📒 02 ✏ Market (heart) Mapping ? ✏
Adakah yang lebih cepat dari kecepatan cahaya di dunia ini?, heart attack_________________________________
🍄🍄
Qiyya masih melemaskan kakinya di sofa. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya dia bisa menikmati perjalanan panjangnya mengelilingi benua Eropa bersama keluarganya. Meskipun tidak semuanya namun rasa syukur itu benar-benar selalu dia panjatkan kehadirat Illahi Rabbnya.
"Sayang, nggak ke butik?" tanya Ibnu saat dia telah bersiap menuju ke rumah sakit.
"Belum Mas, hari ini sepertinya mau ikutan Hafizh ngerjain proyeknya." Jawab Qiyya.
"Apa itu?" Ibnu hanya mengernyitkan dahinya. Proyek yang dimaksudkan Qiyya terdengar ambigu di telinganya.
"Market map, Dad. He wanna know, what's the markets need." Jawab Qiyya sambil mengulum senyum termanisnya.
"Jangan capek-capek. Jiwa muda Hafizh pasti lebih menggebu dibandingkan dengan kita apalagi dengan aplikasi ilmu yang dia peroleh tentu saja akan menantang semangat dan adrenalinnya sebagai young entrepreneur." Pesan Ibnu yang kemudian memberikan dasinya kepada Qiyya.
"Mas Ibnu, dari Hanif anak-anak sampai sekarang dia mau punya anak. Mas Ibnu itu ngiket dasi masa nggak bisa sih?" meski seolah merajuk Qiyya masih juga dengan setia menyimpulkan tali dasi di leher suaminya.
"Siapa yang bilang mas nggak bisa ngiket? Bisa, tapi nggak serapi iketan kamu. Gimana coba nanti kalau sampai kantor ada yang rapiin dasinya mas, emang kamu mau? Rela gitu? Ikhlas?" gurau Ibnu saat melihat bibir Qiyya yang sudah maju sekian senti. 'Cup', kecupan singkat saat bibir mereka berdua saling bertaut. "Kalau mau dicium bilang saja, aku akan menciummu semampu yang kamu mau, tidak perlu pura-pura merajuk nggak mau ngiketin dasiku." Tangan kanan Ibnu mengusap kepala Qiyya kemudian mencium keningnya perlahan.
"Mas Ibnu, ingat umur aduhhhhh, ini usia sudah kepala 5 loh." Kata Qiyya.
"Usia siapa itu kepala lima, tua sekali ya Rabb." Kata Ibnu tersenyum tipis ke arah Qiyya.
"Ya Rabb, my hubby's age, you think___?" Qiyya yang semakin gemas dengan suaminya. "Your hubby? It's mean me. Oh, come on. I don' t think so___I always feel that I just left graduated from senior high school." Kata Ibnu dan langsung mendapat pukulan manja dari Qiyya, siapa lagi.
"Daddy, Bunda. It's too early morning to show your romantic scene of your life here." Kata Hafizh yang tiba-tiba ada diantara mereka.
"Bund, ada jomlo ngiri nih. Yaudah daripada si jomlo esmosi daddy berangkat dulu." Qiyya mencubit lengan Ibnu kemudian mencium tangan kanannya. Sedangkan Ibnu yang memang dengan sengaja mengolok Hafizh langsung keluar rumah dan segera menunaikan tugasnya.
Sementara Qiyya kembali ke dalam rumah dan mendapati Hafizh yang tengah senewen gara-gara ucapan daddynya.
"Daddy kenapa sih Bun, kok lebaynya sekarang nggak ketulungan. Emang selama Bang Hafizh di luar negeri tingkahnya seperti itu?" protes Hafizh kepada Qiyya.
"Kamu seperti belum mengenal daddymu saja. Dari Bunda kenal daddy ya seperti itu." Jawab Qiyya.
"Tapi nggak usah ngecengin bang Hafizh jomlo dong Bun." Hafizh masih juga protes dengan sikap Ibnu.
