Ep. 8 - After Working
You appeared in front of the door smiling
Flowers blooming inside my heart upon seeing your face
I know you try to hide it
But I can see your weariness behind your gaze
You helped a lot of people today
Don't worry, just come inside
I'll take that weariness away from you
❁⃘*.゚
"Natasha!"
Natasha hanya berdiri tak berkutik di depan Leon. Tubuhnya gemetar walau bahunya dicengkeram kuat oleh Leon. Pisau yang dipegang Leon menempel di lehernya dan mungkin sudah sedikit menggoresnya.
"Leon Surt! Lepaskan Natasha!!" seru Jack yang mengacungkan pistolnya ke arah Leon seperti polisi lain.
"Kalau kalian mengkhawatirkan gadis ini, kalian harus membiarkanku pergi!" sahut Leon.
"Aku tidak mengkhawatirkan dia! Tapi mengkhawatirkanmu!!! Cepat lepaskan dia! Bahaya!!"
Setelah itu tidak ada yang bergerak maupun bersuara. Leon masih menyandera Natasha sambil menatap tajam para polisi yang mengacungkan pistolnya padanya. Semua polisi masih bersiaga.
Frederick lalu berbisik pada Akasha.
"Inspektur, lawan transaksi sudah diringkus. Setelah diperiksa, bungkusan yang dia bawa memang berisi narkoba."
"Terima kasih atas laporannya, Sersan."
"Inspektur, kita harus membuat Natasha membebaskan dirinya!" ucap Sarah.
"Bodoh! Kamu mau Leon mati?!" sahut Clive.
Tatapan Akasha tidak lepas dari Natasha dan Leon. Ia berpikir sejenak. "Saya rasa tidak ada cara lain selain itu."
"Inspektur!" Clive terlihat menentang keras.
"Saya percaya Linn tidak akan membunuhnya. Semoga."
"Bahkan Inspektur saja ragu..." komentar Frederick.
"Tapi ini cara tercepat. Saya juga tidak ingin dia melepaskan Linn lalu menyandera warga sipil."
Lalu, Inspektur Akasha maju selangkah ke depan.
"Linn, apakah kamu akan membiarkan lehermu dilukai oleh pria itu?" tanya Akasha pada Natasha.
"E-eh?"
"Luka gores di lehermu nanti akan meninggalkan bekas lho. Saya pernah ditusuk pisau di bagian perut dan sampai sekarang masih ada bekas lukanya."
"Be-bekas luka..." suara Natasha gemetaran.
"Ya. Kalau kamu tidak ingin punya bekas luka yang terlihat di lehermu, kamu tahu harus melakukan apa. Saya mengizinkannya, tidak, ini perintah."
"Hey!! Diam kau!! Kau mau urat leher gadis ini benar-benar putus?!" sahut Leon.
"Yah, saya sudah selesai bicara," Akasha kembali mundur.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari Natasha. Natasha berteriak sambil menghantam keras ulu hati Leon dengan sikutnya. Leon mundur beberapa langkah sambil terbatuk-batuk. Masih belum pulih dari rasa sakit di ulu hatinya, detik berikutnya kaki Natasha mendarat keras di pelipisnya.
Leon terhuyung-huyung dan terjerembab ke tanah. Namun ia masih bisa berdiri dan langsung mengacungkan pisaunya ke arah Catherine yang berdiri di dekatnya walau pandangannya sudah tidak bisa fokus.
Saat Leon mendekati Catherine dengan pisau di tangannya, dengan sigap Catherine mencengkeram lengan dan kerah baju Leon dan memutarnya di udara 360゚sebelum membantingnya keras ke tanah.
Leon akhirnya tak sadarkan diri. Lalu Clive, Jack, dan Edward meringkus dan memborgol tangan Leon, sedangkan polisi lain menghubungi ambulans.
5 menit kemudian, ambulans datang. Catherine dan kawan-kawan berkumpul di salah satu ambulans dan mengobati luka mereka, terutama Natasha dan Clive. Leon sudah dibawa ambulans lain ke rumah sakit.
"Clive, kamu tidak apa-apa? Kamu banyak mengeluarkan darah," tanya Sarah.
"Aku tidak apa-apa, Sarah. Ini hanya luka gores."
Luka Clive sudah diobati dan diperban oleh petugas kesehatan. Untungnya lukanya tidak parah dan Clive masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari asalkan ia tidak lupa mengganti perbannya.
