📒 11 ✏️ Romantisme Senja ✏️
Jadi, keputusanku untuk mencintaimu adalah karena seluruh alam semesta berkonspirasi, membuatku terjatuh dalam muara hati yang enggan untuk menepi kala bersamamu______________
🍄🍄
TIDAK ada yang tidak tertawa. Semua bahagia dengan cara yang sama. Menikmati acara akhir tahun yang seharusnya memang dilaksanakan bulan Desember namun ternyata dibuat maju mengingat bulan Desember akan banyak pekerjaan yang menanti untuk segera diselesaikan.
Akhir Oktober menjadi pilihan. Panitia yang telah dibentuk oleh Widi akhirnya membuat sebuah acara. Tidak kalah dengan lomba untuk memeriahkan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Minggu pagi ini seluruh karyawan Hafizh mengenakan polo shirt dan juga celana jeans.
Widi dan panitia yang lain telah menyiapkan berbagai lomba. Mulai dari balap karung pinguin, balap bangku, gencet balon, dan masih ada beberapa lomba yang lainnya.
Udara yang tidak terlalu panas membuat suasana perlombaan begitu kondusif.
Tentu saja, sebelum mengawali Qiyyara tampil terlebih dulu untuk membuka acara di sambung dengan sambutan singkat oleh Hafizh. Mengemukakan tujuan diadakannya acara tersebut.
"Menjaga kekompakan teamwork kita, solidaritas dan tentunya rasa kekeluargaan yang telah tercipta diantara kita semua. Mulat sariro hangrosowani, rumongso handarbeni, lan melu angrungkebi. Berani mawas diri atau berani melihat diri sendiri adalah wujud instropeksi sebelum melangkah lebih jauh. Merasa ikut memiliki adalah hal pokok, dan pepatah terakhir yang saya sebutkan tadi ibarat roda gigi gerakan karyawan. Seperti yang kita ketahui bahwasanya sebuah organisasi hanyalah sebuah kendaraan dalam mewujudkan cita-cita perjuangan kesejahteraan. Perjuangan ini tak akan pernah sampai bila mana tidak adanya komitmen dan konsistensi dalam menjaga perjalanan gerakan menuju pada sebuah tujuan. Maka, masing-masing anggota wajib ikut menjaga keberlangsungan gerak juang organisasi ini dengan cara membela di saat organisasi ini memanggil."
Hafizh mengemukakan pendapatnya tentang pentingnya sebuah karyawan dalam roda keberlangsungan usahanya. Melalui rangkaian kalimat panjang yang sudah mirip seperti paragraf untuk sebuah cerita, dia mencoba kembali mengobarkan semangat kerja pada seluruh karyawannya tentu saja semua perkataannnya itu pagi ini selalu di bumbui dengan tatapan hangat begitu juga dengan senyum termanis yang dia miliki.
Pagi ini memang Hafizh sedikit berbeda. Aura ketegasan yang selalu dia tampilkan ketika bekerja hari ini berubah menjadi kehangatan seorang laki-laki dewasa yang yah, tentu saja membuat mata setiap jomlo tidak berhenti untuk sekedar mampir, mengagumi penampilan dan berminat untuk mendaratkan segera cinta mereka ke landasan pacu lelaki yang masih setia dengan kejombloannya itu.
"Fatia, bang Hafizh bikin melting pagi ini ya?" suara Widi menghapus lamunannya.
Dengan senyum tipisnya dia menjawab pertanyaan atau pernyataan Widi. Sungguh Fatia tidak ingin Widi mengetahui jika sesungguhnya sejak Fatia melihat Hafizh pagi ini seluruh pikirannya selalu tertuju kepada laki-laki yang telah membuat hatinya kebat-kebit itu.
"Diem aja sih, nggak suka ngelihat bang Hafizh seperti itu?" tanya Widi sekali lagi.
"Menurutmu? Sudah ayo kita selesaikan pekerjaan kita. Jadi setelah Bang Hafizh selesai sambutan, acara dimulai semua perlengkapan sudah siap di tempatnya masing-masing." Tentu saja Fatia mengalihkan pembicaraan mereka. Sejauh apapun hati Fatia menginginkan Hafizh biarlah cukup hatinya yang tahu.
