📒 20 ✏ Salah Paham yang Melebar ✏

Bicarakanlah bersama hatimu kepada siapa dia akan menuju? Bukan untuk mendikte seolah dia tidak tahu bagaimana seharusnya kita mengambil sikap atas perasaan yang keliru_________________________________

🍄🍄

SESUNGGUHNYA bumi harus terguncang dengan hebat ketika merasakan gejolak yang ada di poros magmanya. Ingin memuntahkan lava dan material vulkanik untuk menunjukkan kepada dunia betapa kuasanya Allah dalam mengatur segala sesuatunya.

Diingatkan kembali ayatullah yang menceritakan maha dasyatnya hari akhir yang akan menerbangkan manusia seperti anai-anai, yauma yakuunun naasu kal faraasyil mabtsuuts, watakuunul jibaalu kal ihnil manfuusy, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Allah maha kuasa dengan segala kebenaranNya.

Mengingat dan meyakini akan hal itu pastilah tidak ada manusia di muka bumi ini yang akan berperilaku buruk. Karena dia akan selalu meyakini bahwa Allah ada disetiap desah nafasnya. Sehingga saat akan melakukan suatu perbuatan yang keliru alarm hatinya langsung mengingatkan untuk kembali berjalan lurus.

Harusnya sedari awal Fatia tidak berharap lebih atas perhatian yang diberikan oleh Hafizh. Beberapa minggu terakhir ini Hafizh memang sangat perhatian kepadanya. Perhatian yang tidak hanya diucapkan melalui mulut namun lebih ditunjukkan kepada sikapnya. Posesif yang diberikan Hafizh kepada Fatia seolah menegaskan bahwa memang Hafizh menginginkannya sebagai wanita yang kelak akan mendampingi hidup dan surganya.

Fatia masih meneteskan air matanya. Tanpa mengucap sepatah katapun akhirnya dia mengeluarkan kotak cincin yang selalu dibawanya kemana-mana. Awalnya Widya dan Puspa hanya diam sambil menepuk pundak sahabatnya. Namun setelah melihat sebuah kotak cincin berwana biru di atas meja akhirnya keduanya saling berpandangan sebelum akhirnya membuka suara untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan sahabatnya ini.

Melihat cincin yang ada di dalamnya, kejadian yang baru saja mereka lihat serta bagaimana ekspresi Fatia tentu saja membuat mereka menyimpulkan bahwa cincin indah itu pastilah diberikan Hafizh kepada sahabatnya.

"Maaf ya Fatia, ini dari Bang Hafizh ya?" gelengan kepala ringan menjawab pertanyaan Widya yang kesannya sangat berhati-hati.

Puspa yang mengetahui ekspresi kecewa di wajah Fatiapun sedikit terkejut dengan jawaban yang diisyaratkan olehnya. Namun Puspa memilih untuk tetap diam, memberikan waktu kepada Fatia untuk menceritakan sendiri apa yang kini sedang dia rasakan.

Butuh keberanian khusus dan kepercayaan yang mungkin akan Fatia berikan kepada kedua sahabatnya. Dengan perlahan dia mulai membuka mulut untuk menceritakan semuanya.

"Aku akan menceritakan sesuatu kepada kalian, tapi tolong jaga rahasia ini. Karena hanya kalian yang tahu dan sedikit percaya bisa menjaga semua ini. Aku tidak pernah menceritakannya kepada siapapun juga termasuk kepada Bang Hafizh." ucap Fatia yang sebenarnya juga belum sepenuhnya percaya kepada kedua sahabat barunya itu. Tapi dia benar-benar membutuhkan pendapat orang lain yang bisa menguatkan keputusannya. Meskipun Fatia telah meminta petunjuk kepada Allah, namun saat hatinya telah yakin mengapa hari ini dia disuguhkan pemandangan yang sungguh sangat menyakitkan hatinya.

"Ceritakanlah Fatia jika itu bisa mengurangi beban yang ada di hatimu." Balas Puspa.

Fatia menceritakan bagaimana dia mengenal seorang Aftab Dayton Aldebaran. Seorang dosen muda yang sangat diidolakan oleh mahasiswi. Karena selain Aftab orangnya pintar dan mudah dalam menyampaikan materi kuliah, dia termasuk orang yang super ramah dan sangat membantu. Tugas itu diberikan kepada mahasiswa sesuai dengan kapasitas mereka sebagai seorang mahasiswa. Kesepakatan toleransi waktu yang sangat demokratis, jika ada mahasiswa yang terlambat datang. Fatia menceritakan tanpa ada yang ditambah atapun dikurangi.

