PROLOGUE
She's the strongest person I know
Even though there are a lot of obstacles in front of her
Even though tears dripping from her blue eyes
She never gives up
And I will always be by her side in every way she choses
❁⃘*.゚
Di suatu area pertokoan, ada dua polisi duduk jongkok di balik jajaran mobil yang terparkir. Area pertokoan itu sudah sepi, gelap, dan banyak toko yang sudah tutup karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Walaupun penerangan di tempat itu hanyalah lampu jalan dan lampu depan toko, suasana tersebut tidak memadamkan semangat kedua polisi itu untuk menjalankan kewajibannya.
"Cat, ayo kita bahas kembali tersangka kita kali ini agar tidak lupa."
"Baiklah, Jack. Silakan."
Jack mengangguk menatap partnernya, gadis berambut pirang dan bermata biru bernama Catherine Lindberg, lalu berdehem untuk melegakan tenggorokannya dan mulai berbicara. "Tersangka bernama Owen Surt. Dia adalah salah satu supplier narkotika yang sedang kita kejar. Menurut salah satu informanku, dia selalu melewati jalan ini setiap malam."
"Menarik. Nah, berarti sekarang kita tunggu di sini dan mengikutinya begitu dia lewat?"
"Tepat sekali!" seru Jack yang langsung dibungkam Catherine karena suaranya terlalu keras.
"Kamu gimana sih?! Kita kan sedang mengintai! Jangan keras-keras, dong!" sahut Catherine yang tentu saja berbisik.
"Maaf, Cat," Jack menutup mulutnya. Lalu kedua matanya menangkap seorang laki-laki yang berjalan di trotoar seberang mereka. Jack langsung memberi isyarat bahwa target sudah ada di depan mata.
Mereka berdua yang bersembunyi di balik jajaran mobil yang parkir di pinggir jalan, sedikit mengintip agar bisa melihat target mereka.
"Itu dia! Owen Surt!" ucap Jack dengan suara berbisik. "Ayo, kita ikuti."
Mereka berdua pun mulai berjalan seolah mereka pejalan kaki biasa. Namun langkah mereka sangat sunyi agar target mereka tidak menyadari keberadaan mereka.
Namun, tak sengaja kaki Catherine menginjak sampah botol minum plastik dan menimbulkan bunyi yang cukup keras. Catherine berharap agar target mereka tidak mendengarnya.
Namun, sayang sekali, Owen mendengarnya dan menyadari keberadaan Catherine dan Jack. Ia juga mengenali wajah kedua polisi itu. Alhasil, ia pun mulai kabur.
"Ada ayam lepas!!" seru Jack.
"Ayam lepas" adalah istilah buatan mereka berdua untuk menyebut pelaku yang kabur.
Kedua polisi itu segera berlari mengejar si ayam lepas. Untungnya, larinya tidak terlalu cepat hingga Catherine bisa menangkap lengannya dan segera meringkusnya. Namun, belum sempat Catherine mengikat tangannya dengan borgol, Owen meronta-ronta dan melepaskan diri.
Sebelum kabur lagi, Owen menghantam wajah Catherine dengan tinjunya dan mendorongnya hingga tubuhnya menghantam tembok toko. Catherine terjatuh dan Owen kabur lagi.
Jack yang datang belakangan berusaha menolong Catherine, namun Catherine dengan cepat berdiri kembali dan mengejar si ayam lepas.
Kecepatan Catherine semakin cepat dan akhirnya ia bisa mencengkeram lengan Owen. Sang target berusaha melepaskan diri, namun kali ini cengkeraman Catherine lebih kuat dari sebelumnya.
Catherine menarik kerah baju si tersangka dan membantingnya keras dengan jurus judonya.
"BERANINYA KAU MEMUKUL WANITAAA!!!" seru Catherine ketika ia membanting pria yang jauh lebih tinggi darinya itu.
Akibat bantingannya, Owen pingsan. Jack pun segera datang menghampiri dan memborgol kedua tangannya.
"Owen Surt. Anda kami tangkap atasan tuduhan pengedaran narkoba. Anda punya hak untuk tidak bica-ah, dia pingsan," ucap Jack. Ia pun berdiri dan memberi Catherine saputangannya. "Cat, kamu tidak apa-apa?"
Catherine menerima saputangan dari Jack dan menyeka luka dan kotoran yang ada di wajahnya. "Aku tidak apa-apa. Maaf, gara-gara aku, dia jadi kabur."
Jack menggeleng. "Tidak. Harusnya aku yang berterima kasih karena kamu sudah membantuku menangkap orang ini. Ayo, bawa dia ke kantor polisi. Kali ini aku yang menyetir."
Jack menggotong tersangka yang pingsan itu di bahunya. Catherine mau membantu tapi ditolaknya.
