Chapter 19

[Cerita ini sudah tamat dan bisa kalian baca lengkap di Karyakarsa kataromchick, atau beli versi ebook di google playbook dengan cari 'Faitna YA'.]

Arthur tidak melanjutkan pertengkaran dengan Nolan. Dia merasa bahwa semua itu hanya akan membuatnya terlihat semakin konyol. Wajahnya—khususnya di bagian mata kiri sudah semakin membengkak dan memberikan sensasi tak nyaman. Jika dia masih melanjutkan apa pun dengan Nolan, bisa dipastikan penglihatannya akan mengabur dan mengacaukan pekerjaannya besok.

"Ucapan kamu keterlaluan bagi Tavi, apa kamu sadar itu?" ucap Arthur.

"Keterlaluan? Lebih keterlaluan mana dengan lo yang nyakitin Tavi dengan menidurinya tapi kasih status ke perempuan lain?"

"Itu kebodohan saya. Saya yang nggak bisa membedakan mana perasaan cinta yang sebenarnya dengan ambisi untuk mendapatkan perempuan yang terkenal di kampus dan saya hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Saya menyangkal perasaan saya sendiri untuk Tavi. Saya tahu saya bodoh saat itu, tapi bukan berarti kamu bisa membandingkan apa pun dengan kesalahan yang saya buat."

Arthur melihat Nolan yang tidak bisa mengendalikan emosinya karena rasa cemburu. Semua ucapannya tadi membuat Arthur agak cemas pada reaksi yang akan Tavi berikan. Rupanya apa yang Nolan ungkapkan malah membuat Tavi bingung dan tak nyaman. Untuk itulah Arthur mendorong tubuh Nolan dan membiarkan Tavi masuk ke rumah.

"Kamu punya perasaan romantis untuk Tavi. Saya tahu itu. Tapi bukan berarti kamu bisa memaksakan kehendak pada Tavi untuk memilih saya atau kamu. Harusnya kamu bisa lebih dewasa, nggak semua perasaan bisa dipaksakan. Tavi sudah pernah terluka dan kamu melukainya lagi dengan memaksanya memilih antara kamu atau saya. Kamu sama saja sedang mengejeknya seolah hanya kita berdua yang akan menjadi pria pilihan Tavi."

"Lo—"

"Saya nggak punya waktu untuk berurusan dengan kamu lebih jauh. Saya juga capek meladeni kamu yang sedang merasa harga dirimu terinjak karena Tavi nggak memberikan reaksi yang kamu inginkan. Apa pun yang akan kamu lakukan, Tavi nggak akan melihat kamu dengan cara yang sama lagi. Dia menghormati kamu, membanggakan kamu sebagai keluarganya, tapi apa yang kamu lakukan? Kamu menyakitinya dengan sikap kamu yang seperti ini."

Arthur tak peduli denga Nolan yang hanya berdiri dengan linglung. Ucapan Arthur pasti membuat pria itu tidak bisa tidur malam ini. Nolan pasti akan menyesali apa yang dilakukannya malam ini karena hanya berujung merusak kepercayaan Tavi.

Arthur bukan pria yang akan memperebutkan satu perempuan. Lebih dari itu, Tavi memiliki pilihan dan kendali atas hidupnya sendiri. Jika memang Arthur tak mendapatkan kesempatan di hati Tavi, setidaknya Arthur tetap akan berusaha mendapatkan tempat di hati putranya, Emory. Sebab saat ini Arthur tidak hanya harus berusaha untuk cintanya pada Tavi, tapi juga untuk anaknya yang harus mendapatkan berkas legal dan menjadi bagian dari keluarga Arthur.

Arthur memilih untuk pulang ke rumahnya sendiri. Dia tak mau diceramahi oleh maminya jika pulang ke rumah orang tuanya. Dia dengan santai masuk dan menyalakan lampu. Tak pernah terlintas dalam kepala Arthur bahwa dia akan menemukan maminya sedang duduk dengan bersedekap di sofa ruang tamu rumah Arthur sendiri.

"Astaga, Mami!"

Wanita itu tidak menatap Arthur dengan tatapan memanjakan seperti biasanya. Justru saat ini Arthur mendapatkan tatapan tajam penuh selidik.

"Dari mana aja kamu?"

Arthur mencoba mengabaikan pertanyaan maminya dengan berjalan menuju dapur dan mengambil air dingin.