Widi kembali pada pekerjaannya untuk menyiapkan peralatan lomba dan tempatnya dengan baik bersama Fatia dan tentunya panitia lomba yang lain.
"Jika ada yang berpendapat, kalian ini bangun pagi-pagi, berangkat kerja, pakai seragam bagus dan bersepatu, tapi pergi pagi pulang petang dengan penghasilan pas-pasan, kerja apa dikerjain? Jawabnya ya tetep kerja. Bagi saya sebuah perusahaan tanpa karyawan itu sama juga nol seperti layaknya sebuah cerita. Sebagus apapun sebuah novel yang ditulis oleh pengarangnya jika tanpa pembaca juga sama dengan bohong. Jadi, sekali lagi saya tekankan bahwa keberadaan karyawan itu sangatlah penting untuk keberlangsungan roda industri agar tetap berputar." kembali senyum Hafizh tidak pernah luntur dari sikapnya yang begitu hangat berinteraksi dengan karyawannya.
"Penghasilan pas-pasan atau berlebihan itu tergantung dari diri kita. Yang paling utama adalah bagaimana kita bisa selalu bersyukur atas apa yang telah Allah berikan, sedikit tapi barokah akan lebih manfaat daripada yang banyak namun tidak ada kebarokahan di dalamnya, tidak ada ketentraman membersamainya. Syukur-syukur bisa menghasilkan banyak yang barokah itu akan jauh lebih bermanfaat untuk orang lain dan juga lingkungan. Mengapa demikian? Zakat kita lancar, alhamdulillah. Infak, shodaqoh kita tidak berhalangan, alhamdulillah. Dan pagi ini, iya pagi ini sekaligus saya umumkan jika nantinya saya akan mengadakan semacam saringan atau sebuah tes yang hadiahnya cukup menyenangkan saya rasa. Sudah ada yang pernah ke luar negeri?" tanya Hafizh.
"Beluuuum." Dengan kompak semuanya menjawab.
"Rangking satu, siapa yang nanti menjadi juara di permainan yang akan saya buat ini hadiahnya bisa milih. Mau jalan-jalan keluar negeri lengkap dengan akomodasi dan juga uang saku atau melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Siap untuk bertanding hari ini?"
"Siaaaappp."
"Mensana in corpore sano. Dalam setiap tubuh yang sehat akan tercipta jiwa yang kuat. Selamat bertanding untuk hari ini, tetap semangat dan jaga sportivitas. Baik untuk perlombaan sendiri maupun perlombaan tim. Panitia silakan bersiap di tempat masing-masing. Acara hari ini wajib diikuti oleh seluruh karyawan termasuk owner. Paksa saya, Bunda, Daddy, Aunty, bahkan juga Uncle, jika kami tidak mau mengikuti. Setuju semuanya?"
"Setuju Bang Hafizh." Dan di sinilah kegaduhan mulai tercipta. Hafizh benar-benar menarik batas antara karyawan dan juga pemilik untuk bisa membaur bersama.
Kebersamaan dengan penuh tawa.
Setelah Hafizh benar-benar memotong tali balon bersama Qiyyara dan juga peluit panjang telah dibunyikan maka dengan segera semuanya membaur. Mulai dari permainan individu seperti balap karung pinguin, hingga permainan beregu.
Gegap gempita menyoraki Hafizh yang sedang melakukan lombapun begitu terasa.
Mungkin suatu hal yang langka. Si bos yang biasanya begitu tegas hari ini menjadi lebih banyak tersenyum.
"Aira, bang Hafizh tambah tam__" Icha sengaja meledek Aira yang sedari pagi tidak lepas pandangannya dari gerak lincah Hafizh.
"Ishhh, apaan sih. Jangan kenceng-kenceng ngomongnya malu." Jawab Aira sambil tersipu malu.
Sementara si kembar dengan lincah juga ikut bermain dengan karyawan-karyawati lainnya.
"Mba Ayya itu makan kerupuk ikutan yuk?" ajak Hawwaiz.
