Chapter 12
[Bab sembilan udah aku cicil, ya. Doain besok biar bisa update lagi. Yuk, mampir ke karyakarsa kataromchick.]
"Selamat pagi, Vi!" sapa Arthur. Lalu pandangan pria itu terarah pada Emory yang menyusu tapi matanya terbuka.
"Wah, anak papa udah ganteng."
Sikap pria itu sangatlah santai untuk ukuran pria yang diusir oleh Tavi kemarin. Tidak ada sikap canggung yang terlihat, justru Arthur tampaknya sudah bisa membaca reaksi seperti apa yang akan Tavi berikan.
"Kamu ngapain ke sini pagi-pagi?"
"Aku niatnya mau ke makam Rory. Tapi aku ingat kalo kamu kemarin pagi juga ke makam anak kita. Aku sekalian ke sini buat jemput kamu, Vi."
Tangan Arthur mengusap pipi berisi milik Emory. "Nggak nyangka pagi ini aku bisa lihat Emory yang udah rapi dan mamanya yang masih pakai baju tidur."
Tavi sontak saja langsung teringat bahwa dia hanya menggunakan pakaian tidur tipis yang basah akibat memandikan Emory. Aduh! Pasti nyeplak! Tavi memejamkan matanya sendiri karena tidak bisa menahan rasa malu disindir oleh Arthur demikian. Fakta bahwa bukan hanya karena menggunakan pakaian tidur, Tavi juga malu karena tidak menggunakan bra. Dia terbiasa tidur tanpa bra dan lebih leluasa menyusui serta memerah ASI untuk Emory tanpa susah payah berurusan dengan kain bra.
"Boleh aku gendong Mory?" tanya Arthur memecah kebingungan Tavi mengatasi rasa malu.
Tavi tentu saja tidak langsung memberikan kesempatan demikian. Dia tidak yakin apakah Arthur bisa menggendong bayi atau tidak. Kemarin saja pria itu hanya Tavi izinkan untuk menatap Emory dan tidak diizinkan untuk menggendongnya.
"Memangnya kamu bisa?" balas Tavi.
"Let me, and watch me."
Jika Arthur mengatakan hal demikian, Tavi tahu bahwa pria itu sangat percaya diri. Mungkin Tavi memang harus melihat keahlian pria itu yang tak pernah Tavi ketahui saat mereka bersama dulu.
Secara perlahan Emory berada dalam rengkuhan Arthur. Bayi itu semula marah karena posisi botolnya yang agak terlepas, untungnya langsung mendapatkan apa yang diinginkannya tak lama kemudian.
"Wow. Aku baru ngerasain gendong bayi yang berat badannya oke kayak Mory. Sebelumnya aku cuma gendong ponakan atau bayinya temen-temenku aja, tapi nggak seberisi anakku sendiri begini."
Tavi mengakui dirinya sangatlah lemah, di dalam hatinya terlalu banyak sisi yang tidak bisa bersikap kerasa terhadap Arthur. Apalagi ketika mendengar semua kalimat mengenai anak mereka. Terlalu banyak keinginan yang sifatnya hanya halusinasi yang ada di benak Tavi, tetapi kenyataan tak memberikan hal yang dinantikan Tavi untuk terjadi. Salah satu halusinasinya adalah Arthur dan dirinya yang sedang menikmati masa-masa menjadi orang tua muda bagi Emory. Usia mereka yang akan menginjak kepala tiga masih bisa disebut muda, 'kan?
Mendapati tatapan Arthur pada putra mereka membuat Tavi merinding. Meski Arthur mengatakan pernah menggendong bayi orang lain, entah dari saudaranya atau teman yang dijenguknya, semua itu tak pernah Tavi saksikan sendiri. Sulit untuk percaya pada apa yang dilakukan dan dikatakan Arthur. Rupanya pria itu sudah memiliki insting sebagai seorang ayah.
"Vi? Are you okay?" tanya Arthur saat mendapati Tavi melamun.
"Hm."
"Kamu tunggu di dalam, aku mau mandi. Nanti ada bunda yang akan jemput Mory. Kamu nggak bisa nahan bunda untuk bawa cucunya, jadi daripada nantinya ada drama, kamu langsung turutin apa kata bunda aja."
Arthur mengangguk dengan patuh, tidak berusaha mengeluarkan kalimat kontra pada Tavi. Pria itu malah kembali menatap putranya yang sedang dipangku dengan susu yang sebentar lagi habis. Tavi masih ingin mengamati semua kegiatan itu, tapi sisi realistisnya menyadarkan bahwa tidak seharusnya Tavi terus berada di sana dan merekam kegiatan antara Arthur dan Emory. Semua itu bisa berakibat buruk, karena bisa saja Tavi melakukan hal nekat seperti menerjang tubuh Arthur dan memeluknya erat.