Luka di leher Natasha juga tidak parah. Hanya goresan kecil. Natasha lega bahwa lukanya tidak akan meninggalkan bekas. Ia lega dengan keputusannya untuk menghajar Leon.
"Hmm... Bagaimana ya keadaan Leon? Soalnya dia kena tendangan Natasha," celetuk Jack.
"Ja-Jack!" Wajah Natasha terlihat memerah. Ia memang tidak suka ada yang membahas soal korban tendangannya.
"Dia juga dibanting Kat," timpal Sarah.
"Kat, kamu hebat sekali bisa membanting orang yang lebih besar dari kamu! Inspektur dulu pernah melakukannya juga!" seru Jack.
"Kamu juga mendalami judo ya, Lindberg?" tanya Akasha.
"I-Iya," Catherine salah tingkah. Rasanya sudah lama ia tidak dipuji seperti ini.
"Aku sempat terkejut saat Leon masih bisa bangkit setelah ditendang Natasha dan bahkan mau menyerang Lindberg," ucap Clive. "Untung ada Lindberg yang menghentikannya."
"Ya. Saya senang saya memiliki anak buah yang bisa diandalkan," kata Akasha. "Kerja bagus," Akasha menepuk bahu kedua gadis itu.
"Te-terima kasih, Inspektur," ucap Catherine dan Natasha bersamaan. Perasaan senang membuncah di dalam hati mereka. Memang, dipuji oleh atasan setelah kerja keras adalah perasaan yang membahagiakan.
"Atas kesuksesan hari ini, mari kita rayakan!" seru Akasha. "Setelah selesai beres-beres, semua petugas yang ikut operasi ini akan saya tunggu di Mott's Bar & Restaurants. Kita rayakan keberhasilan hari ini. Tentu saja semuanya akan saya traktir!"
"Horeeeeeee!!! Terima kasih, Inspektur!"
Semuanya bersorak senang. Merayakan keberhasilan suatu operasi di bar kesayangan mereka adalah salah satu kebiasaan para polisi ini. Apalagi gratis!
"Baiklah, kalau sudah selesai langsung saja datang ke Mott's Bar & Restaurants. Kalau tidak bisa, tidak perlu dipaksakan," ucap Akasha. "Saya dan Sersan Mandanu akan pergi ke rumah sakit untuk melihat ke adaan Leon Surt lalu ke bar."
"Siap, pak!"
Akasha dan Frederick kemudian pergi. Catherine dan kawan-kawan mulai bergegas menyelesaikan apa yang mereka lakukan.
Catherine dan Clive pergi bersama ke bar yang ditunjuk. Tadinya Catherine menawarkan untuk menyetir karena Clive sedang terluka. Namun, Clive menolak dan bersikeras untuk menyetir.
Begitu mereka sampai, banyak yang sudah datang. Mereka masing-masing memegang satu botol minuman, siap bersulang.
"Kat! Clive! Sini sini!!" seru Jack melambaikan tangan ke arah Catherine dan Clive.
Edward memberikan Catherine dan Clive sebotol minuman. Awalnya Clive menolak minuman alkohol itu karena ia harus menyetir, namun ternyata minuman itu hanya soda.
"Semuanya, berkumpul," ucap Akasha.
Semuanya berkumpul membentuk lingkaran di sekitar Akasha. Akasha pun memulai pidatonya.
"Semuanya, terima kasih atas kerja kerasnya hari ini. Operasi kali ini tidak akan berhasil tanpa kalian semua. Terima kasih banyak!" ucap Akasha. Semuanya membalas ucapan terima kasihnya. "Baiklah, silakan menikmati pesta hari ini. Semuanya mendapat jatah 1 minuman dan makanan. Silakan pesan apa saja, tetapi bagi yang menyetir, dihimbau untuk tidak minum alkohol. SCD!!"
"SCD!!" balas semuanya.
"SCD" adalah singkatan dari Serious Crime Division-Divisi Kejahatan Serius. Kata "SCD" sudah seperti yell-yell yang mereka biasa teriakkan di momen-momen tertentu.
Catherine dan teman-temannya duduk bersama di meja besar. Jack sudah memesankan makanan untuk mereka. Semuanya menikmati minuman dan makanan sambil bercengkerama.
"Uuuh..." Natasha terlihat lesu sambil menyentuh plester yang membalut luka di lehernya.
