga Azza. Bisa jadi Hafizh justru bereaksi lebih daripada Hanif dahulu.

Dalam gelisahnya, berkali-kali Qiyya menelpon Ibnu untuk memintanya segera pulang ke rumah. Segera, tidak boleh ada penundaan.

Hafizh yang memang sudah tiga hari terakhir ini berada di Blitar jelas tidak tahu masalah Fatia dan Aftab yang telah merencanakan pernikahan. Karena Hafizh terlalu fokus dengan pekerjaan dan sekolahnya, selain itu dia juga menghormati permintaan Fatia yang menginginkan mereka menjaga jarak. Memang seharusnya seperti itu bukan. Menarik diri sementara untuk mempersiapkan semuanya. Itu menurut Hafizh namun apa yang terjadi jika dia mengetahui apa yang memang telah direncanakan Allah untuk perjalanan qodar cintanya? Masih sanggupkah dia berdiri tegak dan menutup mata seolah tidak ada yang pernah terjadi antara dia dan Fatia yang sebentar lagi akan menjadi milik orang lain.

Hanya akan ada cerita yang terulang dari kisah kakaknya. Sakit dan tentu saja hanya dia yang bisa menyembuhkan sebagai pemegang kunci problem solvenya.

Hafizh benar-benar menunjukkan eksistensinya. Pertumbuhan usaha yang tentu saja berkembang dengan penambahan jumlah karyawan. Pematangan manajemen usaha serta pemantauan sirkulasi keuangan yang cukup kuat. Pemutaran modal beserta proposal suntikan modal yang beberapa kali dia tawarkan kepada keluarganya terlebih dulu untuk bisa menanamkan saham sebelum nantinya akan Hafizh lempar kepada rekan atau sahabatnya.

"Yakin dengan semua ini, Bang?" tanya Zurra saat Hafizh menyodorkan proposal untuk pengembangan usaha dan pemberitahuan kepada stakeholder perusahaannya untuk ikut meeting review tahunan.

"Bekerja itu harus dengan sebuah keyakinan dan cinta Om, kalau kita nggak yakin dan nggak cinta ya nggak akan pernah menikmati apa yang kita lakukan dan kita usahakan." Jawab Hafizh dengan lancarnya.

Zurra adalah adik dari Bundanya yang sangat paham benar dengan pola pemikirannya. Sama-sama bekerja sebagai pelaku ekonomi yang langsung bersentuhan dengan pasar membuat keduanya begitu lihai membaca berbagai macam peluang usaha yang nantinya bisa mendatangkan keuntungan.

Keuntungan yang diperoleh bukan selalu berdasar atas nilai uang yang diperolehnya. Tetapi juga manfaat usahanya untuk lingkungan. Bisa mendatangkan keuntungan juga bagi masyarakat sekitar. Setidaknya mereka bisa menjadi karyawan atau menikmati hasil dari pekerjaan yang dikerjakan oleh Hafizh ataupun Zurra.

"Ini gede loh Bang modalnya. Kalau dengan kapasitas karyawan kita sekarang sepertinya memang tidak mumpuni." Kata Zurra lagi.

Hafizh mau tidak mau menjelaskan bagaimana proyeksi pekerjaannya dua sampai sepuluh tahun mendatang. Siklus produk yang dia hasilkan serta tentang kejenuhan pasar. Ditambah pula Hafizh telah mempersiapkan recycle produk apabila produk-produk yang dia lempar ke pasaran sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

Ya, jiwa entrepreneur memang harus siap sedia seperti yang dilakukan oleh Hafizh. Apapun yang telah diperjuangkan tentu akan membawa value chain untuk perusahaannya bagaimana bisa berkembang dan lebih baik lagi bersaing di pasaran.

Belum puas dengan penjabaran yang disampaikannya Hafizh justru meminta untuk keluarganya berkumpul guna membicarakan project pekerjaan yang sepertinya memang berkembang begitu pesat berada di tangan dingin Hafizh Abbiyu.