"Lah kamunya jomlo atau enggak loh?" kini ganti Qiyya yang bertanya kepada Hafizh dan membuatnya semakin gemas. Bundanya ini memang 11 12 dengan daddynya, itu sebabnya Allah menyatukan mereka.
"Bunda kenapa tanya begituan. Ketularan daddy ini, mana mungkin bang Hafizh pacaran Bun. Haram." Jawab Hafizh sekenanya.
"Lah kalau jomlo ya jangan sewot. Memangnya cuma pacaran yang dibilang nggak jomlo? Bunda sama daddy nggak jomlo loh. Mas Hanif dan kak Azza juga nggak jomlo. Aduh, kita-kita mah pasangan yang bahagia selalu." Ucap Qiyya yang semakin membuat hati Hafizh panas. Butuh kipas Bang?
Mendengar celoteh Qiyya memang tidak akan ada habisnya. Membalasnya justru akan membuat hati Hafizh semakin menciut dengan gurauan Bundanya yang begitu menohok hatinya. Sepertinya setahun kemarin Hafizh yang mengolok masnya kini olokan itu terarah kepadanya.
Bukan karena Hafizh menghindar, namun dia masih ingin fokus untuk membangun dinasti pekerjaannya. Seperti pagi ini, harusnya Hafizh melakukan mapping pasar untuk barang jualan mereka. Mengenai pakaian siapa lagi yang bisa diandalkan kalau bukan ibu-ibu dan remaja putri.
Karena di butik Bundanya tersedia dari berbagai jenis pakaian mulai dari kalangan bawah menengah dan kalangan atas itu sebabnya Hafizh ingin mengadakan survei. Sejumlah riset di berbagai titik yang memang harus dia segerakan supaya mini projectnya dalam waktu dekat bisa segera goal.
Hafizh memang sudah beberapa hari terakhir ini membuat project untuk bisa export bahan baku, bahan setengah jadi dan juga barang jadinya. Tujuannya rata-rata memang ke negara tetangga yang sementara tergabung dalam kelompok APEC. Karena perjanjian dari APEC itu yang sedikit memberikan celah serta kemudahan untuk saling menguatkan perekonomian.
"Kamu jadi nggak nih surveynya? Kalau nggak jadi bunda ke butik loh, harus meriksa kas dan laporan yang dibuat Fatia kemarin." Kata Qiyya kepada putranya.
Hafizh yang semula sewot melihat bundanya telah bersiap tentu sangat senang sekali. Jalan berdua dengan sang bunda itu seperti jalan dengan pacar. Bisa bergandengan, mesra dan satu hal lagi yang paling penting Hafizh nggak perlu ngeluarin uang buat bayar kalau mereka makan bersama. Ah, laki-laki macam apa itu Hafizh_Hafizh.
"Jadi dong Bun, tunggu sebentar bang Hafizh ambil kemeja dulu." Kata Hafizh seraya meninggalkan bundanya.
Marah dengan olokan bunda Qiyya, tentu saja tidak. Bunda mengolok seperti itu ya sama seperti daddynya. Maksudnya untuk selalu mengingatkan putra-putri mereka supaya tidak pacaran sebelum menikah.
"Kita memangnya mau jalan kemana Bang? Kok sampai kamu ngajakin Bunda?" tanya Qiyya saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Ke sekolah TK sama SD Bun."
"Lah kok ke sekolah?"
"Mahmud itu banyak yang nungguin anaknya sekolah di TK Bunda dan quisioner yang sudah Hafizh buat memang untuk diisi mereka. Jika kita melihat sekolahnya dengan biaya yang tidak sedikit itu artinya golongan mereka menengah keatas. Jadi masuk kan di butik Bunda." Kata Hafizh yang sudah mengemudikan mobilnya menuju ke sebuah sekolah TK yang paling favorit dijadikan tempat ngumpul ibu-ibu sosialita.