"Nat, jangan disentuh terus. Malah membekas lho," ucap Sarah.
Natasha langsung menurunkan tangannya dan meneguk minumannya dengan cepat.
"Padahal Natasha itu sangat kuat tapi tidak pernah mau menggunakannya saat darurat," komentar Edward.
"Yah, memang harus ada yang men-trigger dia untuk melakukannya," balas Sarah sambil mengelus kepala Natasha. "Misalnya perintah Inspektur atau ada yang akan mencelakai penampilannya."
"Makanya Inspektur mengatakan soal bekas luka," gumam Clive.
"Uuh... Berhentilah membicarakanku!" Natasha protes.
Catherine tertawa dalam hati. Natasha di dunia ini pun sama dengan yang ada di dunianya. Natasha memang tidak suka menggunakan skill karatenya walaupun dalam keadaan darurat. Padahal Natasha memegang sabuk hitam Dan 3.
Sudah sering Natasha menjadi tawanan pelaku karena ia terlihat lemah, namun berakhir koma selama 2 minggu atau lebih karena ditendang oleh Natasha.
"Kat juga hebat! Kat terlihat keren saat membanting Leon yang masih sadar setelah ditendang Natasha!" seru Jack. "Ya kan, Clive?"
"Yah, hari ini Katarina memang bekerja dengan baik. Saat aku diserang oleh Leon, Katarina tidak diam saja, namun berusaha menghentikannya," kata Clive. "Terima kasih, Katarina."
Kedua pupil mata Catherine membesar. Ia tidak mempercayai pendengarannya. Clive memanggilnya dengan nama depannya! Yah, walau bukan nama aslinya, itu tetap bisa membuat hatinya berbunga-bunga.
"C-Clive... Kau barusan memanggilku ... " Catherine masih tidak percaya.
"Hm? Itu namamu kan?"
Catherine langsung memeluk Clive yang duduk di sebelahnya. Kebahagiannya meluap-luap hanya dengan Clive memanggil nama depannya. Selama ini Catherine memang merasa stress ketika Clive terus memanggilnya dengan nama keluarganya. Clive terasa jauh. Namun, Catherine sudah merasakan jarak antara mereka semakin menyusut.
"Terima kasih, Clive!!" seru Catherine.
"Aduuuh! Sakiit!!" Clive mengaduh sambil menunjuk luka di bahunya. Catherine sadar lalu melepaskan Clive.
"Waduh, maaf, Clive. Aku lupa kalau kamu lagi terluka," kata Catherine.
Clive hanya mendengus.
"Selamat, Kat. Kalau Clive sudah memanggilmu dengan nama depanmu, itu berarti dia sudah mengakuimu bahwa kamu pantas bekerja bersamanya," ucap Sarah.
"Ya. Aku teringat saat Clive masih memanggil nama kita dengan nama keluarga kita, padahal semuanya saling memanggil dengan nama depan agar semakin kompak," ucap Natasha.
"Selain itu, Clive menjaga jarak. Huuuh benar-benar agak menyebalkan," sambung Jack.
"Diam kalian semua," ucap Clive setengah kesal. Ia melahap kentang goreng untuk menyembunyikan rasa malunya.
Catherine tersenyum menatap Clive. "Yah, Clive memang orang yang paling kaku sedunia. Dia tidak suka orang-orang yang membuang waktunya. Apalagi selama 15 tahun ini pikirannya hanya dipenuhi niatnya untuk mengungkap kasus Cat. Walau dia orang yang kaku, dia sebenarnya adalah orang yang menyenangkan diajak ngobrol kalau dia sudah nyaman dengan orang tersebut."
Entah kenapa tiba-tiba kenangan-kenangan saat ia menjadi pacar Clive di dunia asalnya muncul di benaknya. Terutama saat Clive masih kaku dan galak saat bertemu dengannya. Catherine tidak bisa menghentikan senyumannya.
"Katarina, ngapain kamu senyum-senyum sendiri begitu?" tanya Clive.
"A-ah!" Catherine kembali ke dunia nyata. "Tidak apa-apa!"
Melihat Akasha berjalan mendekati meja mereka, Sarah menyapanya.
"Inspektur! Terima kasih atas pestanya," ucap Sarah. Semuanya juga mengikuti ucapan Sarah.
"Sama-sama. Ini juga berkat kalian," balas Akasha. "Oh, ya, ada yang mau saya sampaikan."