"Yuk, mampir ke warung sosis bakar dan jajan sebelum pergi ke kantor. Aku traktir!" seru Jack. "Warung itu buka sampai tengah malam, lho!"
Catherine hanya mengangguk setuju dan berjalan mengikuti Jack ke mobil.
"Catherine Lindberg."
Suara bariton yang tak dikenal masuk ke telinga Catherine seiring dengan jatuhnya bunga Daylily kuning yang rontok dari tanamannya yang ada di beranda lantai 2 toko. Seakan bunga itu jatuh hanya untuk memanggilnya, namun Catherine tahu itu hal yang mustahil.
Ia menoleh kesana-kemari mencari si pemilik suara, namun ia tidak menemukan orang lain selain dirinya, Jack, dan Owen yang sedang pingsan itu.
"Jack, kamu tadi manggil aku?" tanya Catherine.
"Tidak, kok," balas Jack.
"Tadi aku mendengar ada yang memanggilku."
"Hm? Aku tidak dengar apa-apa," Jack menoleh sekitar tapi tak ada siapa-siapa. "Apa kamu berhalusinasi setelah terbentur? Bagaimana kalau kita ke rumah sakit dulu?"
Catherine menggeleng. "Tidak. Tidak perlu. Aku tidak apa-apa kok. Palingan cuma perasaan aja."
"Baiklah kalau kau bilang begitu."
Setengah jam kemudian, Catherine dan Jack tiba di ruangan Divisi Kejahatan Serius Kantor Kepolisian Daylily. Mereka sudah menyerahkan Owen Surt kepada petugas berseragam untuk diproses. Mereka akan menginterogasinya nanti.
"Kerja yang bagus, Lindberg, Klein!" ucap Inspektur Akasha Halpern, pemimpin Divisi Kejahatan Serius.
Catherine dan Jack merasa bangga karena dipuji atasannya itu. "Terima kasih, Inspektur!"
"Beristirahatlah sejenak. 1 jam lagi kita akan ada rapat untuk membahas kasus pembunuhan berantai yang sedang kita urus. Kita mendapatkan informasi baru," ucap Akasha.
"Baik!"
Sang Inspektur pun kembali ke ruangannya. Catherine dan Jack juga kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.
"Fuaah!! Lelahnya! Aku mau cuci muka lalu tidur sebentar di ruang istirahat," ucap Catherine sambil meregangkan tubuhnya.
"Pasang alarm ya! Kalau kamu ketiduran dan tidak datang rapat, kamu bisa membuat Inspektur marah. Nanti kamu malah di-skors," balas Jack.
Catherine hanya tertawa kecil dengan nada meremehkan. "Kamu ini kayak mamaku aja."
"Itu karena kamu sering terlambat, Cat. Aku tidak mau kamu di-skors dan meninggalkanku sendirian di sini."
"Awww, so sweet."
"Aku tidak mau mengurus laporan, menginterogasi tersangka, dan menghadapi sidang sendirian, Cat. Kamu harus membantuku."
"Iya, iya."
Setelah berkata begitu, Catherine beranjak dari kursinya dan berjalam menuju lokernya untuk mengambil sabun wajah. Setelah itu, ia pergi ke toilet wanita untuk membasuh wajahnya.
Catherine menyalakan kran wastafel dan membasuh wajahnya. Dinginnya air serta sabun yang diusapkan ke wajah lembutnya melunturkan rasa penat akibat mengintai.
"Cat! Akhirnya kamu kembali juga!"
Terdengar suara yang sangat dikenal Catherine. Suara sahabatnya, Sarah. Sahabatnya itu baru keluar dari salah satu stall toilet. Sarah mendekati Catherine lalu menyerahkan handphone dengan casing motif bunga.
"Ini punyamu kan? Dari tadi berdering karena orang-orang kejaksaan meneleponmu. Pacarmu, Clive dan Jaksa Wolf. Jaksa Wolf hanya sekali, namun Clive menelepon sampai... ah pokoknya banyak sekali."
Catherine tidak menjawab. Ia hanya menatap sahabatnya itu. Ia kagum betapa cantik dan wanginya sahabatnya itu. Padahal sudah malam hari dan mereka lembur, tetapi penampilannya masih fresh dengan kemeja putih dan sweater merah muda serta jas merah, celana panjang formal berwarna sama. Rambut pendek coklatnya juga terlihat rapi. Bahkan make up yang tidak berlebihan di wajahnya juga menambah kecantikannya.
"Cat!" Sarah menepuk pipi Catherine.
"Gyaaaah!!! Jangan sentuh wajahku!! Kamu belum cuci tangan, kan?!" seru Catherine mengusap pipinya. Sarah hanya terkekeh.
Sarah menyelipkan handphone Catherine ke saku celana pemiliknya. Lalu ia sendiri mencuci tangannya.