"Mereka sosialita, nggak mungkin tiap hari pake baju itu-itu saja. Pasti seenggaknya butuh minimal 10 pieces. Selain pakaian mereka butuh sepatu, tas, perhiasan untuk menunjang penampilannya. Apa lagi yang itu, harus kita bidik. Bagaimana kita bisa melebarkan sayap untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka dengan menawarkan program kepada mereka seperti arisan tas branded, arisan sepatu branded. Hafizh pikir itu lebih masuk daripada kita menawarkan barang dengan metode lama. Kita tinggal bikin group dengan mereka, mereka bisa sebagai reseller, dropshipper atau apalah itu namanya. Jadi intinya, bukan hanya kita yang bersentuhan dengan pembeli langsung tetapi juga kita bisa membuat sistem keagenan kepada mereka." Panjang lebar Hafizh menjelaskan kepada Qiyya.
Sesuai dengan rencana awal karena memang Hafizh belajar di bidang keuangan dan juga tentang pemasaran jadi dia begitu lihai membuat ibu-ibu muda itu dengan ikhlas dan sukarela membantunya mengisi quisioner yang telah dia buat.
"Mas buat apa sih ini?" tanya salah satu ibu muda itu kepada Hafizh. Melihat penampilan Hafizh memang tidak ada tampang seorang sales. Dia mengenakan celana jeans, kaos dengan kemeja lengan panjang yang digulung sesiku dan dikenakan tanpa dikancingkan.
"Rencana mau ngembangin butik, Bu. Nanti belanja di butik saya ya jangan lupa." Pesan yang selalu Hafizh komplitkan dalam menawarkan sesuatu.
"Lho memang mau buka dimana Mas butiknya apa saja yang akan dijual di sana?" tanya ibu-ibu yang lain.
"Jadi begini ibu-ibu semuanya, bunda kebetulan sudah memiliki butik pakaian, tapi saya ingin mengembangkan bukan hanya seputaran tentang pakaian. Mungkin bisa tas, sepatu atau pernak-pernik yang lain guna menunjang penampilan wanita seperti ibu-ibu di sini semuanya. Untuk itu dengan segala hormat saya mohon berkenan mengisi data quisioner yang sudah saya sediakan. Supaya saya tidak salah untuk menawarkan barang-barang itu kepada ibu-ibu semuanya." Kata Hafizh dengan sangat manisnya. Qiyya hanya memperhatikan polah tingkah putranya.
Hafizh memang cukup canggih dalam merayu ibu-ibu supaya mau mengisi quisionernya.
"Bonusnya apa ini mas Hafizh?"
"Apa ya?" Hafizh mencoba untuk berpikir, mengapa dia lupa untuk membawakan makanan untuk dibagikan kepada mereka.
Saat Hafizh terdiam kemudian salah seorang ibu muda segera berteriak dengan lantangnya. "Foto bersama boleh ya? Kapan lagi bisa berfoto dengan Zayn Malik 'Ka We'."
Semua mahmud yang berada di area itu langsung tersenyum mengiyakan ide konyol dari salah satu temannya. Tapi akhirnya Hafizh mengiyakan dengan syarat fotonya tidak hanya berdua dengan Hafizh saja serta tidak saling memegang.
Deal
Tidak butuh waktu lama untuk mengisinya. Sebanyak 15 pertanyaan itu berhasil diselesaikan dalam waktu kurang dari 20 menit. Yang membuat lama itu adalah sesi foto fotonya. Beberapa kali mereka ribut berebut dan Hafizh hanya tersenyum menanggapi semuanya.
"Sudah semua ya ibu-ibu, terima kasih atas waktunya. Jangan lupa untuk belanja di butik kami, AdzQibnu Bouique di jalan Cemara." Hafizh segera berlalu setelahnya.
Hari ini dia hanya bisa mendatangi tiga sekolah karena Qiyya harus kembali ke butiknya.
