PROLOG: Sejumput Sihir
Ketika musim panas pada ulang tahunnya yang ke-10, Rosemary Bliss melihat ibunya mengaduk halilintar ke dalam semangkuk adonan dan mengetahui—dengan seyakin-yakinnya—bahwa orangtuanya menggunakan sihir di Toko Roti Bliss.
Bulan itu, Kenny, putra bungsu keluarga Calhoun yang berusia 6 tahun, berkeliaran di gardu listrik yang terbuka di stasiun kereta. Dia menyentuh tombol yang salah dan nyaris tersengat listrik. Serangan itu tidak menewaskannya. Namun, cukup kuat untuk membuat rambutnya berdiri kaku dan menyebabkannya dirawat di rumah sakit.
Ketika ibu Rose, Purdy, mendengar kabar bahwa Kenny sedang koma, dia langsung menutup toko roti dan berkata, "Tidak ada waktu untuk membuat kue," lalu mulai bekerja di dapur. Dia tidak mau disuruh makan ataupun tidur. Dia terus bekerja selama bermalam-malam. Ayah Rose, Albert, mengawasi adik-adik Rose, sementara Rose memohon kepada ibunya agar diizinkan membantu di dapur. Namun, Rose malah diberi tugas ke luar—pergi ke kota untuk membeli bahan-bahan tambahan, seperti tepung, cokelat pekat, atau vanili tahiti.
Akhirnya, pada Minggu sore, saat badai terdahsyat sepanjang musim panas melanda tempat tinggal mereka di Calamity Falls, diiringi gemuruh halilintar, dan hujan lebat yang menghantam atap rumah bagaikan dilempari batu, Purdy mengumumkan, "Inilah saatnya."
"Kita tidak bisa meninggalkan anak-anak," sahut Albert, "apalagi saat badai seperti ini."
Purdy mengangguk tegas. "Kalau begitu, kita tidak punya pilihan selain mengajak mereka semua." Purdy menoleh dan berteriak ke lantai atas, "Anak-Anak, saatnya jalan-jalan!"
Rose sampai cegukan saking gembiranya ketika sang ayah memasukkan dia, saudara-saudara lelakinya, serta adik perempuannya yang masih balita ke van, bersama stoples besar yang terbuat dari kaca biru usang.
Hujan berangin mengguncang roda van itu dan nyaris mendorongnya keluar jalur, tetapi Albert berusaha keras mengendalikan mobil agar bisa tiba di puncak Bald Man's Peak yang tandus.
Albert memarkirkan van, lalu bertanya kepada istrinya, "Kau yakin harus melakukan ini?"
Purdy melonggarkan tutup stoples. "Kenny masih terlalu kecil. Setidaknya, aku harus mencoba." Purdy membuka pintu mobil dengan kakinya dan bergegas keluar menembus hujan.
Rose mengawasi ibunya yang terhuyung-huyung mendatangi pusat amukan badai, tepat di tengah lahan terbuka. Ibunya menarik tutup stoples dan mengangkatnya tinggi-tinggi ke atas kepala.
Saat itulah halilintar muncul.
Dengan suara krak yang menghentikan aliran darah, kilat pertama membelah langit menjadi dua dan langsung masuk ke stoples. Seluruh dataran tinggi itu menyala, dan tiba-tiba ibu Rose tampak bersinar seakan-akan dia tercipta dari cahaya.
"Mama!" teriak Rose, dan menghambur ke pintu mobil, tetapi Albert menahannya.
"Belum saatnya!" kata Albert. Letusan kilat muncul lagi, dan lagi—
Setelah itu, Rose tidak tahu apakah dirinya dibutakan oleh cahaya tersebut atau oleh air matanya.
"Mama!" isak Rose.
Kemudian, pintu van terbuka lagi, dan ibunya masuk. Wanita itu basah kuyup dan aroma tubuhnya persis seperti roti panggang yang gosong, tetapi dia kelihatannya tidak terluka sama sekali. Rose memandangi isi stoples itu dan melihat ratusan urat halus yang meretih dan berpendar-pendar biru.
"Ayo kita pulang," ujar Purdy. "Ini bahan terakhir."
***
Sesampainya di rumah, anak-anak diharuskan masuk ke kamar tidur, tetapi diam-diam Rose tetap bangun dan mengawasi ibunya bekerja.
Purdy berdiri di atas mangkuk logam berisi adonan lembut berwarna putih. Dengan hati-hati, dia menempatkan stoples tadi di atas mangkuk, lalu membuka tutupnya. Pendar biru kecil itu tumpah dari stoples dan meliuk-liuk bagai ular, mengubah segalanya menjadi warna kehijauan yang bercahaya.
Purdy mengaduk adonan itu dengan sendok dan berbisik, "Electro Correcto." Kemudian, dia menuangkannya ke dalam Loyang dan memasukkannya ke oven. Dia menutup pintu oven dan berkata tanpa menoleh, "Kau mestinya sudah tidur, Rosemary Bliss."
Malam itu, tidur Rose tidak nyenyak. Mimpinya dipenuhi halilintar, ibunya yang memancarkan sinar listrik oranye dan menggoyang-goyangkan jari kepadanya, menyuruhnya tidur.
Pagi harinya, Purdy meletakkan roti tersebut ke piring, menambahkan frosting dari kantong semprot, dan berseru kepada Albert, "Ayo kita pergi!"
Purdy melengkungkan satu jarinya kepada Rose. "Kau juga."
Kemudian, Rose, Purdy, dan Albert pergi ke rumah sakit tempat Kenny dirawat.
Rose tidak akan mengira kondisi Kenny sangat parah jika sekadar melihat fisiknya—sedikit lebih tenang daripada biasanya, sedikit lebih biru daripada orang normal—tetapi beberapa mesin yang tampak mengerikan tersambung dengan tubuh Kenny, dan denyut jantungnya berdetak lemah di ruangan kecil itu.
Ibu Kenny mendongak, melihat Purdy Bliss, dan tangisnya pun pecah. "Sudah terlambat untuk kue-kuenya, Purdy!" katanya. Namun, Purdy tetap menghampiri Kenny dan perlahan mengusapkan remah kue ke mulut anak itu.
Selama beberapa saat, tidak ada yang terjadi.
Lalu, muncul suara menelan yang amat pelan.
Purdy menyelipkan segumpal kue ke mulut Kenny. Kali ini, lidah Kenny bergerak dan terdengar suara menelan yang lebih keras. Kemudian, Purdy menjejalkan segumpal lagi dan rahang anak itu seolah bergerak dengan sendirinya. Kenny mengunyah dan menelan, dan sebelum membuka mata, dia berkata, "Ada susu?"
***
Sejak itu, Rose menyadari bahwa gosip-gosip itu benar: kue-kue dari Follow Your Bliss Bakery memang ajaib. Kedua orangtuanya, meski tinggal di kota kecil dan hanya memiliki satu minivan serta terkadang mengenakan tas pinggang, adalah ahli sihir dapur.
Rose mau tak mau bertanya-tanya: Apakah aku juga akan menjadi seorang ahli sihir dapur?[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top