Beberapa slide Hafizh paparkan di hadapan Qiyya, Zurra, dan Ibnu.

Bukan dengan bahasa di kelasnya, Hafizh lebih menggunakan bahasa yang lebih simpel supaya bisa dipahami oleh orang tua dan om Zurranya.

"Ok, itu artinya kamu butuh suntikan dana yang lumayan besar. Sudah dihitung Bang dengan suntikan dana ini berapa tahun perusahaanmu bisa BEP?" tanya Ibnu. Kalkulasi dagang Ibnu memang masih jauh jika dibandingkan dengan otak dagang Hafizh dan Zurra. Hingga membuat Hafizh harus menjelaskan dengan sangat detail anggaran belanja perusahaannya, terkait dengan pembiayaan dan keuntungan usaha yang diproyeksikan.

Hanya butuh waktu tidak lebih dari satu jam dan Hafizh telah menyelesaikan presentasi serta sesi tanya jawab yang memuaskan seluruh stakeholder perusahaannya itu.

"Ok, Daddy siap. But not all of them, how about 60%? Dik Zurra, would you like take the rest?"

Zurra menimbang sekian detik sebelum akhirnya dia menganggukkan kepalanya. Deal, kesepakatan kerja dibuat dan akan diabadikan dengan pembagian deviden setiap tahunnya.

Semangat Hafizh dan cita-citanya. Qiyya sangat mengerti mengapa Hafizh berjuang sekeras itu. Hanya ingin menunjukkan kepada sang Daddy walaupun dia memilih untuk berseberangan profesi namun tidak ingin dipandang sebelah mata. Dan hari ini Ibnu benar-benar bangga melihat sang putra bisa sangat bertanggung jawab atas pilihan yang telah diambilnya.

"Daddy bangga sama kamu, Bang." Kata Ibnu sambil menepuk pundak sang putra.

"Terimakasih Dad, abang tidak mungkin menghancurkan kepercayaan Daddy selama ini. Satu setengah tahun ini Abang berjuang untuk bisa membuktikan sama Daddy. Dan mungkin sekarang sudah mulai terlihat bagaimana hasilnya. Bolehkan Dad jika sekarang abang berpikir juga untuk masa depan Abang yang lainnya?" kata Hafizh dengan senyumnya.

"Tentu, apa itu kalau daddy boleh tahu?"

"Menikah. Abang ingin mewujudkan keinginan daddy dan bunda. Lagian sudah cukup abang memberikan kode kepada wanita yang membuat abang semangat juga untuk bisa berdiri sampai di titik ini." Jawab Hafizh.

Ibnu seketika langsung terhenyak mengingat cerita yang disampaikan Qiyyara beberapa hari yang telah lalu. Sampai saat ini pun sebenarnya Ibnu dan Qiyya masih mencari cara bagaimana menyampaikan apa yang mereka ketahui kepada sang putra supaya dia tidak terlalu terluka, namun masih juga belum menemukan caranya.

Pun demikian halnya dengan Qiyya. Mendengar keinginan putranya seperti hatinya langsung tertusuk kembali oleh sembilu.

Hatinya menangis tapi berusaha untuk bisa tersenyum di depan sang putra. Bukan, bukan bermaksud untuk membohonginya namun Qiyya belum berani menceritakan hal yang pada akhirnya akan memupus semangat putranya. Tapi biar bagaimanapun kabar itu harus segera disampaikan kepada Hafizh supaya dia tidak berharap lagi kepada wanita yang dia cintai.

Seharusnya, sebuah kata yang pada akhirnya akan membuat kecewa setiap hati manusia. Hanya karena apa yang kita harapkan tidaklah sesuai dengan kenyataan.

Semua tentang kehidupan dan qodarullah. Akhirnya bisa disampaikan Ibnu dengan sangat baik meski di ujung cerita tentu membuat tetesan air mata mengalir di kedua pipi putranya.

Seorang laki-laki meneteskan air mata hanya karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Tidak, bukan karena bertepuk sebelah tangan. Tapi karena Hafizh merasa terlambat untuk menyampaikan keinginannya kepada Fatia hingga dia harus menerima pinangan dari pria lain yang datang lebih dulu kepadanya.

