Bab 10: Perkenalan yang di Nanti-Nanti

Jangan lupa VOTE BAB YANG KAU SUKA!!

Pertama kita chill dulu yuk dari Abi dan Ricko. Kita fokus dulu saja dengan TERESA & ADAM.

Penasaran? Ayo Baca!

Enjoy..

*****

"Selamat datang di Indonesia, Nona Carmel. Semoga kejutan Anda berjalan dengan lancar," ucap seorang pramugari begitu Teresa hendak turun dari pesawat pribadi keluarganya.

"Thanks, Alia," balas ceria Teresa.

Pramugari yang di panggil Alia itu menundukkan kepalanya sambil tersenyum hangat sebelum melanjutkan tugasnya.

Teresa yang ingin mengejutkan kedua sahabatnya, Abi dan Ricko turun dari pesawat dan berjalan menuju mobil hitam yang sudah di siapkan Ibunya, Susie saat dirinya sedang menuju Indonesia.

"Selamat datang di Indonesia, Nona Carmel," ucap Gilbert, sopir pribadi keluarga Susie yang tinggal di Indonesia dan sudah berkepala lima.

"Terima kasih, Pak Gilbert. Kita langsung saja ke rumah, Pak. Ada banyak hal yang perlu saya lakukan," ujar sopan Teresa.

Begitu semua barang-barang Teresa sudah masuk ke dalam bagasi mobil. Mobil yang di kendarai Teresa sudah melaju pergi dari hanggar pribadi keluarganya bersama dengan pengawal-pengawal pribadi Teresa yang di kerahkan oleh Ayahnya, Rama. Pengawal yang di berikan Rama berjumlah enam pria yang bertubuh besar dan dua wanita yang jago bela diri. Susie dan Rama sempat berdebat dengan keposesifan Rama.

Jam tangan putih kecil yang melingkar dengan sempurna di pergelangan tangan Teresa kini menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia sangat tidak sabar mengejutkan kedua sahabat karibnya itu.

Di rumah Adam, Adam tidak dapat berhenti memainkan piano yang berada di dalam kamarnya, dan tidak memedulikan jika kini sudah pukul sepuluh malam.

Ia terus menekan-nekan tuts-tuts piano dengan merdu, siapa pun yang mendengarkan pasti akan jatuh cinta seketika dengan lagu yang ia mainkan. Sangat merdu.

Ia kini sedang mencurahkan isi hatinya tentang Teresa Carmel ke dalam sebuah lagu yang ia buat dengan piano.

Teresa pasti akan jatuh cinta.

Tok..

Tok..

Tok..

Lagi-lagi sebuah ketukan di pintu Adam membuatnya menghentikan permainannya.

"Caca, jika itu kau. Aku sudah bilang, aku tidak bisa tidur!" seru Adam tanpa membuka pintu.

"Dan aku tidak bisa tidur, karena kau terlalu sibuk menulis surat cintamu itu!" balas Caca.

Adam menghela nafas kasar sambil memutar kedua matanya. Walaupun Caca lebih tua beberapa menit darinya, Caca selalu saja berakting seperti seorang anak kecil.

Ting!

Tiba-tiba sebuah cara licik datang dalam benaknya, "Bagaimana hubunganmu dengan Dimas?" tanya Adam.

Adam tahu jika Caca tidak bisa berhenti membicarakan tentang teman sebangkunya, Dimas yang kini menjabat sebagai pacar Caca.

"Oh, dia sangat manis, Adam," ujar Caca sambil mengkhayal apa yang terjadi hari ini, "Kami hari ini pulang bersama, tapi, sebelum dia anterin aku pulang, dia dengan bangganya mengenalkan aku pada orang tuanya sebelum mencium pelipisku. Orang tuanya sangat baik, begitu mereka melihatku, mereka langsung menerimaku dengan pelukan terbuka."

"Setelah itu, apa yang kalian lakukan?" pancing Adam.

"Setelah itu, kami melihat foto-foto masa kecil Dimas. Dimas sangat imut, kau seharusnya melihat foto-foto itu. Ada foto saat dia naik motor mainan, ada foto saat dia merayakan ulang tahun pertamanya. Hi hi hi, kau mau tahu apa yang lucu dari foto ulang tahun pertama Dimas?"

"Apa?" tanya Adam sambil menulis not-not untuk curahan hatinya.

"Saat mau tiup lilin, Dimas tertidur pulas," ucap Caca sembari terkekeh. "Oh, seandainya anakku seperti dirinya."

Adam memutar bola matanya jengah begitu mendengar kata-kata itu lolos dari mulut Caca. "Jangan terlalu berharap, Ca. Nanti menyesal loh," peringat Adam.