"Kerja Fatia seperti apa Bun?" tanya Hafizh saat mereka sedang menuju ke butik Bundanya.
"Bagus. Rapi dan sangat teliti. Bunda puas sekali dengan pekerjaan dia." Jawab Qiyya dengan pasti.
Hafizh masih mengingat bagaimana perkenalan mereka dulu. Dari awal memang Fatia sangat dekat dengan Qiyya itu yang kadang membuat Hafizh tidak menyukainya. Kesannya seolah Fatia itu akan merebut Qiyya darinya. Bahkan sampai sekarang Hafizh tidak pernah akrab dengan perempuan yang tinggal di panti asuhan kelolaan Oma Fatimah.
Semenjak Hafizh kuliah memang Fatia bekerja bersama bundanya. Jalur pendidikan SMK jurusan administrasi dan perkantoran rasanya memang sangat cocok dengan pekerjaannya sekarang. Namun sekali lagi, Hafizh kurang begitu suka dengan wanita yang seringkali mendapat pujian dari sang Bunda.
Kesan pertama bertemu Fatia yang mungkin membuat Hafizh memilih untuk menghindarinya.
"Mukamu kenapa Bang?" tanya Qiyya setelah mereka sampai namun Hafizh masih enggan untuk turun dari belakang kemudi.
"Nggak papa Bun, Bunda duluan saja nanti Hafizh nyusul." Kata Hafizh yang masih memainkan gawainya. Entah dia sedang mencari apa di dalamnya.
Qiyya mengernyitkan dahi berpikir sebentar kemudian memutuskan untuk turun namun sebelumnya dia menyelipkan pesan kepada Hafizh.
"Nggak baik berburuk sangka kepada orang. Belum tentu yang kita tuduh itu melakukan seperti itu." Kemudian Qiyya benar benar meninggalkan Hafizh sendirian di dalam mobil.
Sudah berapa lama ya Hafizh tidak bertemu dengan Fatia. Mungkin wajahnya Fatia juga telah dilupakan olehnya. Dulu sekali pada waktu dia masih SMP pernah sekali bertemu di rumah omanya saat Fatia membantu membersihkan halaman depan rumah omanya. Setelah itu rasanya Hafizh memang tidak pernah bertemu.
Jika bukan karena bundanya sebenarnya Hafizh juga enggan bertemu dengan Fatia lagi. Gadis kuning langsat dengan rambut yang suka dikuncir ekor kuda di belakang, pipi gembil seperti miliknya. Tapi sayang hanya karena awalnya Fatia memanggil Qiyya dengan panggilan Bunda dan langsung meminta untuk dipeluk oleh Bundanya, Hafizh memang sudah menaruh rasa tidak sukanya.
Kakinya kini melangkah keluar dari mobil. Menuju pintu masuk butik milik bundanya. Hafizh memang sudah beberapa kali datang kemari semenjak kedatangannya dari Oxford namun belum sekalipun dia bertemu dengan Fatia.
Hari ini, sepertinya memang nasib baik sedang tidak berpihak kepadanya. Saat dia ingin menghindari Fatia justru bundanya mengajaknya serta ke butik dan Hafizh tidak bisa menolaknya.
"Assalamu'alaikum." Sapa Hafizh saat membuka pintu.
"Waalaikumsalam." Jawab seorang wanita berjilbab lebar dengan senyum ramah dan penuh hormat bersama dengan semua pengunjung yang berada di dalam butik Bundanya. Saat mata Hafizh mulai berkeliling mencari sosok sang Bunda tiba tiba terdengar suara merdu menyapanya. "Bunda ada di atas, Bang Hafizh. Silakan kalau mau naik." Hafizh mencoba untuk mempertajam telinganya, suaranya begitu menentramkan hatinya. Lembut dan penuh kesopanan. Matanya kembali memandang sosok wanita berjilbab lebar itu dengan seksama. Sepertinya memang dia mengenali senyum itu tapi dimana?