"Oke deh. Kaka Al sama Abang kan?"
"Au ah gelap," jawab Hafizh sekenanya.
Akhirnya tibalah saatnya lomba makan kerupuk. Sebenarnya bukan makan kerupuknya yang membuat antusias tetapi juga disamping makan kerupuk peserta harus bisa menghabiskan makanan dari suapan pasangannya.
Semua sudah mendapatkan pasangan. Tinggal Hafizh dan Fatia yang sepertinya belum mendapatkan pasangan.
"Wid, kamu sama aku aja deh." Pinta Fatia
"Loh aku sudah sama Mbak Indah loh. Sudah kamu cari saja pasti ada yang lain." Tolak Widi yang diiringi dua jari Indah yang membentuk huruf V.
Sementara Fatia sedang sibuk mencari pasangan. Hafizh juga lagi bertanya kepada si kembar.
"Kakak sama abang ya?"
"Yee, kakak mah sudah sama Elram. Abang lama sih tadi dicariin."
Hingga akhirnya Hafizh menyerah dan mengumumkan siapa yang belum memiliki pasangan melalui microphone. Karena dari absensi jumlahnya genap jadi tidak mungkin semua sudah mendapatkan pasangan.
Fatia dengan gaya lugu segera mengacungkan jarinya. Senyum Hafizh terlihat begitu natural. Pesannya diterima dengan begitu baik oleh Widi.
Buat apapun alasannya, supaya Fatia bisa menjadi partnernya. Hari ini Hafizh telah menyiapkan surprise untuk Fatia.
Entah surprise karena apa, yang jelas Widi hanya menuruti perintah bos yang sudah seperti kakak itu.
"Baiklah untuk semua peserta, lomba makan kerupuk ini dilakukan secara bergantian dengan pasangan. Instruksi bergantiannya akan ditandai dengan peluit." Kata Widi mengumumkan tata cara lomba.
Berbahagialah bagi mereka yang memilih pasangan yang sejajar tingginya. Sehingga tidak akan kesulitan untuk menggapai kerupuknya.
Setelah semuanya berlomba dengan begitu ramai dan juga gugur karena tidak tahan dengan makanan yang harus di makan, kini saatnya Hafizh-Fatia, Ibnu-Qiyyara, Ayya-Hawwaiz, Elram-Almira.
"Fatia go, Fatia go, Fatia go."
"Semangat Bunda."
Sorak-sorak semua meneriakan yang menjadi gacoan mereka. Tidak ada yang bertahan menghabiskan makanan karena memang pedasnya level 10. Bisa kena tebas Hafizh jika keesokan harinya mereka bolos kerja.
"Boo, kamu mau makan dulu atau disuapi dulu?" tanya Hafizh pada Fatia.
"Bukannya itu sama saja."
"Ih lihat makanannya pedes banget itu pasti. Kamu kan tahu aku nggak bisa pedes." Jawab Hafizh.
"Iya Bang, aku tahu. Tapi untuk tim kita, masa iya Abang mau ngalah sama Bunda, Elram dan Hawwaiz?" kata Fatia lagi.
"Menurutmu?"
"Ya udah kalau nggak mau buat tim kita, ya buat aku deh alasannya. Dan tentunya nanti hadiahnya buat aku ya? Nggak boleh minta Abang ishhhh."
Tatapan mata Hafizh menjadi semakin lembut. Hingga Fatia melumer tak berdaya. Namun ketika bibir Hafizh mengucapkan istighfar, Fatia segera memutus pandangan mereka.
"Iya deh, demi kamu. Apa sih yang enggak." Bisik Hafizh dekat di telinga Fatia. Kemudian segera Hafizh berteriak kepada sang Bunda yang sudah sedari tadi tersenyum penuh arti kepadanya. "Bunda, ngalah saja deh sama Daddy. Inshaallah Abang yang menang?"