"Arthur Ronan! Mami lagi bicara sama kamu!"

"Mami pasti bisa nebak aku habis dari mana."

"Dari rumah wanita yang nggak jelas asal usulnya itu?!"

Arthur tidak mau mengiyakan apa yang maminya katakan. "Nggak jelas asal-usulnya? Memangnya Mami tahu latar belakang keluarganya sampai menilai begitu?"

"Dengan kamu yang nggak pernah mengenalkannya ke mami, itu artinya kamu ragu dengan asal usulnya. Beda sama Davni yang jelas berasal dari keluarga—"

"Davni, Davni, dan Davni terus! Apa aku nggak boleh memilih pilihanku sendiri, Mi? Lagi pula, kenapa Mami melakukan semua ini? Mami udah bikin keluarga Tavi salah paham dan aku dipukuli begini!"

"Adek—"

"Jangan panggil aku dengan itu, Mi!"

Wanita itu melihat putranya setelah menghela napas lebih dulu. "Gini, ya, Arthur. Kamu dipukuli begini bukan salah mami. Itu semua karena keluarga wanita itu yang nggak tahu adat! Melakukan kekerasan kayak orang nggak pernah sekolah."

"Mami jangan lupa, aku juga mukul keluarganya Tavi itu. Jadi, kalau Mami mengatakan dia nggak tahu adat dan kayak orang nggak pernah sekolah, secara nggak langsung Mami juga ngatain aku begitu."

"Kamu hanya berusaha supaya nggak dipukul semakin banyak, Nak. Mami bisa maklum dengan hal itu."

"Mami selalu maklumin apa yang aku lakukan, tapi nggak buat orang lain."

"Ya, jelas nggak! Mereka itu cuma mau merusak kamu."

Arthur ditarik oleh maminya untuk duduk di sofa tempat wanita itu duduk sebelumnya.

"Mami udah punya cara untuk kamu untuk bisa menjalani hidup seperti sebelumnya."

Arthur memang belum mendengar mengenai apa yang akan maminya katakan, tapi dia sudah bisa merasakan sesuatu yang tak beres akan maminya kemukakan.

"Anak itu, gimana kalau kamu ambil dan kakak kamu akan mengadopsinya? Dengan begitu dia akan tetap dapat surat-surat legal sebagai bagian dari keluarga kita? Mami juga udah ngomongin ini sama Davni, keliatannya dia nggak keberatan untuk mengurus anak itu. Nantinya kita bakalan hire pengasuh yang kompeten, kita akan berikan seluruh fasilitas yang terjamin buat anak itu. Gimana menurut kamu?"

Arthur diam menatap maminya bukan karena tak bisa membalasnya. Dia hanya lelah dengan semua yang maminya berusaha untuk lakukan.

"Adek? Gimana? Kenapa kamu diem aja?"

"Mami mau aku mati lebih cepat, ya?"

"Hah? Kok, kamu balesnya begitu? Mami mau kamu menjalani hidup dengan mudah karena mengurus perusahahaan aja udah bikin kamu capek."

"Kalau Mami melakukan semua itu, aku akan jadi lebih capek. Karena aku yakin anak kami nggak bisa hidup tanpa ibunya. Aku juga begitu, Mi. Apa yang aku lakukan hingga di titik ini, itu juga karena aku nggak bisa hidup dengan baik tanpa ibu dari anakku. Kalau Mami berusaha mengambil anakku dari ibunya, kami akan mati lebih cepat karena tertekan."

"Adek, jangan begitu ngomongnya! Mami nggak mau melihat kamu susah!"

"Kalau gitu, lebih baik Mami diem aja. Mami ikutin apa yang akan aku lakuin. Mami kasih izin aku untuk bisa ini dan itu, maka semuanya akan berjalan lebih baik."

Mami Arthur itu terdiam membeku.

"Apa sulitnya memberikan izin buatku memperjuangkan anak dan perempuan yang aku cinta, Mi?"

Wanita yang sudah jauh dari kata muda itu menghela napas keras. "Terserah kamu aja. Mami nggak mau ikut campur. Tapi kalau perempuan itu nggak mau sama kamu, Davni adalah pilihan yang bagus untuk jadi pendamping kamu."

Kali ini Arthur yang tidak menjawab karena dia tahu bahwa bukan Davni sosok sederhana yang bisa Arthur jadikan teman hidup selamanya. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top