"__dan, satu bulan yang lalu Mas Aftab memberikan cincin ini untuk melamarku menjadi istrinya." Kata Fatia sebagai kalimat penutup diakhir paragraf panjangnya.

"Apa?!!" sontak kedua sahabat Fatia berteriak tidak percaya sambil membulatkan matanya sampai-sampai orang yang duduk tidak jauh dari meja mereka sempat menoleh ke meja ketiganya namun Puspa segera mengangkat kedua telapak tangannya mengisyaratkan bahwa tidak terjadi apa-apa dan dia meminta maaf telah menganggu kenyamanan semuanya.

Fatia menceritakan bagaimana tiba-tiba Aftab datang dan memberikan cincin itu untuk memintanya menjadi istri. Semuanya memang begitu tiba-tiba dan serba mendadak.

"Kalau aku tanya tapi tolong jawab jujur ya Fatia. Memang selama ini kamu tidak menaruh perhatian khusus kepada Bang Hafizh? Secara kalian kan yang justru sering bertemu bisa dibilang setiap hari." Tanya Widya.

Fatia hanya diam membisu, sejujurnya dia masih takut untuk mengakui semuanya. Takut akan menimbulkan fitnah yang berlebih apalagi yang Fatia tahu Hafizh sangat menjaga itu dengan perempuan. Namun lagi-lagi mengapa pemandangan tadi seolah merusak rasa percaya Fatia bahwa Hafizh bukanlah laki-laki yang suka mematahkan hati perempuan. Atau justru karena salah dia sendiri yang terlalu menggantungkan harapan secara berlebih. Tuhan maha mengetahui segala sesuatunya, atau inikah doa yang selama ini dia minta untuk diberikan petunjuk olehNya. Menunjukkan bahwa sesungguhnya Hafizh telah memilih Aira dibanding dirinya. Itu juga sebabnya mengapa Hafizh memilih untuk tidak cepat-cepat ingin menikah karena memang Aira masih SMA. Lalu apa artinya perhatian yang diberikannya selama ini? Rasa posesif yang selalu meminta ini itu kepada Fatia dan harus dituruti.

Hafizh yang memilih untuk memakan hasil masakan olahan tangannya yang terkadang rasanya masih belum bisa stabil dikatakan enak jika dibandingkan dengan depot atau masakan resto. Hafizh yang selalu memperhatikan keselamatannya, selalu menjaganya sewaktu malam meski hanya dengan memastikan bahwa dia aman dan tidak kurang suatu apapun. Bolehkah Fatia mengatakan bahwa perhatian itu sangat menghangatkan hatinya. Lagi-lagi mulut Fatia terkunci rapat. Dia tidak ingin kedua sahabatnya tahu siapa yang sebenarnya telah menjadi pemilik hatinya.

"Kalian lihat sendiri bukan tadi? Bang Hafizh bicara dengan siapa. Mereka itu adalah ayah dan anak dan wanita tadi itu memang menyukai bang Hafizh." Jawab Fatia mengalihkan pertanyaan yang seharusnya dia jawab bukan dengan kalimat itu. Fatia tidak bisa menjawabnya dengan sebuah kejujuran.

"Kamu sudah menanyakannya?" tanya Widya.

"Aku sudah pernah mendengarnya langsung dari yang bersangkutan."

Selesai sudah sesi tanya jawabnya Fatia telah melengkapkan kalimat mati untuk percakapan mereka. Widya dan Puspa hanya bisa diam mendengarkan dan menunggu apa yang selanjutnya ingin Fatia katakan kepada mereka.

"Menurut kalian sebaiknya aku menerima lamaran mas Aftab atau menolaknya?" tanya Fatia kemudian.

Puspa langsung angkat bicara untuk memberikan pendapatnya. "Menimbang dengan sangat jelas bagaimana Pak Dosen tampan kita itu rasanya tidak ada titik cela yang bisa untuk ditolak. Orangnya berwibawa, mandiri, sopan, asyik, ramah dan sangat baik. Meski kita tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna namun bagiku pak Aftab masuk dalam kategori bisa dipertimbangkan untukmu. Kalau kamu ngerasa cocok dan mantap untuk menerima lamarannya, Why not?"

"Benar itu Fatia, kalau kalian sudah saling cocok dan sudah sreg apa yang harus dipertimbangkan lagi? kamu sudah meminta petunjuk pada Allah kan?" Fatia mengangguk mantap.

