Bab 14: Kesempatan Termanis

Para petugas pantai kini tengah berusaha untuk membangunkan Ricko, berbagai cara telah mereka lakukan namun tampaknya tak ada yang mempan.

"Maaf, Dek. Wes ora ono sing iso dilakukan," ucap salah satu petugas pantai.

"Artinya?" tanya Abi dengan wajah yang sudah pucat dengan mata yang sudah digenangi air.

"Sudah tidak ada yang bisa dilakukan," ucap Teresa.

Jleb..

"Tidak.., TIDAK!!" Abi kini berlutut di hadapan Ricko dan memeluknya erat. "Ricko bangun, Ricko," pinta isak Abi yang kini sudah menangis. "Aku mencintaimu, jangan pergi meninggalkanku. Aku mohon."

"Akhirnya kau memberikan aku jawaban," ucap Ricko.

Mendengar itu Abi langsung menarik dirinya dari Ricko dan sudah mendapati Ricko membuka matanya dan menatapnya.

"Hei," ucap Ricko.

"Jangan. Lakukan. Itu. Lagi!" ucap Abi sambil memukul tubuh Ricko.

"Ah.. ah.., maaf iya," ucap Ricko sambil berusaha menggapai kedua tangan Abi.

Ricko kini membingkai wajah Abi dan mencium hidungnya, "Aku mencintaimu, Abigail," ucap Ricko dengan tatapan penuh kasihnya pada Abi.

"Aku benci kamu," ujar Abi dengan wajah cemberutnya.

+++

Hari kini sudah menjelang sore, Abi dan Ricko kini tengah duduk di pasir sambil menikmati matahari terbenam. Kepala Abi kini berada di pundak Ricko sedangkan kepala Ricko menimpali kepala Abi, dan kini tangan mereka kini saling bergenggam seakan takut menghilang.

Teresa kini sedang menyendiri di ayunan dekat pohon kelapa. Melihat itu, Adam pun menghampirinya. Ketika Adam sudah berada di hadapannya, ia berjongkok di depan Teresa.

"Hei, kau tidak apa-apa?" tanya Adam.

Teresa menggeleng sedikit, "Aku tidak apa-apa, hanya saja tadi. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan apabila Ricko benar-benar pergi. Aku yang bertanggungjawab atas acara kita hari ini. Aku seharusnya tidak mengajak kalian ke pantai," jawab Teresa.

Adam tersenyum miring, tangannya kini sudah bergerak menggenggam tangan Teresa. Adam mengelus lembut kedua tangan Teresa penuh kasih, seakan Teresa adalah benda yang rapuh.

"Kau tidak tahu itu akan terjadi. Pikirkan ini, jika kau tidak mengajak kita ke pantai, Ricko mana mungkin bisa tenggelam dan Abi tidak akan menyatakan perasaannya. Lihat saja mereka sudah mesraan di sana," ucap Adam sambil mengayunkan dagunya ke arah Abi dan Ricko. "Semuanya terjadi karena alasan. Dan kau tidak perlu khawatir, apa yang terjadi pada Ricko juga salahku juga. Dia mengajakku bertanding 'Siapa yang Paling Lama Menahan Nafasnya di Air, Dialah Pemenangnya' dan aku menyetujuinya."

Teresa tersenyum.

"Nah, begitu dong. Senyumlah," ujar Adam.

"Terima kasih, Adam. Siapa pun gadis yang kau sukai, sangat beruntung."

"Sebenarnya, gadis itu adalah kau," ungkap Adam.

"Maksudmu?" tanya Teresa.

"Aku menyukaimu, Teresa. Dan lagu yang kemarin itu untukmu."

Teresa terkesiap mendengar pernyataan Adam. Dia sedang tak bermimpi kan?

"Aku memang tidak punya apa pun untuk diberikan kepadamu, tapi aku hanya punya hati. Maukah kau menerima hatiku dan menjadi pacarku?" tanya Adam.

"YA!" jawab Teresa sambil memeluk Adam dan membuat mereka terjatuh. "Aku mau, ingin sekali!"

Adam yang telah memproses apa yang sedang terjadi pun memeluk tubuh mungil Teresa yang berada di atasnya.

