Bab 6: Malam Penuh Keindahan

Malam hari telah tiba, suasana yang tadinya ramai menjadi sepi. Semua orang sudah berada di rumah mereka masing-masing, entah melakukan apa.

Abi kini sedang membaca buku yang berada di genggamannya, sedangkan Golddy sedang tiduran di dekat kakinya yang sedang di luruskan. Punggung Abi tersender ke kasur yang sudah ia tata dengan empuk.

"Seandainya kisah cinta di buku ini terjadi padaku di kehidupan nyata," harap Abi yang disambut oleh tatapan Golddy. "Tapi sayang, ini hanya di buku saja. Para penulis yang menentukan nasib para pembaca, sedangkan nasib kita ditentukan oleh yang di atas."

Abi kemudian menutup bukunya dan mendekati Golddy yang masih tiduran di tempatnya. Abi mengelus-elus kepala Golddy dan tubuhnya, "Kau lelah, Girl?" tanya Abi. "Kau lelah?"

Golddy kemudian menjilati tangan Abi dan naik ke pangkuannya seraya ingin di elus-elus lagi. Abi yang seraya tahu akan maksud Golddy pun memberikannya.

Abi juga masih bertanya-tanya pada dirinya hingga saat ini. Mengapa kata-kata Ricko sebelum pelajaran di mulai itu membuat jantungnya berdetak dengan kencang? Efek apa yang Ricko berikan kepada Abi sehingga jantung Abi menjadi seperti ini?

"Abi, Ricko mencarimu!" pekik Elizabeth dari luar kamarnya.

Mendengar nama Ricko pun juga membuat dirinya.. berbunga-bunga? Aduh.., seandainya Ricko berada di sini. Tunggu, mengapa Abi mengharapkan itu? Mereka hanya sebatas sahabat. SAHABAT! Dan peraturan sahabat pertama adalah sahabat dilarang jatuh cinta!

"Abi, Ricko mencarimu, Nak. Kau mengapa diam saja?" tanya Elizabeth yang sudah memasuki kamarnya.

"Ricko? Di sini? Apakah Ibu yakin?" tanya Abi memastikan.

"Tentu saja Ibu yakin, mata Ibu masih berfungsi, Abi," ujar Elizabeth.

"Suruh dia masuk ke kamar saja, Ibu. Golddy sedang ingin dimanja-manja," balas Abi.

"Baiklah, pastikan kamarmu aman," jawab Elizabeth sebelum menutup pintu kamar Abi dan turun ke bawah.

Tak lama setelah Elizabeth menghilang dari ambang pintu, pintu kamar Abi pun terbuka dan menampakkan Ricko yang berpakaian kuning muncul dari ambang pintu putih kamar Abi.

"Hei, Rick ada apa?" tanya Abi.

Golddy yang melihat Ricko pun langsung menghampirinya dan melompat pinta di elus.

"Hai Golddy," sapa Ricko sambil menggendong Golddy. Ricko kemudian beralih menatap Abi. "Aku perlu bantuanmu."

"Apa itu?"

"Jadi istriku," jahil Ricko.

"Ricko, aku serius. Kamu perlu bantuan apa?" tanya Abi.

Ricko kemudian mendekati Abi dan berlutut di depannya setelah menaruh Golddy di tempat tidur.

"Aku berbohong, aku hanya ingin bertemu denganmu saja," ungkap Ricko yang membuat Abi tersenyum penuh kemenangan.

"Ricko, kau tidak lupa tentang persepakatan kita kan saat kita masih kecil?"

Ricko menyerit bingung, "Persepakatan yang mana? Kita membuat banyak persepakatan, Abi."

"Persepakatan kita tentang berbohong."

Mendengar jawaban Abi membuat wajah Ricko yang tadinya tersenyum menggoda menjadi pucat pasi. Ricko seketika mengingat persepakatan mereka yang mereka buat ketika mereka duduk di kelas dua sekolah dasar; setiap kali seorang dari mereka yang berbohong, maka orang itu harus menjadi babu orang yang dibohongi.

Ricko menjauhkan dirinya dari Abi beberapa langkah, posisinya sekarang dalam posisi duduk, jadi Ricko menyeret bokongnya saat ia menjauh.

"Kau tahu penaltinya, Ricko. Kau harus menjadi babu-ku selama..."

"Seharian," potong Ricko.

Abi tersenyum miring, ia merasa paling berkuasa sekarang. Abi menatap Ricko dengan bangga seraya menunggu Ricko mengucapkan kata-kata awal saat hendak menjadi babu. Ricko yang mengerti akan tatap Abi pun mengucapkannya.

"Aku Jericko Fransiskus Sanjaya, bersedia menjadi babu Abigail Clarisa Winata selama dua puluh empat jam, mulai dari sekarang."