"Ada apa, Inspektur?" tanya Clive.
"Saya hanya ingin memberi tahu bahwa Leon Surt sudah dalam keadaan stabil walau masih belum sadarkan diri. Nyawanya tidak terancam. Jadi, Linn dan Lindberg, kalian tidak perlu merasa bersalah dan memikirkan soal Leon Surt."
"A-ah..." Catherine bingung harus berkata apa. Sebenarnya ia sama sekali tidak memikirkan kondisi Leon ataupun merasa bersalah. Natasha pun sama. Namun, sepertinya Akasha menyangka bahwa Catherine dan Natasha merasa bersalah.
Akasha kembali menunjukkan senyumannya. "Baiklah, silakan bersantai malam ini. Minggu depan kita harus bekerja lagi."
"Baik, pak!"
Akasha lalu kembali ke meja bar dan duduk di sebelah Frederick. Mereka berdua terlihat mengobrol.
Pesta berlanjut sampai larut malam. Catherine dan teman-temannya banyak minum dan makan sambil mengobrol. Sedangkan polisi lain ada yang bermain billiard dan game arcade yang tersedia di Mott's. Di antara mereka semua, Catherine dan Natasha yang paling banyak minum alkohol karena mereka tidak menyetir.
Catherine dan Jack berduet menyanyikan lagu. Di Mott's juga ada fasilitas karaoke yang bisa dipakai pengunjung. Catherine menyanyi dengan suara lantang.
"Suara Kat jelek," komentar Edward.
"Hahahaha iya. Bahkan suara indah Jack sama sekali tidak membantunya," timpal Sarah.
"Kat tidak cocok masuk band kita."
Sarah, Edward, dan Natasha tertawa. Clive hanya diam menatap Catherine yang tiba-tiba menyanyi sambil menangis.
Sejak pertama kali Clive bertemu Catherine, ada satu hal yang mustahil muncul di benaknya.
"Katarina mirip Cat. Bahkan rasanya dia adalah Cat."
Clive menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan pikiran itu. Rasanya terlalu jahat menganggap Catherine sebagai Cat. Clive mengalihkan pikirannya dengan mengambil sepotong ayam goreng di atas meja dan melahapnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 23.15. Catherine dan Natasha sudah kehilangan dirinya sendiri akibat pengaruh alkohol. Catherine menangis terus tanpa sebab, sedangkan Natasha menjadi sangat galak. Bahkan Natasha memarahi Akasha yang mencoba memberinya air putih. Sedangkan Catherine menangis sambil menerima air putih dari Akasha.
"Mereka berdua ternyata lemah terhadap alkohol ya?" komentar Clive. "Rasanya mereka baru minum sedikit."
"Tidak. Katarina minum 5 - 6 gelas. Sedangkan Natasha minum 4 gelas," kata Edward.
"Wah, kamu hebat sekali sampai menghitung gelas mereka," komentar Jack.
Akasha dan Frederick mendekati meja mereka dan memeriksa keadaan Catherine dan Natasha yang kepalanya terkulai di atas meja.
"Mungkin sebaiknya pesta hari ini kita akhiri sampai sini," ucap Akasha. "Linn dan Lindberg sudah tumbang."
Frederick mengangguk setuju. "Clive, bisakah kau mengantar Katarina ke rumahnya? Ia tinggal di ... "
"Sepalith Apartment, unit 302," sambung Akasha.
"Ya itu dia!"
"Baik. Kebetulan searah dengan apartemenku," kata Clive.
"Kalau Natasha, biar aku yang mengantarnya pulang. Lagipula, malam ini dia sudah bilang kalau ingin menginap di apartemenku," kata Sarah mengajukan diri.
"Baik, saya serahkan padamu," kata Akasha.
Semuanya pun bersiap-siap pulang. Clive memapah Catherine untuk membantunya berjalan. Kalau tidak dipegangi Clive, Catherine mungkin bakal terperosok ke tanah.
"Katarina, ayo jalan dengan benar!" keluh Clive. Ia sedikit merasa menyesal sudah "mengakui" Catherine.
Catherine malah memeluk Clive dengan erat. "Akuuu kangennnn kamuuu."
Walau ucapan itu diucapkan Catherine dalam keadaan mabuk, itu adalah hal yang sebenarnya Catherine rasakan. Clive yang tidak mengerti apa maksud Catherine hanya membiarkannya berceloteh.