"Sebaiknya kamu telepon balik pacar jaksamu itu. Tadi sempat kuangkat sekali, suaranya terdengar khawatir," kata Sarah.
Catherine tertawa kecil. "Dasar, Clive!"
Beberapa saat kemudian, Sarah dan Catherine pun selesai dengan urusan mereka di toilet. Sarah kembali ke ruang Divisi Kejahatan Serius, sedangkan Catherine pergi ke ruang istirahat khusus wanita.
Catherine memasuki ruangan yang tidak terlalu luas namun nyaman untuk istirahat. Ada AC, sofa, beberapa bantal, dan beberapa kasur lipat. Ada televisi juga, namun tidak boleh dinyalakan karena Kepolisian Daylily sedang menghemat listrik.
Catherine menata bantal di sofa dan merebahkan tubuhnya ke atas sofa tua namun nyaman untuk ditiduri. Rasanya semua ototnya yang sakit dan pegal seperti berterima kasih padanya karena akhirnya ia beristirahat. Saat ia sedang mengatur alarm-nya, handphone-nya berdering. Kekasihnya, Clive, menelepon.
"Halo, Clive!"
"Cat!! Kenapa kamu meninggalkan handphone-mu di kantor?! Jadi susah dihubungi kan!"
Mendengar teriakan Clive, seketika Catherine menjauhkan handphone-nya dari telinganya sejenak.
"Hahaha! Aku lupa membawanya, Clive," Catherine membuat alasan.
Terdengar suara helaan napas Clive dari seberang telepon. "Kamu hari ini lembur?"
"Iya. Kamu tahu kan kasus pembunuhan berantai yang aku ceritakan itu? Kami mendapat informasi baru dan akan membicarakannya di rapat satu jam lagi."
"Baiklah. Semangat terus ya, sayang. Kalau sudah selesai, telepon aku. Aku akan menjemputmu. Setelah itu, ayo makan malam bareng di warung tenda pinggir jalan langgananmu."
Mendengar perkataan Clive, Catherine menjerit kesenangan. "Kyaaa!! Terima kasih, Clive! Aku sayang kamu!!"
"Aku juga. Sudah ya, aku sedang ada acara minum-minum sama jaksa lain. Jadi, kututup ya."
"Oke! Sampaikan salamku untuk Jaksa Wolf!"
"Ya. Sampai nanti, Cat."
"Sampai nanti!"
Setelah telepon terputus, Catherine berguling-guling di sofa sambil menciumi ponselnya. Namun, karena rasa kantuk menyerangnya, ia pun memutuskan untuk memasukkan kembali handphone-nya ke saku dan memejamkan matanya sejenak.
__________________
"Hhhmmm..."
Catherine membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah cahaya putih dari jendela. Catherine menguap lebar sambil meregangkan tubuhnya.
"Sudah pagi, ya?"
Catherine menggaruk-garuk kepalanya sebentar sebelum ia terbelalak kaget.
"PAGI??!! SUDAH PAGI??!! RAPATNYA?! AKU KETINGGALAN RAPAT?!! ADUH, INSPEKTUR PASTI AKAN MEMBUNUHKU!!!!"
Catherine segera bangkit. Namun ia tersadar kalau ia tidak berada di ruang istirahat. Tapi berada di ruang kelas yang kosong.
"Hm? Aku dimana? Ini sekolahan?"
Catherine kebingungan. Ia tidak merasa tidur berjalan sampai ke sebuah sekolah. Bahkan ia tidak tahu ia sedang berada di sekolah mana. Namun, entah kenapa Catherine seperti pernah melihat ruang kelas ini. Ada perasaan nostalgia yang muncul ketika ia melemparkan pandangannya ke sekitarnya.
Catherine berjalan keluar kelas dan menyusuri koridor ruangan yang sepi. Tidak ada seorang pun yang berada di sekolah itu. Tentu saja karena para murid berada di rumah karena libur panjang semesteran.
Catherine sampai di gerbang sekolah. Matanya terbelalak ketika melihat nama sekolah yang terpampang di atas gerbang.
"Daylily Junior High School. Ini sekolahku dulu!!" seru Catherine. "Kenapa aku bisa ada di sini? Kantor polisi kan jauh dari sini. Beda distrik pula!"
Catherine melihat sekitar sekolahan. Tidak terlalu ramai, namun toko-toko di sekitarnya masih buka. Tidak ada yang berbeda. Rasanya semuanya sama seperti biasanya.
Catherine merogoh sakunya, meraih handphone-nya. Aneh. Tidak ada miss call satu pun. Kalau dia sampai berada sejauh ini dari kantor polisi, seharusnya minimal ada satu orang yang menghubunginya untuk mencarinya. Apalagi akan ada rapat penting.