"Uh! Apa yang kau tahu tentang cinta, heh? Kau bahkan belum pernah berpacaran!"

"Dan kau sudah sering berpacaran. Apakah kau sadar kau juga mengatakan hal yang sama dengan pacar-pacarmu yang sebelumnya?" tanya Adam sembari mengingatkan.

"Tidak seperti yang sekarang," ujar Caca.

Tipikal, batin Adam sambil memutar bola matanya.

"Bagaimana denganmu, Adam? Apakah kau akan terus mengejar Teresa Carmel dan mengabaikan perempuan-perempuan yang menyukaimu?" tanya Caca.

"Ricko bilang Teresa akan datang besok, dan aku percaya padanya."

"Pfft, kau kan tahu Ricko hanya bercanda tentang hal itu," ucap Caca.

"Tidak. Aku percaya Teresa akan datang besok, aku akan terus membodohi diriku bahwa ia akan datang besok."

"Dasar BuCin!" umpat Caca sebelum kembali ke kamarnya.

"Dia akan datang, lihat saja, Caca."

Matahari pagi hari telah bersinar dengan terang, kini Adam seperti biasa berada di dalam ruang musik memainkan lagu yang mencurahkan isi hati untuk Teresa Carmel, satu-satunya perempuan yang bertakhta di hatinya semenjak Adam melihat Teresa di televisi untuk pertama kalinya.

Begitu Adam selesai memainkan lagunya yang telah selesai ia buat sepanjang bulan, tiba-tiba ada sebuah tepukan tangan yang menarik perhatiannya.

-_-

Teresa kini sudah berada di dalam sekolah Abi, beberapa informan Teresa mengatakan bahwa mereka akan datang sekitar pukul 06.45, dua puluh lima menit sebelum bel berbunyi.

Teresa sangat tidak sabar.

Selama menunggu Teresa memutuskan untuk menjelajahi sekolah kedua sahabatnya. Jam kini menunjukkan pukul 05.45, ia memang kepagian karena ia sangat tidak sabar.

Ketika Teresa mendekati ruang musik, telinganya menangkap lagu permainan piano terindah sepanjang hidupnya. Teresa langsung saja mempercepatkan langkahnya menuju asal suara itu.

Begitu Teresa sampai di ambang pintu ruang musik, di sana ada seorang pemuda tampan sedang memainkan pianonya dengan indah. Jari-jarinya menari dengan lincah di atas tuts-tuts piano.

Tampaknya pemuda itu tidak menyadari keberadaannya, itu mengapa Teresa duduk di kursi yang ada di ruangan itu sambil mengamati pemuda itu. Gosh.., dia sangat tampan dan hebat. Tanpa Teresa sadari, ia sudah menerbitkan senyuman.

Pemuda yang sedang ia tatap sangat imut ketika serius.

Tak lama kemudian, pemuda itu selesai dengan aksinya, tanpa aba-aba, Teresa memberikan pemuda itu standing aplause. Pemuda itu langsung menatapnya dengan tatapan terkejut.

"Itu sangat indah," puji Teresa sambil memberikan pemuda itu senyuman manisnya. "Maaf, aku seharusnya mengetuk pintu. Aku sangat tidak sopan."

"Oh, tidak. Tidak apa-apa, Teresa. Aku senang kau mendengarnya," ucap pemuda itu.

"Kau tahu namaku?" tanya Teresa.

"Aku tahu segalanya tentangmu," jawab pemuda itu yang membuat Teresa menjadi takut.

"Oh."

"Bukan begitu maksudku. Maksudku, aku kenal Abi dan Ricko, mereka sering membicarakan tentangmu. Ricko bahkan memberitahuku jika kau akan datang hari ini," ujar pemuda itu.

"Ricko berkata itu?" bingung Teresa yang di jawab oleh anggukan pemuda itu. "Aku tidak bilang pada Ricko aku akan datang. Aku hari ini ingin mengejutkan mereka berdua."

Pernyataan yang di berikan Teresa membuat pemuda itu menjadi bingung. Namun, ia hempaskan. "Oh, baiklah kalau begitu. Kita akan pura-pura percakapan tadi tidak pernah terjadi," ujarnya sambil tersenyum kikuk.

Teresa terkikik dengan manis, "Kau lucu."

"Namaku Adam," ucap Adam sambil mengulurkan tangannya.

"Carmel. Teresa Carmel," balas Teresa sambil membalas jabatan Adam. "Senang bisa berkenalan denganmu."

Adam membalasnya dengan senyuman, "Juga."

"Apakah lagu yang tadi kau buat? Aku belum pernah mendengarnya," tanya Teresa.

"Kau suka piano?"