"Nyammm mmmmmm bubmbj," Catherine menggumamkan kata-kata yang tidak bisa dimengerti manusia.
Clive mendudukkan Catherine di kursi depan dan memakaikan seat belt. Sejenak ia menatap wajah Catherine yang memerah akibat pengaruh alkohol.
"Ceroboh sekali," komentar Clive. Lalu ia menepuk lembut kepala Catherine dan menutup pintu. Ia pun masuk ke bagian supir dan menyalakan mesin mobilnya.
"Katarina, sebaiknya kamu tidur dulu. Supaya lebih mendingan saat sudah sampai di apar-"
Namun ternyata gadis itu sudah tertidur. Clive mengembuskan napas dan mulai menjalankan mobilnya.
Perjalanan hanya memakan waktu 20 menit karena kondisi jalan yang lancar. Mereka sudah berada di halaman parkir Sepalith Apartemen. Clive pun membangunkan Catherine.
"Katarina, yuk bangun. Sudah sampai," ucap Clive sambil menggoyangkan tubuh Catherine.
Catherine membuka matanya perlahan dan menggeliatkan tubuhnya. "Hmmm? Kita dimana?"
"Di apartemenmu."
"Kamu mau tinggal di apartemenku?"
"Bodoh. Aku cuma mengantarmu pulang. Sudahlah, ayo."
Clive keluar dari mobil, begitu juga Catherine. Berkat tidur sejenak, Catherine bisa berdiri sendiri walau kepalanya terasa pusing. Dengan langkah gontai, ia mengikuti Clive ke unit 302.
Sesampainya di depan pintu unit 302, Clive menengadahkan tangannya pada Catherine. "Kunci."
"A-ah iya ini!" Catherine merogoh tas kecilnya dan memberikan kunci pada Clive. Clive lalu membukakan pintunya.
Catherine masuk ke dalam apartemennya. Lampu menyala menerangi pintu masuk unitnya begitu ia masuk ke dalam. Catherine membalikkan badannya begitu tahu Clive tidak ikut masuk.
"Clive? Tidak masuk?" tanya Catherine.
"Tidak. Aku akan langsung pulang setelah memastikanmu masuk ke apartemenmu. Kalau kamu ditinggal begitu saja, aku yakin kamu bakal tertidur di depan lift."
Catherine mendengus. "Huh! Kamu meremehkanku! Tentu saja aku tidak akan tertidur di depan lift, tapi di depan pintu!"
"Itu sama parahnya," kata Clive. "Lagipula, jangan katakan hal itu dengan nada bangga."
Catherine hanya membalas dengan kekehan kecil.
Clive lalu menyerahkan kantong plastik dengan logo minimart yang berisikan sesuatu. "Ini untukmu. Untuk hangover. Pagi hari kamu pasti bakal hangover. Minumlah ini."
Catherine menerima kantong kresek itu. Ia mengintip isinya sambil tersenyum. Di dalamnya ada obat hangover beberapa botol dan permen.
"Kamu baik sekali, Clive. Terima kasih," ucap Catherine.
"Sama-sama," balas Clive. "Sudah ya. Aku pergi dulu. Kamu tinggal sendiri kan? Hati-hati dengan perampok yang sekarang merajalela. Mereka mengincar orang yang tinggal sendiri dan menyamar sebagai petugas paket, tukang listrik, dan lain-lain, lalu menyerang pemilik rumah dan merampok isi rumahnya."
"Dunia ini berbahaya."
"Ya. Jangan lupa kunci pintu. Jangan bukakan pintu untuk orang yang tak dikenal."
Catherine tersenyum lagi. "Kamu seperti mamaku saja. Selalu memberi tahu untuk mengunci pintu. Menasihatiku agar bla bla bla. Tenang saja, aku ini kuat. Kamu lihat kan aku membanting pengedar narkoba itu? Aku juga akan membanting mereka!"
Clive hanya memutar bola matanya. "Baiklah, aku pergi dulu. Kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi aku atau teman-teman lainnya."
Catherine menatap punggung Clive yang semakin menjauh hingga menghilang di dalam kegelapan. Entah kenapa tiba-tiba perasaan rindu memenuhi dada Catherine. Namun, tak ada yang bisa Catherine lakukan.
"Seandainya kamu adalah Clive yang kukenal..." bisiknya.
✧✧✧
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top