Catherine mencoba menghubungi Clive.
"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi."
Beberapa kali Catherine coba, yang ia dengar hanyalah suara wanita itu. Catherine mencoba menghubungi Jack, Sarah, dan teman-temannya yang lain, namun hasilnya sama.
"Kenapa semuanya tidak bisa dihubungi?" Catherine panik.
Catherine memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia tidak tahu kenapa ia bisa berpindah puluhan kilometer dari tempat asalnya, sofa di ruang istirahat. Tidak ada yang menghubunginya dan sekarang tidak ada yang bisa dihubungi.
Setelah berpikir beberapa saat, Catherine memutuskan untuk kembali ke kantor polisi. Kalau semuanya tidak bisa dihubungi, setidaknya ia bisa menemui teman-temannya di kantor. Selain itu, ia HARUS meminta ampun kepada Inspektur karena ia tidak ikut rapat. Ia akan menjelaskan semuanya.
Dari Daylily Junior High School sampai Kantor Kepolisian Daylily, hanya perlu naik kereta selama setengah jam. Dari sekolah ke stasiun hanya butuh jalan kaki selama 15 menit.
Tanpa pikir panjang, Catherine langsung berjalan menuju stasiun. Sambil berjalan, ia terus mencoba menelepon Clive dan teman-temannya. Namun berkali-kali dicoba pun, usahanya masih belum membuahkan hasil. Catherine semakin panik dan kebingungan hingga air matanya hampir keluar. Namun, ia tetap berusaha keras agar tangisannya tidak pecah.
Bruuk!!
Akibat tidak memperhatikan jalan, Catherine menabrak seseorang hingga terjatuh. Walaupun pantatnya sakit, Catherine segera bangkit dan meminta maaf kepada orang yang sudah ditabraknya. Ia juga membantu membereskan barang-barang milik orang tersebut yang jatuh berserakan akibat bertabrakan dengannya.
"Maaf! Maafkan aku! Aku tidak lihat-lihat jadi malah menabrakmu!" ucap Catherine sambil mengumpulkan barang-barang yang terjatuh dan menyerahkannya ke pemiliknya. "Ini punyamu. Apakah ada yang rusak atau kurang?"
"Ah, tidak apa-apa. Aku juga ceroboh karena tidak melihat jalan," balas orang tersebut.
Catherine terperangah melihat orang di hadapannya. Orang yang ia tabrak adalah sahabatnya sejak SD!
"Erina! Ah, syukurlah! Ternyata aku menabrak sahabatku sendiri!" seru Catherine.
Tetapi, orang yang ada di hadapannya hanya menatapnya dengan wajah kebingungan.
"Umm... maaf? Anda siapa?" tanyanya. "Nama saya memang Erina, tapi apakah saya mengenal Anda?"
"Hah?" Catherine sangat terkejut mendengar perkataan sahabatnya itu. Bisa-bisanya Erina berkata seperti itu. Seperti tidak mengenalnya.
"Erina? Kamu kenapa?" Catherine bingung. "Kamu tidak tahu siapa aku? Kita kan baru ketemuan dan hang out bareng hari Sabtu lalu!"
Wajah Erina malah terlihat kebingungan.
"Aduh, Erina! Kamu bercandanya keterlaluan deh! Ini aku, Catherine! Catherine Lindberg! Sahabatmu sejak dulu!"
Mendengar perkataan Catherine, Erina berpikir sejenak sebelum akhirnya ia menunduk dengan wajah sedih.
"Maaf, saya memang tidak mengenalmu. Mohon maaf, saya harus pergi," ucap Erina dengan cepat. Sebelum Erina berhasil pergi jauh, Catherine segera menahan tangannya.
"Erina? Kenapa kamu begini? Bercandanya jangan jahat gitu dong!" seru Catherine. "Kita kan terus bersama sejak dulu!"
Erina menunduk dalam. "Sampai SMP, saya memang punya sahabat bernama Catherine Lindberg. Tapi, saya yakin kalau itu bukan Anda."
"Hah?"
"Karena Catherine Lindberg yang saya kenal sudah lama meninggal."
Catherine membeku mendengar kalimat terakhir Erina. Tanpa sadar ia melepaskan genggamannya pada tangan Erina. Erina membungkuk sedikit sebelum akhirnya pergi meninggalkan Catherine yang masih membeku.
"Me-Meninggal? Catherine Lindberg yang dia kenal sudah meninggal? Tapi kan, hanya aku Catherine Lindberg yang dia kenal," ucap Catherine setelah kesadarannya kembali. "Aku... sudah meninggal?"
Catherine meraba wajahnya dan mencubit pipinya. Terasa sakit.
"Tapi, aku kan masih hidup!"
✧✧✧
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top