"Mengapa kamu tidak bersedia untuk bersabar sebentar saja dan menungguku?" lirih suara Hafizh yang kini sudah menenggelamkan kepalanya di pangkuan Qiyyara.

Qiyya tidak lagi bisa berkata untuk menenangkan hati sang putra. Hanya belaian lembutnya dan sentuhan tangannya untuk menguatkan hati sang putra menerima kenyataan pahit ini.

"Aku telah memberimu isyarat namun tak pernah tersampai. Lantas apa artinya semua yang sudah aku lakukan untukmu?" Hafizh bertanya tapi tidak akan pernah mendapatkan jawaban karena Ibnu dan Qiyya hanya terdiam.

"Abang tidur dengan Bunda malam ini boleh ya?" Qiyya hanya mengangguk dan Ibnu sepertinya memilih untuk mengalah malam ini.

Hafizh tidak bicara banyak, baginya berada di pelukan Qiyya seperti mendapatkan kehangatan untuk mengembalikan rasa percaya diri dan semangatnya yang tiba-tiba terpupus seketika.

Memeluk Qiyya dan mendapatkan kehangatan cinta seorang ibu. Cukup itu yang akhirnya membuat hatinya tentram kembali, meski tidak menyembuhkan lukanya seketika namun cukup bagi Hafizh tahu bahwa cinta sang Bunda selalu ada untuknya kapanpun dia membutuhkannya.

Ibnu sengaja membangunkan Qiyya saat sepertiga malam terakhir. Melihat Hafizh yang sedang tidur dengan tenang namun memeluk sang Bunda yang dia lakukan seperti itu Ibnu cukup mengerti apa yang kini sedang mendera hati putranya.

"Sholat dulu, Mas sudah. Sini biar Mas yang gantiin posisimu."

"Dari semalam ini meluk erat banget. Nggak ngomong apa-apa. Sepertinya dia memang sangat terpukul Mas. Qiyya jadi susah tidur dikekepin abang terus." Jawab Qiyya yang mencoba memindahkan tangan Hafizh dan kini berganti Ibnu yang tiduran di samping putranya.

Ibnu tetaplah Ibnu, seorang ayah yang tentu saja ingin yang terbaik untuk putra putrinya. Dua setengah tahun yang lalu putra pertamanya merasakan ini. Mengapa kini sang putra kedua juga harus merasakan hal yang sama dengan kakaknya. Bedanya kalau dulu Hanif memang sama sekali tidak menampakkan sikapnya kalau dia menyukai Azza, langsung meminta sang daddy dan bunda untuk memintakan kepada orang tua Azza. Hafizh ini sudah memperlihatkan bahasa tubuhnya tapi justru wanita yang dia suka memilih orang lain sebagai imam hidupnya.

Tangan kekar yang lembut itu mengusap kepala Hafizh. "Kamu harus kuat Bang, Mas Hanif dulu bisa melalui ini dengan baik kamu seharusnya juga bisa lebih baik lagi. Karena Daddy tidak pernah mengajarkan kalian menjadi manusia yang lemah. Allah menyiapkan cerita yang indah untukmu di depan." Kemudian Ibnu mencium pucuk kepala putranya. Masih teringat jelas di matanya, laki-laki dewasa yang kini sedang tertidur memeluknya ini menginginkan seorang ibu dan memintanya untuk menikahi Qiyyara kala itu.

Hafizh beringsut dan membuka perlahan matanya. Namun dia sedikit kaget bahwa yang dia peluk bukan lagi Qiyya tapi daddy Ibnunya.

"Wake up Dude, tell to Allah what do you feel now. Everything, caused just Allah have the solution for your problem. Come on." Kata Ibnu kemudian mencium kening putranya.

"I love you, Dad." Balas Hafizh mencium pipi Ibnu sebelum dia benar-benar membawa tubuhnya untuk membasuh muka dan bersiap untuk sholat malamnya.