Sadar, Vi! Don't do anything stupid! Tavi langsung menggelengkan kepala dengan cepat dan berjalan menuju kamarnya sendiri. Mandi mungkin akan menjadi pilihan yang lebih baik. Semoga saja isi kepalanya yang semrawut bisa langsung teratasi dengan diguyur air dingin.
***
Arthur sebenarnya sedang meninggalkan kekacauan yang terjadi di rumahnya. Ya, keluarga mana yang tidak kacau jika mendengar putra bungsu kesayangan maminya mengaku sudah memiliki anak? Terlebih lagi ini adalah Arthur, si anak baik-baik yang hanya terdiam jika diajak temannya dugem, si anak nggak neko-neko dengan hobi one night stand atau semacamnya. Arthur benar-benar berlian diantara anak-anak emas mami.
Ketika mendengar seluruh fakta yang berkebalikan dari apa yang keluarganya ketahui, spekulasi negatif mulai bertebaran. Semuanya menjurus pada penilaian buruk bahwa perempuan hamil itu mengaku dihamili Arthur, dipengaruhi oleh si perempuan dengan seks, dijebak, menjadi korban, atau lebih parahnya lagi diancam agar mau mengakui anak di dalam kandungan si perempuan yang bahkan belum Arthur sebutkan namanya.
Kepala Arthur serasa mau pecah mendengar semua tuduhan anggota keluarganya pada Tavi yang belum mereka kenal. Pria itu belum membawa tindakan yang agaknya berani dengan membawa Tavi dan anak mereka ke hadapan keluarga Arthur. Bagaimana jika nantinya Arthur akan melakukannya? Apa keluarganya akan dengan tega menyakiti Tavi dengan tuduhan mereka semua?
Apakah Arthur tidak berusaha menjawab dan menjelaskan? Tentu sudah! Tapi yang namanya orang sedang terkejut dan sudah memiliki pandangan sendiri yang terlalu dipercaya, mana bisa penjelasan Arthur diterima? Yang ada malah Arthur dikira sedang membela perempuan yang menurut mereka tak tahu diri.
Ketika wajah Emory terpampang di mata, hati Arthur menjadi semakin merasa bersalah. Dia sudah menyakiti Tavi begitu besar. Membuat perempuan itu berjuang sendiri dengan kehamilannya, tidak memberikannya status, tidak mengatakan cinta sejak awal, memanfaatkannya, dan kini berpotensi menyakitinya dengan sikap sinis keluarga.
Arthur tak ingin jika Emory tidak memiliki figur keluarga yang utuh. Dia ingin membawa Emory dan Tavi menjadi keluarga kecil yang bahagia. Ya, bahagia bukan hal yang mustahil untuk didapatkan karena kebahagiaan itu sifatnya harus diusahakan bukan diharapkan. Arthur yakin bahwa dirinya bisa memberikan kebahagiaan pada Tavi dan Emory dengan terus berusaha. Namun, bagaimana dengan Tavi sendiri? Apakah perempuan itu mau berusaha membahagiakan dirinya dengan bersama Arthur?
"Mory, papa harus gimana?" tanya pria itu pada bayinya yang hanya terdiam menatapnya.
Arthur mengetahui teknik untuk memastikan bayi mengeluarkan udara yang ada di perut bayi itu selama menyedot ASI. Secara perlahan Arthur memposisikan Emory dengan nyaman, mengelus dan sedikit menepuk punggung putranya agar Emory bisa beserdawa. Tak lama, Emory mengeluarkan bunyi serdawa dan Arthur bangga dengan tugasnya yang berhasil itu.
"Good boy! Anak papa pinter banget, nih." Arthur mencium pipi menggemaskan milik Emory.
Dia sedang merasa sangat bahagia dengan waktu yang dimiliki bersama Emory. Dengan keberadaan bayi itu, seluruh kegundahan Arthur terlupakan untuk sejenak. Sayangnya, Arthur tidak bisa berlama-lama bermain dengan putranya karena seseorang sudah datang. Seperti yang Tavi katakan, akan ada bunda yang datang untuk membawa Emory.
"Kamu lagi," ucap ibu Nolan yang kentara sekali malas untuk melihat wajah Arthur. "Mana Tavi?"
"Lagi mandi, Bunda."
Ibu Nolan berdecak dengan sebutan yang digunakan oleh Arthur. "Siapa yang bilang kamu boleh panggil saya bunda? Itu hanya panggilan yang boleh digunakan oleh anak saya!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top