"Yay! Aku punya babu!" pekik Abi. "Aku justru tidak pernah menyangka diriku memiliki seorang babu. Tapi, aku lebih tidak pernah menyangka bahwa dirimu lah yang menjadi babu-ku! Aku sangat bahagia!"

Ricko memutar bola matanya jengah, "Apa yang harus aku lakukan pertama kali, Nona Winata?" tanya Ricko.

"Aku ingin tes manis dengan takaran yang pas satu!"

"Teh manis? Aku tidak tahu caranya membuat tes manis!" protes Ricko.

"Memang selama ini siapa yang membuatkanmu teh manis?"

"Mama Tessalah," jawab Ricko.

"Kalau begitu, mulai dari sekarang kau harus belajar caranya membuat teh manis sendiri. Golddy, awasi Ricko," ujar Abi.

Golddy yang seraya mengerti apa yang dimaksudkan Abi langsung bangkit dari tempatnya dan mengikuti Ricko ke dapur.

"I knew I could count on you, Golddy," ucap Abi.

Sesampainya Golddy dan Ricko di dapur, Ricko langsung memulai prosesnya. Golddy yang disuruh Abi untuk mengawasi Ricko pun duduk dengan jarak tiga langkah dari Ricko.

"Baiklah, pertama gelas, kedua sendok kan?" bingung Ricko sambil mengambil peratalannya. "Teh-nya dimana ya?" Ricko menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari dimana letak kantong teh itu.

"Ugh! Dimana kantong teh sialan itu?!" geram Ricko.

Ricko kemudian membuka-buka lemari yang berada di sana, mencari di setiap rak-rak, hingga kulkas, microwave, dan rice cooker. Hasilnya nihil.

Ricko yang sudah putus asa kini menatap Golddy yang masih diam di tempatnya saja, "Golddy, apakah kau tahu dimana letak kantong teh?" tanya Ricko sambil berjongkok di depannya.

Golddy yang seakan mengerti apa yang dikatakan Ricko, langsung lay down seraya memberitahu Ricko jika ia tidak akan membantunya.

"Terserah! Aku bisa melakukannya sendiri." Ricko lalu bangkit dari jongkoknya.

1 jam kemudian..

Guk!

Guk!

Suara gonggongan Golddy kini sudah membuat suasana sepi di kamar Abi menjadi bersuara. "Hai, Golddy. Apakah Ricko berhasil?" tanya Abi sambil menghadapkan wajah Golddy kepadanya dengan gemas.

"Berhasil lah," jawab Ricko sambil membawa teh yang Abi tunggu-tunggu.

"Mengapa kau lama sekali?"

"Ini teh pertamaku, mohon bersabar," ujar Ricko sembari memberikan Abi gelas itu.

Mengingat ini adalah teh pertama buatan Abi, Abi secara perlahan-lahan mencobai tehnya. Saat benda cair sudah masuk ke dalam indra perasanya, entah mengapa teh ini merasa... asin?

"Bagaimana?" tanya Ricko.

"Kenapa tehnya asin?" tanya Abi.

"Apa?"

Ricko yang terkejut langsung mengambil gelas itu dan meminumnya. Ternyata benar, asin. Menyadari itu langsung membuat Ricko menghemburkan minumannya ke arah lain.

"Apakah kau menggunakan gula atau garam?" tanya Abi.

"Aku menggunakan bubuk putih seperti salju agar kau selalu cantik," jelas Ricko yang membuat Abi tertawa.

"Ya ampun, Ricko, bubuk putih seperti salju itu adalah garam. Demi apa pun di dunia, Ricko. Apakah kau bisa membedakan yang mana gula dan garam?" tanya Abi.

Saat Ricko ingin membalas perkataan Abi, dengan cepat Abi memotongnya, "Sudahlah, ini sudah malam. Kau pulang saja, besok kita ke sekolah dengan mobilmu," ujar Abi sambil memberikan Ricko tatapan memperingatkan.

"Baik, Nyonya Sanjaya."

"Apa itu?" tanya Abi yang mendengar jawaban Ricko.

"Baik, Nona Winata. Maafkan saya, pelayan..."

"Babu," koreksi Abi.

"Maafkan saya, babu yang tidak berguna ini," ucap Ricko sebelum pergi dari kamar Abi menuju rumahnya.

Saat Ricko sudah menghilang dari ambang pintu, Abi mengangkat Golddy dan berkata, "Aku punya perasaan yang sangat menyenangkan besok," ucap Abi sambil terkekeh.

---

Hai guys..

Jangan lupa VOTE BAB YANG KAU SUKA.

Terima kasih..


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top