Rasanya memang sebaiknya Fatia segera menerima lamaran dari Aftab, menunda sesuatu yang seharusnya memang disegerakan itu memang bukan hal yang baik. Dengan satu tarikan nafas besarnya dan mengucapkan kata bismillahirrohmanirrohim, Fatia mencoba menuliskan pesan kepada pak dosennya untuk bisa menemuinya sekarang di cafe tempat dia dan dua sahabatnya sedang makan siang. Siang ini juga Fatia akan menjawab lamaran Aftab yang telah dia tunda selama satu bulan lamanya.

Cinta bisa ditumbuhkan setelahnya. Yang terpenting adalah niat awal dari sebuah pernikahan. Fatia hanya tinggal meluruskan niatnya, bahwa menerima Aftab adalah untuk mengharapkan ridhoNya dan menyempurnakan separoh agamanya.

"Kita tinggal atau gimana Fatia?" tanya Puspa masih dengan hati-hati.

"Kalian tunggu sampai Mas Aftab sampai ya. Terserah nanti dia inginnya seperti apa. Namun kalau aku sebaiknya kalian tetap ada di sini." jawab Fatia.

Dua puluh menit kemudian Aftab berjalan menuju meja ketiga gadis yang kini sedang asyik mengerjakan sesuatu. Fatia dan kedua sahabatnya memilih untuk menyelesaikan tugas mereka dari kampus. Sementara mereka sedang asyik sehingga tidak memperhatikan kalau orang yang mereka tunggu telah duduk diantara ketiganya.

"Product Life cycle memiliki lima tahapan siklus bukan?" tanya Puspa.

"Iya, makanya dalam prosesnya ada yang namanya kejenuhan produk baik itu karena faktor internal ataupun faktor eksternal." Jawab Fatia.

Jawaban Fatia memang belum lengkap sehingga membuat kedua sahabatnya menunggu kelanjutan namun sayang Fatia masih berfokus pada laptop yang ada di hadapannya.

"Kejenuhan eksternal itu karena adanya kebosanan dari konsumen atas produk yang diluncurkan ke pasar, mungkin karena produknya itu-itu saja. Sedangkan kejenuhan internal disebabkan oleh pegawai dari perusahaan yang meluncurkan produk tersebut tidak memiliki kemampuan atau kemauan untuk berinovasi atas produk yang telah mature di pasar. Jika keduanya saling terhubung maka kita hanya tinggal menunggu waktu untuk produk itu mati."

Jawaban panjang dari orang yang memang sangat berkompeten untuk menjawabnya karena mata kuliah mikro ekonomi yang dia pegang untuk transfer ilmu kepada seluruh mahasiswa membuat ketiga gadis itu seketika memalingkan muka kepada Aftab.

"Eh Bapak, maaf Pak kami tidak tahu kalau Bapak sudah sampai." Kata Widya yang langsung memberikan kode kepada Fatia untuk segera menyelesaikan semuanya.

Fatia segera meminta izin kepada kedua sahabatnya untuk berbicara dengan Aftab sebentar. Pembicaraan yang akan menjadi jalan untuk Fatia bisa merangkai seluruh masa depannya bersama Aftab.

"Maaf kalau aku lama menghubungi Mas Aftab untuk membicarakan ini. Bukan untuk menjadikan alasan tapi memang tugas di kampus dan juga pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Selain itu memang baru hari ini aku mantap untuk menyampaikannya kepada Mas Aftab tentang keputusan apa yang nanti akan aku ambil." Ucap Fatia untuk mengawali perbincangan mereka. Sementara Widya dan Puspa masih menyelesaikan tugas mereka di meja yang berbeda dengan Fatia dan Aftab berbicara.

"Iya, aku sanggup nunggu sampai kapanpun kok. Jadi bagaimana? Mau langsung atau kita makan dulu?" tanya Aftab dengan suara khasnya.

"Mas Aftab belum makan?"

"Sebenarnya sudah, tapi kalau kamu belum makan aku siap menemani." Jawab Aftab dengan senyum manisnya. Manis bahkan sangat manis, tapi sayangnya hati Fatia belum bergetar seperti saat Fatia melihat senyum Hafizh untuknya.

"Aku juga sudah makan Mas, jadi langsung saja ya?"

"Jadi bagaimana? Aku tidak bisa menjanjikan apapun, apakah nanti ke depan hidup kita akan mudah atau tidak, mewah atau tidak. Tapi satu hal yang bisa aku janjikan kepadamu sekarang bahwa aku hanya memiliki kesetiaan dan berusaha untuk menjadi suami terbaik untukmu selamanya." Kata Aftab kepada Fatia.