Seperti busur panah yang melesatkan anaknya melalui tangan sang Amour. Tiba-tiba tubuh Hafizh bergetar maha dahsyat. Tidakkah sesuatu berpihak kepadanya saat manik matanya menatap senyum manis yang akhirnya justru membawanya terbang ke atas awan.
"Astaghfirullah." Lirih suara Hafizh segera melerai segala gemuruh yang tercipta di dalam hatinya.
"Syukraan." Kemudian Hafizh berlalu dari hadapan wanita yang berada di kasir. Senyumnya masih menari dalam ingatannya. Lesung pipitnya.
Janganlah terlalu cepat untuk memutuskan apakah Amour dan Cupid berpihak kepadanya saat ini. Tapi sungguh gejolak mudanya kembali bersuara, seperti inikah rasanya jatuh yang tidak berdarah? Seperti inikah rasanya mengagumi tanpa suara? Bukan, ini bukan kagum apalagi cinta. Di dalam kamus Hafizh semua itu akan tumbuh setelah dia menikah. Bukan untuk saat ini.
"Bun___"
"Bang___"
Qiyya dan Hafizh saling memanggil secara bersamaan yang akhirnya membuat mereka berdua tertawa bersama. "Bunda mau bilang apa tadi?" tanya Hafizh kemudian.
"Tolong panggilkan Fatia di bawah, ada sesuatu yang ingin bunda sampaikan kepada kalian berdua sekarang."
"Sekarang Bunda?" Hafizh baru saja merapikan degub jantungnya dan dia harus ke bawah bertemu dengan wanita tadi (lagi?).
"Bukan!! Besok, ya iyalah sekarang Bang Hafizh sayang. Kamu kenapa? Nggak mau atau karena nggak tahu yang mana yang namanya Fatia?" tanya Qiyya dengan memicingkan sebelah matanya.
"Bukan begitu Bun, tapi___" jawab Hafizh yang langsung terpotong oleh suara bundanya. "Sudah, kamu tanya yang namanya Fatia dipanggil bunda. Nanti pasti dia segera ke sini."
Hafizh kemudian benar-benar menjalankan perintah bundanya dengan turun kembali dan memanggil Fatia.
"Maaf, Fatia dipanggil bunda ke atas." Ucap Hafizh di tangga terakhir dengan suara lantang. Kemudian wanita dengan senyum manis yang menyapa Hafizh datang menghampirinya kemudian berpesan kepada salah seorang temannya untuk menggantikannya di kasir.
Untunglah Hafizh sangat bisa menata hatinya. Ingatannya akan Fatia di masa lampau telah menutup sedikit buncah di hatinya. Meskipun sebenarnya sedari awal Fatia tidak pernah membalas permusuhannya tapi Hafizh memang benar-benar enggan untuk berdekatan dengan wanita yang dulu begitu menarik perhatian bundanya.
"Kamu Fatia?" tanya Hafizh saat Fatia sudah dekat dengannya.
"Iya, kamu Hafizh kan? Putra kedua bunda Qiyya dan pak dokter Ibnu? Bukankah kita sudah pernah bertemu sebelumnya?" Fatia yang memang sangat ramah berusaha untuk tetap santun dengan putra dari bosnya.
Tidak ada yang pernah tahu bukan? Lakukanlah sesuatu itu sebagaimana wajarnya saja, ada kalanya sesuatu yang kita benci akan menjadi yang terdekat bahkan bisa sampai menjadi sesuatu yang amat kita cinta. Begitupun sebaliknya, sesuatu yang kita cinta bisa jadi sesuatu yang paling kita benci. Cukupkanlah sesuatu itu pada takarannya.
🍄🍄
-- to be continued --
🍃 ___🍃
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
🍃 ___ 🍃
mohon untuk cek ketypoan, syukraan katsiraan telah menantikan cerita ini
Blitar, 05 Juli 2019
Revisi dan republish 12 Maret 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top