Teriakan Teresa yang kencang itu terdengar hingga ke telinga Abi dan Ricko, karena itu Ricko dan Abi menatap mereka dengan wajah cerah.

"Sepertinya kita berhasil menyatukan mereka," ucap Abi.

"Ya, sepertinya," ucap Ricko sambil mengelus rambut Abi.

"Aku tidak percaya aku hampir kehilanganmu," ucap Abi sambil memeluk Ricko.

"Maafkan aku, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku berjanji. Mau jadi pacar aku gak?"

"Tanpa bertanya pun kau sudah tahu jawabannya, Bodoh," jawab Abi yang dibalas dengan tawa Ricko.

+++

Hari untuk bersekolah pun tiba, wajah Ricko kini terlihat lebih bahagia dari sebelumnya. Mungkin karena ia tengah menggandeng tangan pacar barunya. Ya, orang itu adalah Abi.

Abi dan Ricko kini sedang berjalan melewati lorong-lorong sekolah menuju kelas dan mungkin.. ruang OSIS?

Tanpa mereka sadari, di belakang mereka, Letta memanggil nama Abi berulang kali sambil membawa beberapa tumpukan kertas serta dokumen di tangannya dan berlari ke arah pasangan tersebut.

"Abi! Abi! Ketua OSIS!!" teriak Letta.

Bruk..

Tubuh Letta kini berada di lantai, sedangkan dokumen serta kertas-kertas tersebut bertebaran di lantai.

"Ow, sakit," ujar Letta sambil mengelus bokongnya yang terasa nyeri itu.

Ketika Letta melihat dokumen serta kertas-kertasnya bertebaran, tanpa aba-aba atau pun melihat siapa yang menabraknya, Letta langsung mengumpulkan segalanya. Tanpa ia sadari, orang yang menabraknya tadi itu juga ikut membantunya. Hingga ketika satu kertas lagi, tanpa sengaja kedua pemilik tangan tersebut saling bersentuhan.

Ketika Letta melihat siapa pemilik tangan tersebut, dan ia amat terkejut. Ternyata orang itu adalah Roberto. Jarak yang tercipta di antara mereka sangat dekat sehingga Letta dapat melihat betapa indahnya mata yang Roberto miliki.

Ketika sudah sadar, Letta menarik dirinya menjauh dari Roberto. Letta cepat-cepat berdiri dan pergi meninggalkan Roberto tanpa memedulikan kertas-kertas serta dokumen yang berada di tangan Roberto.

"Letta! Kertasmu!" teriak Roberto namun percuma karena Letta sudah terlalu jauh.

Roberto menghela nafas kasar, dan bergerak menuju ruang OSIS sambil merapikan kertas-kertas tersebut. Namun ketika Roberto sampai di ruang OSIS, ia menemukan Letta sedang mencari-carinya di tumpukan kertas.

"Aduh.., dimana kertas tadi?" keluh Letta.

"Kertas yang ini?" tanya Roberto dari ambang pintu.

Letta yang terkejut pun langsung menatap ambang pintu ruang OSIS. Kini Letta tak bisa pergi kemana-mana.

"Kau menjatuhkan ini tadi di lorong," ucap Roberto sambil memperlihatkan Letta tumpukan kertas di tangannya.

"Bolehkah aku memilikinya kembali?" tanya Letta sambil mengulurkan tangannya.

"Boleh," Roberto mengudarakan ucapannya sambil mendekati Letta.

"Tapi?"

"Tapi..," Roberto pun sampai di hadapan meja Letta, "makan malam denganku dulu."

Mendengar permintaan Roberto, Letta menjadi bingung. "Apa?"

"Jika kau ingin ini kembali, maka nanti malam kau harus jalan-jalan denganku," ucap Roberto.

"Rob, aku perlu kertas-kertas itu sekarang," ujar Letta sambil berusaha mengambil kertas-kertas tersebut dari tangan Roberto, namun dengan cepat Roberto menarik kertas-kertas tersebut agar Letta tidak dapat meraihnya.

"A.. a.. a.., salah dirimu menabrakku dan tidak berhenti ketika aku memanggilmu," ujar Roberto.

"Baiklah, aku memang salah. Maaf."

"Aku akan menjemputmu di rumahmu jam enam lebih empat puluh lima menit."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top