Chapter 15
[Epilog sudah aku post di Karyakarsa. Anyway, aku mau tanya ada yang suka baca pdf aja, kah? Karena kalo iya, kalian bisa hubungi di nomor WA 089643629835 buat beli versi pdf. Ini buat yang suka baca versi pdf yang jadi satu dan mudah, ya. Harganya sama seperti harga paket di Karyakarsa 50.000, bedanya kalo beli di KK pake biaya admin dll, kalo versi pdf nggak. Harga segitu tetep segitu. Silakan yang mau beli versi pdf, ya.]
Banyak desas desus yang berjalan di kantor. Nolan tidak tahu kenapa semua itu bisa masuk ke telinganya, tapi dia menjadi penasaran dengan fakta bahwa dia agak tahu mengenai nama yang sedang gencar menjadi gosip di perusahaan tempatnya bekerja.
Davni Atalia Hartawan. Perempuan itu adalah anak dari CEO perusahaan Nolan bekerja. Nama Davni yang pernah diceritakan oleh Tavi adalah orang yang sama dengan yang sekarang sedang dibicarakan oleh para pegawai. Putri tunggal CEO perusahaan itu ditinggalkan oleh mempelai pria saat seharusnya mereka menikah. Yang membuat ramai, sudah pasti terkaan mereka yang tidak mengetahui fakta sebenarnya.
Yang Nolan dengar, calon suami Davni adalah pria bule tukang tipu. Pikiran Nolan bekerja mencerna semua itu. Jika memang calon suami Davni adalah pria bule tukang tipu, bagaimana mungkin sekelas ayah Davni yang CEO bisa tertipu? Tidak mungkin CEO perusahaannya tidak menyelidiki latar belakang calon menantunya. Justru yang menjadi kecurigaan Nolan adalah, calon suami Davni kabur karena mengetahui fakta bahwa Davni masih mencintai mantan kekasihnya—Arthur Ronan.
Nolan bukan pria bodoh yang tidak bisa membaca kemungkinan tersebut. Mengingat cerita Tavi yang mengatakan bahwa Davni pernah dengan sengaja mengundang Tavi untuk makan malam bertiga dengan Arthur. Sepertinya Davni bukan tidak tahu, tapi ingin membuat Tavi merasa malu dan sakit hati.
Sejak awal, Nolan merasa bahwa Arthur memang tidak bisa melepaskan Tavi. Sedangkan pria itu malah membuat masalah dengan membawa dua hati perempuan. Melihat Tavi yang saat itu sibuk menghindari Arthur, bukan sisi pertemanan yang Nolan miliki untuk membantu perempuan itu untuk kabur. Justru karena Nolan ingin Tavi memang terpisah dari Arthur.
Katakan dirinya picik, tapi Nolan tidak bisa menghentikan ketertarikannya pada Tavi yang cerdas dan berpenampilan menarik. Meski jika dibandingkan dengan Davni penampilan fisik Tavi jauh di bawahnya, tapi bukan berarti Tavi tidak cantik. Yang jelas, Tavi bisa membuat bangga diajak jalan. Sedangkan Davni membuat tatapan orang-orang terarah padanya bak magnet. Cantiknya Davni sudah seperti selebriti, sedangkan Tavi standar orang normal lainnya.
Bicara mengenai Davni lagi, Nolan mulai menjadi penasaran, apakah Tavi tahu mengenai hal ini? Tavi masih memiliki perasaan untuk Arthur. Kemungkinan besar, Tavi akan kembali tersakiti jika tahu bahwa Davni batal menikah dan bisa saja kembali pada Arthur.
Nolan juga bingung dengan dirinya sendiri. Dia menyukai Tavi, tak ingin melepaskannya begitu saja, tapi dia tidak bisa memaksakan perasaannya pada perempuan itu. Melihat betapa gencarnya Arthur yang tetap mencari keberadaan Tavi, itu artinya perasaan ibu dari Emory itu tidak bertepuk sebelah tangan. Nolan ingin bahagia bersama Tavi, tapi dia tidak bisa egois menekan perasaan Tavi yang kuat untuk Arthur.
"Ah, sial! Gue bingung sama urusan perasaan!"
Pada kenyataannya, urusan perasaan memang sangat membingungkan. Terlalu rumit dan sukar diselesaikan.
Ruangan Nolan diketuk dan pelakunya langsung melongokkan kepala. "Lan, maksi nggak lo?"
"Udah masuk jam makan siang, Di?"
