Chapter 3
Pekerjaan Tavi agak menjadi kacau karena kondisi tubuhnya yang semakin aneh. Pikirannya juga sedang kacau, apalagi kondisi hatinya ... sudah tak beraturan! Tubuhnya dan hatinya sudah digunakan seperti barang yang tak berguna. Seolah dia ini bukan manusia saja. Dia tidak tahu bahwa segalanya bisa sangat sekonyol ini.
"Selamat pagi, Bu."
Sekretaris Pak Arief muncul dengan wajah tak nyaman. Pekerjaan Tavi sekarang berkaitan dengan manajemen humas di perusahaan yang memproduksi pakaian untuk kalangan menengah. Tugasnya sekarang ini menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi secara lisan, tertulis, maupun melalui visual kepada publik. Diluar itu, terkadang dirinya memang mengemban pekerjaan yang ada di luar jobdesc seperti salah satunya adalah saat ini.
"Kenapa, Ti?"
"Pak Arief minta Ibu Tavi buat ikut meeting sama klien yang mau kerjasama dengan perusahaan kita, Bu."
Tavi menghela napasnya dengan sangat lelah. Jika dirinya dipaksa ikut meeting seperti ini, kapan pekerjaannya akan selesai? Yang ada tugasnya juga semakin bertambah.
"Nggak bisa yang lain? Bukannya Pak Danang bisa? Dia, kan, atasan saya."
"Pak Arief mintanya Ibu Tavi."
Pak Arief adalah direktur perusahaan. Sudah pasti dia memiliki wewenang penuh untuk mengutus siapa saja yang diinginkan.
"Oke, berapa menit lagi meeting dimulai?"
"Sepuluh menit, Bu."
Tavi hanya bisa menghela napas dan mengangguk pada Tiana yang menunggu persetujuannya. Kasihan Tiana jika Tavi menyulitkan tugasnya yang tak mudah menjadi sekretaris direktur utama mereka.
Tavi menyiapkan diri dan masuk ke ruangan meeting satu menit lebih awal. Dia tidak ingin menjadi bahan pembicaraan bagi para atasan jika tidak segera datang atau bahkan terlambat. Tavi tidak tahu kenapa ruangan masih begitu sepi saat dirinya datang. Tavi baru ingat jika Tiana juga tidak mengatakan dirinya harus membawa materi apa pun. Ketika dirinya akan kembali, pintu sudah lebih dulu tertutup dan Arthur menguncinya.
Hal itu membuat Tavi sangat terkejut. Dia tidak tahu bahwa perusahaannya bisa bersikap lebih konyol dengan mengelabuinya hanya untuk menuruti keinginan seorang Arthur Ronan yang sepertinya begitu penting hingga pak Arief-direktur galak itu-mengizinkan hal semacam ini terjadi dan membuat pekerjaan Tavi tertunda.
"Kamu nggak pulang semalam, kamu bawa pakaian kamu, kamu bahkan nggak ada di kontrakan lama. Kamu dimana semalam, Vi?"
"Saya pikir sebentar lagi rapatnya akan dimulai, Pak."
"Nggak ada rapat. Saya yang minta tolong sama Pak Arief untuk membuat kamu ke sini. Saya ingin ketemu dan bicara sama kamu, Vi."
Tavi yang merasa lelah jika terlalu lama berdiri memilih menarik kursi dan duduk tanpa mempedulikan Arthur. Pria itu tentu saja menarik kursi di samping Tavi dan terus menuntut jawaban.
Tangan Arthur menyentuh kening Tavi dan langsung ditepis perempuan itu. "Kalo ada yang mau kamu jelaskan, mending bilang sekarang. Kamu bikin pekerjaanku banyak tertunda."
"I know I fucked up, I'm just a loser. I shouldn't be with you, Vi. Aku tahu semua itu, tapi aku nggak bisa lepasin kamu."
Tavi tertawa dengan kalimat yang Arthur ucapkan. Tertawa dengan ekspresi yang menangis. Sebesar itu rasa sakit yang Tavi rasakan hingga tak tahu harus menangis atau tertawa lebih dulu.