"Iya, saking banyaknya aku tidak bisa menyebut satu per satu."

"Sebutkan tiga favoritmu," ucap Adam sambil memberikan Teresa tatapan yang dapat membuatnya terbakar.

Ya ampun.., dia tampan sekali, batin Teresa membara. Teresa menggigit bibitnya. Adam terlihat sangat seksi.

"Um.., aku suka Chopin – Nocturne op. sembilan nomor dua," ujar Teresa tergagap.

"Hmm.., lagu itu memang enak. Sangat..." Adam mengudarakan ucapannya untuk mencari kata yang tepat mendeskripsikan lagu itu.

"Santai," jawab Adam dan Teresa bersamaan.

Teresa dan Adam saling menatap satu sama lain, yang membedakan keduanya adalah Teresa menutup mulutnya sedangkan Adam menatap Teresa memuja.

"Apa lagi?" tanya Adam sambil mempersilahkan Teresa duduk. Mereka tampaknya akan bercakap-cakap lama.

"Chopin – Spring Waltz, itu membuatku merasa bahagia, senang, dan ringan. Irama yang diciptakan dari lagu itu sangat indah. Aku saja sampai berdansa dengan Ayahku saat aku masih kecil. Tentunya aku menginjak kakinya," cerita Teresa sembari tertawa.

"Iya, aku juga suka lagu itu. Lagu itu membuatku sangat bahagia, dan mengingatkan aku pada kisah cinta orang tuaku," ujar Adam.

"Bagaimana dengan kisah cinta kedua orang tuamu?" tanya Teresa.

"Awalnya, Ibuku sangat jatuh cinta pada Ayahku lama, dan Ayahku juga merasakan hal yang sama pada Ibuku tapi terlambat. Karena Ibuku dijodohkan oleh orang lain, saat Ibuku bertemu dengan orang yang hendak dijodohkan dengannya, ternyata itu adalah Ayahku. Dan di sanalah Ayahku menyatakan perasaannya pada Ibuku. Sampai sekarang mereka masih langgeng dan terlalu mencintai satu sama lain," cerita Adam.

"Wah, indah juga ya," puji Teresa.

"Bagaimana dengan orang tuamu?" tanya Adam.

"Oh, hal biasa. Awalnya mereka berpacaran saat di SMP, terus mereka putus. Ibuku kembali ke Amerika, sedangkan Ayahku tetap di Indonesia. Tak lama kemudian, mereka mengalami cinta lama bersemi kembali, tapi saat itu Ibuku dijodohkan dengan Michael Langdon dari Langdon Industry oleh Kakekku yang gila harta, dia sampai mengancam Ibuku jika ia tidak memenuhi permintaan Kakekku."

"Ibuku menceritakan segalanya pada Ayahku secara detail, terus Ayahku mengusir Ibuku kembali ke Amerika. Karena di paksa, akhirnya Ibuku kembali ke Amerika. Begitu ia sampai di rumah keluarganya, tiba-tiba Ayahku muncul di ruang tamu dan Kakekku berkata bahwa ia sudah membatalkan perjodohannya. Karena, Ayahku seorang Carmel yang sengaja di rahasiakan identitasnya," cerita Teresa.

"Romantis juga Ayahmu," puji Adam.

"Setia juga Ibumu," balas Teresa.

"Bagaimana kita kembali pada pembicaraan kita sebelum orang tua?" usul Adam.

"Hmm. Aku lebih suka kita membahas lagumu, Adam. Itu sangat indah. Kau membuatnya?" tanya Teresa.

"Iya."

"Itu terdengar seperti kau sedang mencurahkan hatimu pada seseorang. Siapakah itu?"

Wajah Adam kini sudah menjadi merah padam, "Um.., itu untuk. Itu untuk seorang perempuan yang aku sudah suka sejak lama. Semenjak pertama kali aku melihatnya, lebih tepat," jawab Adam tergagap.

Entah mengapa, dada Teresa kini terasa amat sesak mendengarnya. Adam menyukai perempuan lain? Teresa yang kini merasakan sensasi beban dalam pernafasannya mencoba untuk tetap netral.

"Oh begitu," Teresa yang tadi memajukan wajahnya kini sudah menarik kembali wajahnya, "siapa pun gadis itu. Gadis itu pasti beruntung untuk mendapatkan dirinya bertakhta di hatimu. Teruslah berkarya, Adam. Kau pasti akan menjadi pianis terhebat di masa depan," ucap Teresa terluka.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Teresa bangkit berdiri dan keluar dari ruang musik meninggalkan Adam yang kini tengah merutuki dirinya.

----

Jangan lupa ketik tanda bintang ya..


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top