Ucapan Aftab memang semuanya adalah kebenaran, kemewahan bagi setiap orang selalu berbeda takarannya. Karena Aftab menawarkan sebuah komitmen bukan hanya soal sebuah euforia yang mungkin akan cepat menghilang jika telah habis masanya.

"Fatia, bersediakah kamu menerima pinanganku? Menjadi istri sekaligus ibu untuk anak-anakku kelak." Kata Aftab sempurna bersama senyum yang selalu mengembang di bibirnya.

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Fatia namun tangan kanan Fatia mengeluarkan kotak biru yang pernah diberikan Aftab kepadanya sebulan yang lalu. Memberikan kembali kotak biru itu kepada Aftab memang tujuan Fatia. Mengetahui semua itu terlihat jelas raut muka Aftab yang sedari tadi sumringah lengkap dengan senyuman yang menggambarkan isi hatinya mendadak berubah memerah dan muram seolah mendung hitam yang menggelantung di langit.

"Maaf Mas Aftab, aku___" Fatia seolah menggantung kalimatnya saat Aftab menimbang kotak biru yang kini ada di tangannya. Dan mata Aftab membulat saat tidak sengaja melihat kotak biru itu terbuka karena jari tangan Aftab memainkannya.

"Fatia, kamu?" entah bagaimana muka Aftab kembali bersinar dan rekah senyumnya kembali hadir saat Fatia menunjukkan jari tangan kirinya yang sudah tersemat cincin pemberian Aftab dengan senyum yang mengembang di bibir Fatia. Anggukan kepalanya cukup menjelaskan apa jawaban Fatia atas pinangan Aftab.

"Alhamdulillah, Syukraan katsiran ya. Aku nggak tahu lagi harus ngomong apa, rasanya bahagia banget hari ini." Kata Aftab yang masih memegang ring box kosong.

Seketika Widya dan Puspa berhambur ke meja mereka untuk memberikan ucapan selamat kepada Fatia dan juga kepada dosennya. Berempat akhirnya kini memilih untuk menyatukan meja.

"Padahal, masih 'femesan' kita berdua ya Pus, tapi sold outnya duluan Fatia." Kekeh Widya langsung medapat cubitan dari Fatia yang duduk tepat di sampingnya.

"Kita emang bersahabat dan setingkat. Tapi soal senioritas tetap Fatia yang jadi juaranya meski kita tahu bahwa diantara kita ya Fatia juga yang paling polos." Puspa menimpali ucapan Widya yang langsung mendapat pelototan dari Fatia. Aftab hanya tersenyum mendengar ketiga mahasiswanya saling bercanda untuk menunjukkan keakraban mereka.

"Iya-iya, aku emang yang paling tua diantara kita. Awas ya kalian kalau sampe sekampus heboh karena aku nerima lamaran Mas Aftab." Ancam Fatia.

"Wah kalau itu sih kita nggak janji, live aja yuk Pus." Tiba-tiba Widya mengeluarkan gawainya dan berniat menggoda Fatia untuk melakukan live di instagramnya. Fatia langsung cemberut namun lainnya justru tertawa bersama.

Semakin cemberut Fatia karena Aftab juga berada di kubu kedua sahabatnya untuk bersama sama mengerjainya.

Siang itu memang hanya makan siang biasa tapi bagi Aftab makan siang hari ini lebih dari apapun di dunia karena sebentar lagi ada wanita yang dia impikan selama ini akan selalu berada di sampingnya. Mendampingi dan selalu memberikan dukungan kepadanya.

"Kamu kapan bisa bertemu dengan Pipi dan Mimiku? Sekaligus aku bilang kepada mereka supaya bersedia meminangkanmu kepada walimu."

Tidak berlebihan namun Fatia langsung terdiam saat Aftab mengatakan itu. Siapa wali yang akan ditunjuk oleh Fatia. Selama ini dia hanya tinggal di panti asuhan. Orang yang selama ini dianggap sebagai orang tua hanyalah keluarga Oma Fatimah dan juga Bunda Qiyyanya.

Dunia mungkin menertawakannya hari ini namun Fatia berusaha untuk tetap realistis. Hanya menjalani dan menetapi semua qodar yang diberikan Allah kepadanya dengan khusnudzon billah bahwa keluarga Aftab akan menerima keadaannya karena sedari awal Fatia memang tidak pernah menutupi siapa dirinya yang sesungguhnya.

🍄🍄

-- to be continued --

🍃 ___🍃

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

🍃 ___ 🍃

sorry for typo

Surabaya, 29 September 2019

revisi dan republish 23 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top