Pagi ini Hafizh benar-benar menyerahkan semua rasa kecewanya. Laki-laki yang kuat harus berani dan kuat. Masalah hati semuanya pasti akan berlalu dengan seiring jalannya waktu. Hafizh tidak harus menghindar tapi menjalaninya dengan baik. Jika kakaknya dulu bisa melaluinya dengan baik Hafizh pun juga berharap bisa melaluinya dengan baik.

Berubah? Tentu saja, mungkin mulai hari ini sampai ke depannya Hafizh memilih untuk merubah sikapnya kepada siapapun. Bekerja dengan baik dan tidak perlu mengikutkan hati besertanya.

Setelah sarapan pagi Hafizh bersiap untuk pergi ke Malang.

"Yakin setir sendiri Bang?" tanya Qiyya.

"Inshaallah Bunda, abang ok. Bunda jangan terlalu khawatir. Dibilang sakit tentulah, tapi bukan putra bunda kalau harus rapuh dan menutup diri dari semuanya." Tentu saja Hafizh tidak ingin terlihat lemah di depan kedua orang tuanya.

Entah apa yang nanti akan dilakukan di Malang saat harus bertemu dengan Fatia. Dalam hatinya sekarang hanya ada pekerjaan, sekolah dan membahagiakan kedua orang tuanya. Soal hatinya, dia akan menyembuhkan dengan caranya sendiri.

Dua jam berlalu dan kampus adalah tujuan utamanya. Proposal thesis yang harus diserahkan kepada dosen pembimbingnya membuat Hafizh harus menemuinya siang ini.

"Good. Kapan ini siap presentasi untuk seminar proposal?"

"As soon as possible, I think." Jawab Hafizh mantap.

Jika kemarin Hafizh ingin sedikit menunda karena Fatia. Rasanya sekarang alasan itu tidak lagi bernilai, hidupnya harus ada yang sesuai dengan mimpinya setidaknya tidak terbengkalai semuanya hanya karena hatinya sedang terluka.

Hafizh hanya memandang sekilas kepada Fatia, kemudian meminta laporan keuangan seperti biasa dan meninggalkan Fatia dengan segera. Tidak ingin berlama-lama dengan seseorang yang sudah tidak mungkin lagi bisa dia harapkan untuk digenggam.

Beberapa menit kemudian ada abang go food datang membawakan pesanan Hafizh. Rasanya Fatia memang sedang bersama bos yang lain. Hafizh benar-benar berubah menjadi sangat dingin hari ini. Bahkan menyapa Fatia saja bukan lagi dengan panggilan seperti biasanya. Hari ini Hafizh kembali memanggil namanya, tidak lagi dengan sebutan Boo seperti biasanya.

"Bang, pesen makanan ya? Kenapa nggak minta Fatia yang beliin sih?" tanya Fatia yang menyerahkan pesanan makanan Hafizh.

"Terimakasih ya Fatia, saya ingin makan sendiri. Kamu sebaiknya kembali bekerja lagi." Jawab Hafizh yang membuat Fatia cengo.

Bos tampannya tidak bicara dengan nada tinggi, tapi dari kalimatnya yang kini menggunakan kata saya membuat Fatia hanya bisa menelan ludahnya, sangat hafal dengan bahasa yang dipakai Hafizh untuk seformal itu hanya dia pakai untuk orang-orang yang baru dia kenal atau untuk orang yang benar-benar dia hormati seperti kolega bisnisnya.

"Abang kenapa?" tanya Fatia yang merasakan Hafizh memang telah berubah.

"Saya hanya ingin bekerja dan makan sendiri, Fatia. Jadi bisa tinggalkan saya sekarang?" kata Hafizh melihatnya sebentar kemudian menyilakan Fatia untuk meninggalkannya dengan gerakan tangannya.

Miris.

-- to be continued --

🍃 ___🍃

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

🍃 ___ 🍃

sorry for typo

Blitar, 05 Oktober 2019

revisi dan republish 25 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top