"Udah anjir. Lo mikirin apaan, sih? Kerjaan udah longgar juga, malah nggak sadar udah jam makan siang."
Abdi menjadi salah satu teman kantor yang asyik setelah Tavi tak lagi bekerja di sana. Biasanya mereka bertiga akan makan siang bersama, semenjak Tavi keluar dari perusahaan jadilah Nolan dan Abdi sebagai kembar nakal karena hobinya menggodai karyawan perempuan hingga salah tingkah brutal. Nolan melakukan itu karena dia merasa perlu juga membuka kesempatan bagi perempuan lain. Meski hingga kini belum ada yang benar-benar bisa mengambil atensinya.
"Yok, makan di kantin aja, Di. Gue lagi males keluar kantor."
"Iya, gue mah ikut aja sama lo, Lan."
Mereka berjalan menuju kantin, berniat untuk mengisi perut yang minta diisi. Namun, langkah Nolan terhenti ketika melihat dua orang yang menjadi tanda tanya di kepalanya berjalan bersama ke luar dari lift kantor. Sepertinya keduanya hendak pergi.
"Di, lo makan sendiri nggak apa-apa, kan? Gue mendadak ada urusan mendesak."
"Urusan mendesak apaan? Lo jangan aneh-aneh. Udahlah, makan aja kita!"
"Nggak bisa. Gue pergi dulu, ya!"
Nolan tidak mempedulikan seruan Abdi. Dia sedang mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Arthur dan Davni. Kenapa keduanya bisa keluar bersama dari lift? Meskipun ada kemungkinan pekerjaan, tapi hal semacam itu membuat Nolan curiga. Pikiran buruk memang selalu mudah menyerang manusia. Bagi Nolan, ketimbang terus menebak, dia memilih untuk mengikuti keduanya.
Tak peduli dengan perutnya yang lapar, Nolan terus mengikuti keduanya yang terlihat berdebat. Entah apa yang mereka bahas, tapi Nolan merasa ada argumen yang mau tak mau dimenangkan oleh Davni. Mereka berdua masuk ke mobil dan Nolan buru-buru untuk mengikutinya. Semakin lama, Nolan menjadi kesal sendiri.
"Lo sengaja cari Tavi, datengin dia, tahu soal anak kalian. Tapi kelakuan lo malah begini tanpa Tavi tahu?! Emang gila laki-laki ganteng kayak Arthur, tuh!" maki Nolan sendiri di dalam mobil.
Mereka berhenti di salah satu restoran terkenal. Nolan yang tidak berniat makan di sana mau tak mau mencari meja yang dekat dengan posisi Davni serta Arthur. Mau tak mau ikut memesan makanan yang dari menunya saja sudah membuat Nolan berdecak sendiri karena kisaran harganya yang akan terus membuat dompetnya lapar.
"Nih, orang-orang kaya nggak ada kasiannya sama orang miskin yang nggak bisa makan apa? Harganya nggak kira-kira."
Nolan tidak malu untuk menggerutu seperti itu meski ada pelayan yang menunggunya menyebutkan menu untuk dipesan. Setelah mendapatkan menu yang dirasa cukup bisa mengenyangkan, dia terus mengawasi meja Arthur. Rupanya ada wanita tua yang datang. Di sana, Davni dan wanita tua itu tertawa dan mengobrol tanpa canggung. Sedangkan Arthur terlihat sangat bosan dan tidak terlihat dalam mood yang bagus.
Dari pengawasan Nolan, wanita tua itu sepertinya ibu Arthur karena panggilan mami yang terdengar oleh telinga Nolan. Jika memang benar itu adalah pertemuan keluarga, Nolan benar-benar tak suka dengan diamnya Arthur. Kalo cintanya sama Tavi, kenapa malah cewek lain yang dikenalin ke ibunya?!
***
Arthur tak pernah suka dengan tingkah maminya yang selalu saja diluar kendali. Kali ini adalah inisiatif maminya yang mengajak Davni makan siang bersama. Arthur yang memang ada rapat di perusahaan tempat ayah Davni bekerja mau tak mau bertemu dengan perempuan yang baru gagal menikah itu. Davni dengan lugasnya mengatakan akan ikut dengan Arthur karena mami yang menyuruh demikian.
Meski Davni mengatakan tak memiliki perasaan apa pun pada Arthur, tetap saja banyak pihak yang akan berpikir macam-macam mengenai hubungan mereka. Terlebih lagi Davni baru saja gagal menikah. Semua itu membuat Arthur berdebat dengan Davni. Dia tidak suka dengan semua itu, tapi Davni menekankan bahwa hanya bersikap sopan atas ajakan mami.
