Lembar Keempat

Halo Fajar.

Kali ini aku tidak menulis surat untuknya, untuk yang takkan pernah membaca. Melainkan kepada kamu, Sang Dini Hari yang telak menghantamku dengan kenyataan bahwa semua ini ternyata hal tabu.

Pertanyaan yang menjadi favoritku dalam tiap doa kepada Tuhan, ialah mengapa saling suka tapi tak dapat bersama lebih terasa perih di banding menatap punggung Sang Bulan dalam diam? Seperti ada sakit yang tidak dapat dijelaskan. Melubangi tiap perisai pertahanan yang naif bahwa cinta tak harus memiliki.

Tolong jangan bilang aku egois. Aku realistis. Tak ada pedih yang baal bila menyangkut perasaan tanpa kepastian.

Halo Fajar.

Kali ini aku sedang merindukan senja. Dimana sinar matahari melepaskan semburat jingga yang menjadi jiwanya, kepada malam yang bertahan untuk sang bulan. Aku merindukan Senja, hai Fajar. Merindukan hal indah yang ternyata tak berdurasi lama, itupun harus berkorban banyak luka karena melepas ceria untuk malam yang pada bulan ia cinta demi indah sebentar saja.

Apa aku bodoh, Fajar? Menangis dalam diam untuk Senja yang ternyata tak melihat apapun selain bulan. Apa aku bodoh berkorban untuk orang yang apatis terhadap hujanku dalam diam?

Aku menangis, Fajar. Untuk Senja yang bahkan tak memberi kepastian.

Izinkan ku hapus kenangan akan perasaan Senja yang datang hanya seperti semilir angan. Yang terasa namun tak ada dalam genggaman.

Namun sebelumnya, beritahu aku cara berhenti terluka tanpa melepaskan dengan luka menganga.

Kepada fajar, yang menghidupkan harapan baru di tiap detik kehadirannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top