"Ye si Abang, emang Abang kuat makan sambel segitu banyaknya? Nggak boleh minum loh, kalau Bunda dan Daddy kan bisa____ehhmm. Abang____?" ledek Qiyya benar-benar membuat otak Hafizh buntu seketika. Qiyya memang sengaja bicara sambil berteriak, sedangkan Ibnu senyum yang tidak bisa terlukiskan artinya sedari tadi. "__bertukar saliva," jawab Ibnu lirih tapi sontak membuat rona merah di pipi Qiyya. Tangan lembutnya langsung mencubit lengan Ibnu yang membuat bapak 5 anak itu meringis karena kesakitan.
Fatia hanya menunduk saat semua tertawa melihat anak dan Bunda yang berusaha saling menjatuhkan sebelum dimulainya lomba.
Aba-aba di mulai, Hafizh mulai menyuapkan makanan ke mulut Fatia. Kemudian dengan penuh semangat Fatia mengunyah kemudian meraih kerupuk yang telah digantung pada benang dengan bibirnya.
Cabe yang memang luar biasa pedas membuat bibir Fatia semakin merah. Dan jatuh pada titik yang sama mata Hafizh tidak lagi bisa terlepas dari bibir yang bergerak lincah di sana. Sayangnya label halal belum menjadi milik mereka.
Di menit ke 3 Almira sudah mengibarkan bendera putih, demikian juga dengan Hawwaiz. Kini tersisa duel maut antara Hafizh dan juga sang Bunda bersama pasangan mereka masing-masing.
Dengan bibir kepedasan dan mata yang sudah berair Hafizh masih juga bertahan. Tak lagi di pikirkannya apa yang akan terjadi setelah ini. Mungkin dia harus bolak balik ke toilet atau justru lebih daripada itu. Yang ada di benaknya adalah keinginannya untuk mempersembahkan sesuatu untuk Fatia.
Senyumannya, yah Hafizh ingin selalu melihat senyuman itu selalu ada di bibir gadis yang kini sedang menjajah hatinya.
Tiba-tiba Qiyya meminta Ibnu untuk menghentikan aksinya.
Melihat putranya yang begitu antusias mengikuti lomba meski mereka tahu bahwa Hafizh yang sebenarnya tidak akan pernah mau jika harus makan sepedas ini.
"Ada sebuah dorongan kuat mengapa anakmu melakukan itu. Otak bawah sadarnya meminta dia melakukan padahal setelah ini kita pasti akan tahu apa hasilnya." kata Ibnu setelah memperhatikan Hafizh dengan seksama.
"Mas Ibnu ingin tahu alasannya?"
"Iya? Apa itu? Hadiah? I don't think so." Tanya Ibnu yang dijawab kekehan panjang Qiyyara.
Tentu saja bukan karena hadiahnya. Qiyya semakin mengerti bahwa sesungguhnya hati Hafizh kini telah menjadi milik Fatia. Namun dia mencoba untuk mengingkari, memilih tidak segera menentukan target sasaran dengan tembakan yang jitu.
"Gadis di depannya itu cocok ya Mas untuk Abang?" tidak langsung menjawab tapi Qiyya memberika clue jawabannya kepada Ibnu.
"Fatia? Abang? Mereka___?"otak cemerlang Ibnu memang tidak perlu berpikir panjang lagi jika sudah menyangkut keluarganya.
"Bukan mereka, tetapi Abang."
"Salah ini sayang. Mas nggak setuju kalau mereka terlalu dekat tanpa adanya suatu ikatan." Kata Ibnu.
Belum sampai Qiyya menjawab, semua mata memang terarah pada Hafizh dan Fatia. Sorak dan teriakan memberikan semangat kepada keduanya. Tanpa mereka sadari bahwa sesungguhnya mereka sudah tidak memiliki lawan tanding.
"Ayo cepetan kunyahnya Bang__nanti keduluan Bunda." Fatia menyuapkan sekali lagi nasi dan juga sayuran blendi yang pedasnya cukup menggigit lidah.
"Pelan-pelan lah Boo, pedes ini. Mana nggak boleh minum."
"Kalau pelan pasti kita kalah."
Sekali lagi teriakan demi teriakan. Bahkan yel-yel yang dengan spontan menyebut nama keduanya begitu membahana.
"Beda ya memang kalau disuapi oleh orang yang tersayang." ledek Widi yang seketika membuat mata seseorang menjadi sembab.