Sekarang, Arthur hanya lebih banyak diam selagi maminya dan Davni mengobrol banyak. Entah kenapa maminya melakukan ini padahal sudah tahu bahwa Arthur memiliki anak dari perempuan yang dicintainya. Sikap maminya malah seolah tak pernah mendengar informasi itu sama sekali dari bibir Arthur sendiri.
"Mami, aku harus balik duluan. Ada meeting sama klien. Kalian bisa habisin lebih banyak waktu. Aku duluan, bye!"
"Apa? Adek, hei! Davni giman—"
Arthur tidak menunggu lebih lama lagi untuk berada di sana. Mendengarkan obrolan dua wanita yang sibuk dengan angan-angan mereka membuat Arthur malah memikirkan Tavi. Dia merasa semakin bersalah pada Tavi dengan tidak mencoba membuat maminya dan Tavi dekat. Sekarang malah Davni lagi yang digadang maminya. Padahal sudah jelas Arthur mengatakan tidak mencintai Davni, tapi ucapannya itu tidak digubris maminya sama sekali.
Langkah Arthur panjang menuju mobilnya yang terparkir. Dia hendak membuka pintu mobil, tapi seseorang memanggil namanya.
"Arthur Ronan!"
Arthur menatap pria yang menyebutkan namanya dengan benar itu. Matanya memicing mencoba mengingat siapa orang tersebut.
"Anda mengenal saya?"
"Saya Nolan Arkali. Salah satu manajer di perusahaan tempat Anda menaruh saham saat ini."
"Oh. Ya, ya. Sepertinya saya ingat kamu. Saya pernah lihat kamu di sana."
Nolan mengangguk dan terlihat akan mengatakan sesuatu.
"Apa ada urusan mendesak? Mungkin kita bisa bicarakan di tempat lain yang lebih pantas, Pak Nolan."
"Nggak perlu. Saya hanya mau menegaskan. Tolong berhenti menyakiti Tavi."
Senyuman sopan Arthur perlahan hilang ketika nama Tavi disebutkan. Rasa tak suka Arthur ketika nama perempuan yang dicintainya disebut dari bibir pria lain seketika saja muncul. Dia yakin bahwa Nolan bukan pria sembarangan hingga bisa mengatakan hal ini.
"Apa urusannya sama kamu?" balas Arthur.
"Apa urusannya? Lo pikir yang selama ini ngurusin Tavi supaya tetap waras menghadapi kehidupannya yang kacau siapa? Lo pikir siapa yang adzanin di telinga anak-anaknya Tavi? Lo nggak tahu apa-apa soal Tavi selama ini. Lo cuma dateng disaat dia udah mulai menyembuhkan lukanya!"
Arthur tidak bertingkah gegabah dengan memukul Nolan meski dia sangat ingin melakukannya. Membayangkan Nolan yang ada di samping Tavi dan anak-anaknya membuat Arthur cemburu.
"Saya memang melewatkan banyak hal, Nolan. Tapi saya kehilangan kesempatan itu bukan karena keinginan saya sendiri. Saya ucapkan terima kasih untuk semua usaha yang kamu lakukan untuk tavi dan anak-anak kami. Tapi mulai sekarang, kamu nggak perlu melakukan semua itu. Saya bisa melakukannya untuk Tavi dan anak-anak kami."
Arthur sudah akan membuka pintu, tapi Nolan menerjang tubuhnya dan memukul Arthur.
"Brengsek! Lo yang udah mengacaukan semuanya dan dengan enteng malah mau balik bikin kacau hidup Tavi, hah!? Lo mau usaha apa?! Mami lo aja lebih akrab sama perempuan lain ketimbang Tavi yang melahirkan anak-anak lo!"
Arthur tahu Nolan sedang meluapkan kemarahan yang hanya membuat malu. Namun, ucapan Nolan juga berhasil menyulut ketakutan Arthur mengenai Tavi yang tak diterima maminya.
"Jangan sok tahu!!" balas Arthur.
Keduanya terlibat baku hantam yang akhirnya dipisahkan oleh pihak keamanan restoran. Hal itu tentu saja diketahui oleh mami Arthur dan Davni. Hal ini malah membuat maminya semakin berpikiran buruk mengenai Tavi. Arthur menyalahkan Nolan karena malah membuat presepsi maminya semakin negatif pada Tavi dan kemungkinan besar jalan Arthur membawa Tavi untuk membangun keluarga kecil akan semakin sulit.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top