Sembilan (B)
Ali POV
Sudah sejak lama aku mengetahui kalau Prilly adalah Sisi yang kukenal sewaktu kukecil. Aku tau itu dari scrapbook yang biasa ia bawa ke kampus. Wajahnyapun samar-samar aku ingat, walaupun tidak sepenuhnya ingat. Tapi tentu saja itu sangat membantuku mencari nya.
Hari ini, temannya Ralyn datang menghampiriku, membawa dua gelas jus mangga. Kupikir, itu untuk Prilly. Ternyata untukku. Aku tidak haus tapi aku tetap menerimanya. Risih, itu yang kurasakan sekarang. Ia duduk disampingku memandangiku tanpa berkedip. Tentu saja ia menyimpan perasaan padaku.
Tak sengaja ku dengar pembicaraannya dengan temannya yang lain mengenai diriku, membuatku terkejut akan kenyataan itu. Ia menyukai ku.
Persetan dengan kesimpulan itu. Ralyn terus bertanya, sampai akhirnya menyinggung tentang Prilly, maksudku Sisi, emm maksudku mereka, ah mereka sama. Jadi, Ralyn bertanya padaku tentang Sisi. Aku menjawab pertanyaan demi pertanyaannya sesuai dengan fakta. Bahkan aku mengatakan padanya bahwa, Sisi adalah cinta pertamaku.
Semenjak itu, Ralyn menjadi sering menemuiku sendiri, tanpa Prilly. Lagi lagi perempuan itu kembali menghampiriku yang tengah duduk, ia bertanya pertanyaan yang sama tiap kali bersama ku. Oh Tuhan, hindarkan dia dariku. Terpaksa, aku bilang padanya, bahwa sebentar lagi aku akan kembali ke LA. Ah, ternyata aku salah mengambil keputusan. Ralyn dengan cepat memberitahu kabar kebohonganku itu pada Prilly.
Dampaknya, kurasa Prilly bersedih. Ia kecewa padaku yang dengan waktu cepat akan kembali. Aku harus apa? YaTuhan.
Prilly berlari menghindariku, sampai aku melihatnya dengan Revan-si-cowok-permen-karet sedang memberi permen karet sialannya pada Prilly. Dengan senangnya, Prilly menerima permen karet dari Revan itu.
Perlu kuakui, aku mencemburui itu.
---
Pagi ini, aku berniat menemui Prilly dan menjelaskan semuanya. Aku merapikan buku-bukuku, dan kumasukan kedalam tas. Menuju meja makan dan menenggak habis susu yang ada disana.
Menaiki motor ku, aku melajukannya menuju kampus. Tepat sampai di kampus, aku melihatnya bersama Revan. Aku geram. Walupun aku tau, aku tak berhak. Aku menghampiri Prilly.
"Prill.." Yang dipanggil menoleh. Prilly menampilkan wajah yang palsu, dia tersenyum. Aku melirik Revan, ia berpamit mengijinkan kami berbincang empat mata.
"Ada apa?" Prilly bertanya, ia seperti menatapku takut.
"Gue mau jelasin, tentang kepergian gue ke LA." Aku diam sebentar, menarik napas perlahan. "Sebenernya, gue nggak akan ke LA. Gue cuma bohong." Akhirnya, setelah bersusah payah, akupun melontarkan kalimat itu juga.
"Ehem?"
"Dan, gue mau tanya sama lo. Tapi please. Jangan buat gue bingung sama jawaban lo." Ia membenarkan posisi tasnya. Tak berani menatapku. "Sebenernya, lo itu Sisi atau bukan?"
Seketika, Prilly menengadah. Menatap mataku sendu. Tatapan itu, tatapan yang kulihat saat aku ingin pergi meninggalkannya.
"Aku cuma sebentar kok."
"Iya Digo. Aku tunggu kamu deh disini."
"Gue-- seharusnya gue yang nanya sama lo.. Digo..." Lembut, perlahan. Pertahanan Prilly runtuh. Ia meneteskan cairan lembut di pipinya.
"Iya.. Gue Digo, Prill. Gue Digo lo! Gue Digo lo yang brengsek itu. Digo lo yang pergi ninggalin lo gitu aja. Itu gue Prill. Itu gue..."
Prilly benar-benar menangis, ia menghambur kepelukanku. Aku menerima pelukannya, memeluknya balik. Ia menenggelamkan kepalanya lebih dalam lagi. Ia menangis sejadi-jadinya.
Dan disinilah kami, berdiri berpelukan. Melepas kerinduan yang terkubur jauh di lubuk hati terdalam. Aku merindukannya. Merindukan manjanya. Semua tentang dirinya.
Prilly melepas pelukannya. Menghapus air matanya yang kian terbuang. Aku memegang kedua pipinya dengan kedua tanganku lembut. Mengarahkan wajahnya agar dia menatapku. Aku menghapus air matanya dengan jari jariku.
"Li.. Janji sama gue, jangan pernah tinggalin gue lagi."
"Gue janji Prill.. Gue janji, gak akan pergi ninggalin lo lagi. Bakalan selalu ada saat lo butuh."
Aku kembali memeluknya. Bahagia.
Dan biarkan rasa rindumu terkubur jauh dilubuk hati. Lihat hasilnya didepan. Bila pantas, ia akan kembali. Menempatkanmu pada hati yang juga merindukanmu tulus. Ia akan terbayar.
---
"Sampai kapanpun, mereka gak akan pernah bersama."
Tbc~
How about this? Ini klimaksnya loh.. But, woah ini belum selesai *tutupmukapakepayung masih ada kalimat terakhir yang mistery. So wait for the next chapter.
Don't forget give me feedsback..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top