"Dan kamu nggak mau lepasin Davni juga, hahaha. Pasti rasanya asyik, ya? Cium satu perempuan ke perempuan yang lain. Enak, ya? Apa rasanya? Aku nggak pernah tahu kamu penganut yang begituan. Kamu butuh merasakan dua wanita dalam hidupmu. Oh, God! Harusnya aku tahu dari awal kalo laki-laki ganteng, tuh, pasti ada aja sisi anehnya. Christian Grey aja sakit, apalagi yang lainnya. Hahaha, kalo tahu aku, aku nggak akan coba-coba jatuh cinta sama laki-laki sakit kayak kamu."
"Vi ... nggak gitu-"
"Kita nggak ada hubungan apa-apa, Arthur. Kamu bisa menjalani apa pun di hidupmu. Aku udah nggak pengen hidup bareng kamu lagi. Lagian juga kamu punya kehidupan sama pacarmu. Kita bisa jalani hidup masing-masing. Nggak perlu memberatkan diri dengan cara gila begini. Nggak perlu ada hati yang tersakiti lainnya. Aku juga nggak mau nantinya Davni malah memusuhi aku. Jangan bikin aku makin membenci kamu, oke?"
"Aku nggak bisa melepas kamu, Vi. Aku nggak ingin begini. Pulang bareng aku, kita bicara baik-baik di rumah, oke?"
"Aku bilang aku nggak mau tinggal sama kamu lagi. Apa kamu nggak ngerti!? Aku udah benci banget sama kamu sejak semalam, jangan bikin aku makin benci sama kamu, Arthur!"
Arthur memeluk tubuh Tavi, menghidu aroma yang muncul dari tubuh perempuan itu. Tavi bisa merasakan bahwa pria itu menangis. Namun, tangisan tidak akan membuat rasa sakit hati Tavi berhenti. "Aku nggak mau kamu pergi, Vi. Aku-" Pria itu akan mengatakan sesuatu, tapi ponselnya lebih dulu berbunyi dan membuat suasana menjadi kacau.
"Angkat telepon kamu," ucap Tavi.
"Nggak! Kamu bakalan pergi kalo aku angkat telepon."
"Kamu nggak angkat telepon kamu, aku akan tetap pergi apa pun penolakan kamu. Aku bukan barang yang bisa kamu bawa pulang, kamu tiduri, dan kamu duakan gitu aja."
Arthur memisahkan diri dan menatap Tavi. "Status? Kamu mau aku kasih hubungan kita status-"
Tavi tidak bisa menghentikan dirinya untuk tidak menampar pria itu. "Kamu pikir, dengan kamu kasih aku status sekarang masalahnya akan selesai? Nggak, Arthur."
Kepala Tavi semakin berdenyut karena dipaksa mengeluarkan kemarahan. "Aku capek banget, Arthur. Aku nggak mau aku drop hanya karena kamu. Kalo kamu memang peduli, tolong hargai keputusan aku. Jangan lakukan hal semacam ini lagi atau aku akan menghancurkan hidup kamu dengan melayangkan tuduhan ke kamu melakukan pelecehan di kantor ini. Aku tahu kamu mungkin bisa lepas dari tuduhan itu secara hukum, dan bikin aku terlihat sebagai perempuan murahan. Kamu mau melihat aku dihujat banyak orang karena membuat skandal kayak gitu? Kamu mau lihat aku bunuh diri di depan kamu?"
Arthurhanya bisa terdiam sebelum akhirnya menelungkupkan kepala ke meja meratapisemua kebodohannya hingga mengecewakan Tavi seperti ini. Dia tak ingin Taviberada dalam masalah, dia juga tak ingin melihat Tavi depresi dan melakukan haltragis. Melepaskan Tavi untuk pergi hari itu menjadi jalan satu-satunya untukmembebaskan Tavi dari rasa sakitnya meski hanya sedikit.
[Halo! Ini masih bagian dari bab 1 versi lengkap, ya. Bagi kalian yang mau baca bab tiga sudah ada di Karyakarsa. Oh, iya. Jangan lupa follow instagram ( @ freelancerauthor) karena nantinya aku bakalan bagiin kode voucher potongan harga via story atau caption di reels. Yang nggak follow gak kebagian!]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top