Seringkali terlihat bersama namun baru kali ini terpampang jelas bagaimana cara Hafizh memperlakukan Fatia. Aira hanya bisa menahan sesak di dadanya. Seharusnya dia tidak harus memaksakan diri untuk masuk. Namun Hafizh memang terlalu sayang untuk dilewatkan.
"Abang nikmat ya, nggak kerasa kan pedesnya? Uh Fatia emang hebat. So sweet deh kalian." Indah yang akhirnya berbicara saat makanan di piring Fatia telah habis dan juga kerupuk yang tinggal sedikit di gantungannya.
"Cie...cie, romantis menjelang datangnya senja. Enak nggak Bang disuapi Kak Fatia?" siapa lagi kalau bukan mulut usil adik bungsu Hafizh.
"Cie...cie, saking semangatnya Bang Hafizh disuapi sama Fatia sampai nggak tahu kalau sudah tidak ada lawan tandingnya." Widi kembali bersuara yang membuat semuanya tertawa gerrrrr.
Keduanya menoleh kanan kiri, tidak lagi ada peserta memang. Ibnu dan Qiyya sudah bergeser dari tempatnya. Bagaimana bisa, mereka berdua kini sedang tersenyum dengan tatapan penuh arti. Hafizh tersipu tapi dia bahagia.
Namun kebahagian itu mungkin hanya sesaat karena setelahnya begitu dramatis.
Hafizh berlari meninggalkan tempat acara. Perutnya sudah bergolak, tidak tahan lagi harus menunggu lama. Toilet, dia membutuhkan toilet segera.
Fatia sudah merasa khawatir dan juga merasa bersalah. Mungkin karena permintaannya Hafizh yang memang tidak kuat dengan rasa pedas memaksakan diri untuk terus berjuang.
Ini sudah ketiga kalinya Hafizh berlari ke kamar mandi. Saat keluar Fatia langsung bicara padanya sebelum Ibnu dan Qiyya yang saat ini juga bersama mereka hendak menyampaikan sesuatu.
"Abang, aku antar ke rumah sakit saja ya? Nggak tega lihat Abang harus bolak-balik ke kamar mandi." kata Fatia dengan raut muka penuh kekhawatiran.
Ibnu langsung menarik bibirnya kemudian memandang penuh arti kepada Qiyya.
"Sudah nggak usah gitu mukanya Boo. I'm fine. Kamu lupa kalau Daddyku itu seorang dokter." kata Hafizh masih dengan tangan yang memegang perutnya.
"Fine bagaimana, ini sudah ketiga kalinya Bang. Aku malah ngeri kalau Abang berobat sama Om Ibnu."
"Lah mengapa?" tanya Hafizh heran.
"Om Ibnu kan dokter bedah. Masa cuma gegara sakit perut saja sampai di bedah nantinya." kata Fatia sambil bergidik ngeri. Ibnu dan Qiyya yang mendengar itu hanya terkekeh pelan. Gadis di depan mereka memang masih polos.
"Iya harus di bedah tapi bukan perutku melainkan di dada."
"Kok jadi dada? Yang sakit kan perutnya."
"Karena biar semua tahu kalau di sana ada namamu." Hafizh yang bicara dengan kalimat asalnya membuat bibir Qiyya dan Ibnu langsung bersuara secara kompak.
"Abaaang_____" menyadari dia telah melakukan satu kesalahan secepatnya Hafizh segera menghindar. Bukan untuk berpura-pura tapi memang dia merasakan lagi sesuatu di dalam perutnya yang harus di keluarkan.
Rasanya seperti roda yang berputar balik. Kala itu Fatia yang harus merasakan perutnya bergolak karena Hafizh dan saat ini Hafizh merasakan hal yang sama karena keinginan Fatia yang ingin memenangkan lomba.
Adakah jodoh itu semakin dekat?
🍄🍄
-- to be continued --
🍃 ___🍃
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
🍃 ___ 🍃
mohon untuk cek ketypoan, syukraan katsiraan telah menantikan cerita ini
Blitar, 24 Agustus 2019
revisi dan republish 13 April 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top